Advertisement

Banyak Warga Jadi Teroris Karena Terpapar Paham Radikal di Media Sosial

Newswire
Rabu, 16 Mei 2018 - 22:50 WIB
Bhekti Suryani
Banyak Warga Jadi Teroris Karena Terpapar Paham Radikal di Media Sosial Ilustrasi terorisme - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA- Selain menyasar kelompok pengajian, media sosial dinilai menjadi sarana yang ampuh menyebarkan paham radikal yang berpotensi menyulut aksi teror.

Peneliti pada Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin, menyebut media sosial menjadi instrumen untuk mempercepat radikalisasi pada jiwa seseorang.

Advertisement

"Elemen yang mempercepat radikalisasi itu media sosial," ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, di kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Rabu (16/5/2018).

Berdasarkan hasil penelitiannya, hampir seluruh narapidana terorisme (napiter) memiliki akun media sosial. Di aplikasi jejaring sosial itulah mereka terpapar paham radikal secara intensif.

"Sejak mulai kenal ISIS hingga melakukan aksi teror [pengeboman] itu kurang dari satu tahun. Saya melihat kelompok ekstrimis memanfaatkan medsos secara maksimal," jelasnya.

Napiter yang menggunakan media sosial sebagai alat bantu teror kemudian dibandingkan dengan napiter yang tidak menggunakan medsos. Menurut Solahudin, mereka yang tidak bersentuhan langsung dengan medsos justru terpapar paham radikal dalam waktu lebih lama.

"Kemudian saya bandingkan, profiling terhadap terpidana terorisme dari 2002-2012 [era belum booming medsos], mereka rata-rata mulai terpapar hingga melakukan aksi itu waktunya lima sampai 10 tahun," jelasnya.

"Sehingga saya menyimpulkan elemen yang mempercepat radikalisasi itu sosmed," sambung Solahudin.

Di negara lain, medsos menjadi alat penyebaran paham radikal dan sarana rekrutmen anggota. Sedangkan di Indonesia, medsos hanya berfungsi sebagai sarana penyemaian paham radikal dan tidak berfungsi untuk merekrut.

"Radikalisasi dan rekrutmen di negara lain lewat medsos. Sementara di Indonesia sifatnya berbeda. Radikalisasi berlangsung di sosmed. Tapi rekrutmen terjadi secara offline atau tatap muka, jadi tidak lewat dunia maya," ujar Solahudin.

Sekadar informasi, sejumlah aksi teror terjadi di Jawa Timur. Minggu 13 Mei lalu, tiga gereja di Surabaya di bom dan menyebabkan belasan orang meninggal dunia. Kemudian disusul ledakan di Rusun Wonocolo lantai 5 Blok B belakang Polsek Taman Sepanjang.

Lalu, bom juga meledak di depan Mapolrestabes Surabaya. Pagi tadi, Mapolda Riau turut jadi sasaran kelompok teror. Mereka menyerang polisi menggunakan senjata tajam dan menyebabkan beberapa korban berjatuhan, baik dari pihak Polri ataupun pelaku teror.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Okezone

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Top 7 News Harianjogja.com Sabtu 20 April 2024: Normalisasi Tanjakan Clongop hingga Kuota CPNS

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement