Advertisement

Mahasiswa UGM Bikin Sepatu Tolak Lumpuh

I Ketut Sawitra Mustika
Sabtu, 08 September 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
Mahasiswa UGM Bikin Sepatu Tolak Lumpuh Muhammad Fahmi Husaen (tengah) memberikan keterangan pers di Ruang Fortakgama UGM, Jumat (7 - 9). Ist.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Muhammad Fahmi Husaen, mahasiswa Prodi Komputer dan Sistem Informasi Sekolah Vokasi (SV) UGM, mengalami kelumpuhan. Dia bersama kawan-kawannya berhasil mengembangkan sepatu untuk mencegah kontraktur pergelangan kaki. Sepatu bernama AVEO itu diciptakan agar penderita kelumpuhan tidak perlu mengalami apa yang menimpa Fahmi. Berikut laporan wartawan Harian Jogja I Ketut Sawitra Mustika.

Fahmi lahir 21 tahun lalu dalam keadaan normal, sama seperti jutaan bayi lainnya. Tak ada yang terlampau aneh. Dia tumbuh jadi seseorang yang gemar berlari-lari, melompat dan menendang. Saat masuk SD pun ia masih mampu sprint layaknya Muhammad Zohri, meski tak terlalu kencang.

Advertisement

Namun, seiring dengan semakin bertambahnya usia Fahmi, semua kemampuan itu perlahan luruh. Kekuatan ototnya melemah. Fahmi tak lagi mampu menopang tubuhnya untuk sekadar berdiri, apalagi berenang. Sejak SMP, Fahmi praktis menghabiskan sebagian besar hidupnya di kursi roda. Ia terserang penyakit duchenne muscular dystrophy (DMD).

DMD adalah jenis penyakit muscular dystrophy (MD) atau kerusakan jaringan otot yang paling umum. Mayoritas penderita akan kehilangan kemampuan untuk berjalan pada umur 12 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan sebanyak satu dari 3.500 kelahiran anak laki-laki. DMD hanya menyerang laki-laki.

“Karena tidak pernah melakukan fisioterapi, lama-kelamaan otot dan sendi ankle [pergelangan kaki] saya tidak pernah digerakkan. Akhirnya saya mengalami kontraktur. Lalu saya berpikir kenapa tidak membuat sepatu yang bisa melakukan fisioterapi,” ujar Fahmi saat jumpa pers di Ruang Fortakgama UGM, Jumat (7/9).

Kontraktur adalah kondisi kaku dan berkurangnya ruang gerak sendi. Kontraktur seringkali menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan bagi penderitanya. Untuk mencegah terjadinya kontraktur diperlukan latihan fisioterapi yang disebut range of motion (ROM) secara rutin. Sayangnya, banyak pasien tidak melakukan fisioterapi karena kurangnya pengetahuan pasien serta terbatasnya jumlah fisioterapis yang tersedia. Akibatnya, banyak penderita kelumpuhan yang mengalami kontraktur.

Ide membuat alat yang bisa menjadi fisioterapis sudah memenuhi kepala pemuda asal Turi, Sleman ini sejak SMA. Namun, gagasan itu baru serius digarap ketika dirinya membaca pengumuman mengenai penyelenggaraan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) Ke-31 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Bersama dengan Danar Aulia Husnan (mahasiswa Metrologi dan Instrumentasi SV UGM) dan Widiyanto (mahasiswa Prodi Komputer dan Sistem Informasi SV UGM), Fahmi tancap gas menyusun proposal pada 2017 lalu.

Pada April 2018, proposal mereka lolos seleksi dan pada saat itu juga, proses pengembangan sepatu AVEO, modifikasi dari singatan Achilles Physiotheraphy Orthosis dimulai.

Tim AVEO berhasil menggondol pulang dua medali emas pada Pimnas ke-31, yang diselenggarakan pada akhir Agustus lalu. Bertarung dalam nomor Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta (PKM-KC), Fahmi CS berhasil menjadi yang terbaik untuk kategori presentasi dan poster.

Tentang AVEO

AVEO adalah sepatu yang dapat mencegah pemendekan otot tendon achilles pada bagian kaki. Sistem yang dirancang dapat secara otomatis menggerakkan kaki dalam pola fisioterapi. Terapi ini dilakukan tanpa menggunakan kekuatan dari penderita karena sepatu ini dilengkapi motor servo sebagai penggeraknya. Sepatu AVEO dapat dikontrol oleh pengguna menggunakan smartphone berbasis Android, dan dapat diatur untuk bergerak secara otomatis.

Dalam proposalnya, Fahmi memberikan pembanding guna menunjukkan kelebihan sepatu AVEO. Saat ini telah ada alat untuk mencegah kontraktur ankle pada penderita kelumpuhan yang disebut ankle foot orthosis (AFO), tetapi alat ini bersifat pasif karena hanya menahan kaki agar tidak bergerak.

Sementara, sepatu AVEO, dapat lebih efektif karena dapat meregangkan otot kaki dengan gerakan aktif yang didukung motor servo dengan kendali penuh

pada penderita. AFO hanya statis, tidak dapat meregangkan otot. Setidaknya itulah yang diyakini benar oleh Fahmi dan kawan-kawannya.

Sepatu AVEO juga dilengkapi pula dengan sensor gyroscope dan accelometer untuk memperkirakan pergerakan sendi sudah maksimal ketika menggunakan mode otomatis. “Sepatu ini bisa dikontrol menggunakan aplikasi pada smartphone Android. Jadi pengguna bisa mengatur derajat kemiringan dan kecepatannya. Bisa menggerakan ankle kaki 20 derajat ke atas dan 45 derajat ke arah bawah,” ucap Fahmi.

Danar, yang juga hadir dalam konferensi pers itu, mengatakan sepatu AVEO terbagi menjadi dua bagian. Pertama, bagian yang menyangga kaki bawah dan betis. Kedua, bagian penyangga kaki.  Kedua bagian itu dibuat menggunakan plastik politetilen yang dihubungkan dengan engsel dari alumunium dan ke motor servo sebagai penggerak.

Sumber listrik menggunakan baterai dengan daya 7.4 Volt. Baterai dan pengendali ditempatkan pada bagian yang menyangga kaki bawah dan betis. “Jika durasi fisioterapi umumnya selama 30-60 menit, sepatu AVEO memperpendek fisioterapi menjadi 15-30 menit saja,” ujar dia.

Menurut Widiyanto, saat ini mereka terus menyempurnakan produk, seperti meningkatkan keamanan agar memenuhi standar peralatan medis.

“Pembuatan alat ini kemarin membutuhkan biaya sekitar Rp2 juta, tetapi jika bisa diproduksi massal harga produksi bisa ditekan hingga Rp1,5 juta,” kata dia

Berprestasi

Fahmi menjadi desainer AVEO. Dua kawannya mengurusi masalah elektronik, mekanis dan aplikasi di Android. Saat memberikan keterangan pers, karena DMD-nya, Fahmi sedikit mengalami hambatan. Tangannya tak kuasa mencengkeram mikrofon dengan cekatan.

Mikrofon kadang miring dan tak menyalurkan suara Fahmi dengan semestinya. Meski menderita kekurangan fisik, Fahmi adalah jagoan. Sebelum meraih dua medali emas Pimnas Ke-31, dia berhasil meraih prestasi dari ajang Electric Car Design Contest. Dalam kompetisi yang diselenggarakan Muscle Car Indonesia (MCI) 2018, Fahmi masuk dalam Top 5 Best Design menyisihkan 82 peserta lain dari berbagai wilayah Indonesia.

Dalam kontes bertema mobil roadster yang merupakan mobil atap terbuka tersebut, Fahmi merancang konsep desain mobil listrik yang dinamis dan elegan. Dikutip dari website ugm.ac.id, yang dimaksud dengan desain dinamis dan elegan adalah bentuk mobil yang memaksimalkan aliran angin untuk meningkatkan pengendalian, tetapi memiliki desain yang simpel.

Prestasi yang diraih Fahmi saat ini bukanlah diperoleh secara tiba-tiba. Sejak bangku SMP dia aktif mengikuti berbagai lomba dan berhasil menduduki peringkat ketiga di gelaran Indonesia ICT Award 2010. Selanjutnya, ia meraih medali perak di Olimpiade Sains Nasional (OSN) Difabel 2015 dan telah memiliki buku tentang desain mobil tiga dimensi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement