Advertisement
KPK Soroti Dugaan Fraud di Bank-bank Milik Daerah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Belakangan ini sejumlah kasus kejahatan keuangan menyeret Bank Pembangunan Daerah (BPD). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyoti kasus-kasus yang melibatkan bank-bank plat merah milik pemerintah daerah itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi permasalahan fraud dalam penyaluran kredit atau pembiayaan bermasalah di BPD. Nilainya tidak main-main, tembus Rp451,19 miliar selama kurun waktu 2013-2023. Temuan hasil kajian itu juga menjadi topik pembicaraan pada audiensi antara KPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rabu (14/5/2025).
Advertisement
Kedua lembaga akan membahas soal pencegahan korupsi pada sektor jasa keuangan. "KPK menemukan adanya enam permasalahan yang terindikasi fraud, kelalaian, dan/atau kelemahan regulasi dalam sejumlah kredit atau pembiayaan bermasalah di BPD yang dilakukan sampling," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangannya, Rabu (14/5/2025).
BACA JUGA: KPK Periksa 5 Saksi Terkait Dugaan Korupsi LPEI
Budi kemudian mengungkap enam permasalahan terindikasi fraud hingga kelemahan regulasi di BPD yang menjadi sampel untuk setiap kategori permasalahan. Permasalahan Pertama, masalah indikasi fraud dalam penyaluran kredit/pembiayaan bermasalah sebagaimana tercantum dalam Peraturan OJK atau POJK No.39 /POJK.03/2019.
Dari 12 jenis fraud dalam penyaluran kredit/pembiayaan yang tercantum dalam POJK tersebut, ditemukan 4 jenis fraud yang terjadi pada BPD sampel pada rentang waktu 2013-2023: side streaming (penggunaan kredit/pembiayaan tidak sesuai peruntukkan), debitur fiktif, debitur topengan, dan rekayasa dokumen.
"Dengan nilai total penyaluran kredit/pembiayaan sebesar Rp451,19 miliar," ungkap Budi.
Kedua, key person kredit/pembiayaan tidak dalam kepengurusan dan/atau bukan pemegang saham pengendali (PSP) perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung.
Pada 3 BPD sampel, terdapat 4 penyaluran kredit macet selama 2013-2020 dengan nilai total Rp260 miliar yang analisis kelayakan pemberian kreditnya lebih menitikberatkan pada profil key person dibandingkan profil perusahaan (debitur), meskipun key person tersebut bukanlah pengurus dan/atau PSP perusahaan.
Alhasil, ketika terdapat permasalahan terhadap key person yang tidak termasuk dalam pengurusan perusahaan, misalnya meninggal dunia, debitur tidak melanjutkan pembayaran kewajibannya.
KPK menyimpulkan, permasalahan itu terjadi karena sebagian BPD sampel tidak mewajibkan key person masuk dalam kepengurusan dan/atau PSP perusahaan baik langsung maupun tidak langsung. Ketiga, termin pembayaran tidak diterima bank.
Pada 5 BPD yang menjadi sampel, terdapat 11 penyaluran kredit/pembiayaan modal kerja kolektibilitas macet 2013-2020 dengan nilai total sebesar Rp72 milliar. Kredit macet itu berkaitan dengan termin pembayaran proyek/pekerjaan tidak diterima bank.
Permasalahan tersebut umumnya terjadi pada pembiayaan di sektor konstruksi. Bentuknya ada tiga macam yakni: pengalihan rekening penerimaan pembayaran proyek/pekerjaan dari rekening BPD ke rekening bank lain tanpa sepengetahuan BPD; termin pembayaran proyek/pekerjaan yang masuk rekening penampungan tidak diblokir/dipotong oleh bank; dan pencairan kredit/pembiayaan jauh melebihi progres pekerjaan.
"Fraud pengalihan rekening pembayaran diduga terjadi karena persengkongkolan antara debitur dan perwakilan bouwheer (bohir), sedangkan dugaan fraud terkait tidak diblokirnya rekening penampungan melibatkan pejabat BPD," terang Budi.
Di sisi lain, pencairan kredit/pembiayaan yang jauh melebihi progres dikarenakan sebagian regulasi BPD tidak mewajibkan pencairan fasilitas berdasarkan progres pekerjaan.
Keempat, usaha/debitur tidak feasible atau layak untuk dibiayai. Pada 5 BPD yang menjadi sampel, terdapat 6 penyaluran kredit/pembiayaan modal kerja dengan kolektibilitas macet tahun 2007-2022 senilai Rp224,7 milliar dan terindikasi tidak layak karena usaha/debiturnya.
Permasalahan ini, terang Budi, terjadi karena di antaranya BPD mengabaikan karakter debitur, verifikasi dan validasi usaha tidak dilakukan dengan baik, pengabaian atas reviu risiko dan kepatuhan.
Kelima, jaminan untuk kredit/pembiayaan yang bermasalah. Terdapat jaminan yang bermasalah yang ditemukan pada sejumlah penyaluran kredit/pembiayaan senilai Rp234,4 miliar sepanjang tahun 2007-2022 yang berstatus macet.
Bentuk-bentuk jaminan bermasalah yang teridentifikasi, yaitu nilai jaminan di bawah nilai pencairan kredit/pembiayaan, jaminan tidak dimiliki/dikuasai debitur, serta dokumen kepemilikan agunan tidak dikuasai BPD.
Kondisi tersebut terjadi diduga karena tidak dilakukannya penilaian berkala untuk jaminan dan ketidakharusan agunan yang diserahkan ke bank untuk dimiliki debitur/pihak yang terafiliasi debitur (kekerabatan/kepengurusan).
Keenam, adanya moral hazard dalam pembayaran kredit multi guna (KMG). Terdapat penyaluran kredit/pembiayaan multiguna di 4 BPD dengan total nilai Rp20,867 miliar kepada anggota DPRD Provinsi periode 2015-2019 dan 2019-2024 yang saat ini bersatus macet.
Hal ini disebabkan keengganan anggota DPRD Provinsi untuk melunasi kewajibannya, terutama ketika anggota DPRD tersebut terkena pergantian antar waktu (PAW).
PAW yang terjadi akibat kebijakan partai (sepanjang bukan karena keinginan sendiri maupun permasalahan hukum) telah dimitigasi risikonya dengan penggantian dari asuransi, namun untuk PAW yang di luar kriteria tersebut (misalnya pengunduran diri karena mencalonkan sebagai kepala/wakil kepala daerah) tidak dijamin asuransi.
Selain itu juga, ditemukan bahwa sebagian anggota DPRD tidak melunasi kewajibannya meskipun tidak terkena PAW. "BPD diduga tidak gencar melakukan penagihan terhadap para anggota DPRD tersebut dikarenakan mereka adalah anggota DPRD Provinsi dimana Pemerintah Provinsi merupakan pemegang saham pengendali BPD," terang Budi.
Kasus Kredit Sritex
Dalam catatan Bisnis, kasus dugaan fraud terkait pemberian kredit dari bank daerah telah banyak ditangani oleh aparat penegak hukum, salah satunya sedang ditangani Kejagung.
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa 3 bank daerah dalam perkara dugaan korupsi pemberian kredit terkait PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL).
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap sejumlah bank itu masih bersifat penyidikan umum. Hanya saja, Harli belum mengungkap bank yang telah diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung. Pasalnya, hal tersebut masuk ke dalam ranah penyidikan.
"Hingga saat ini beberapa bank informasinya dari penyidik juga sudah dilakukan permintaan keterangan," ujarnya di Kejagung, Senin (5/5/2025).
Dia menambahkan, penyidikan bersifat umum ini dilakukan untuk mencari fakta-fakta terkait ada dan tidaknya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau daerah. Dengan demikian, hingga saat ini korps Adhyaksa masih melakukan pendalaman seperti permintaan keterangan hingga pemeriksaan dokumen. Nantinya, disinkronkan untuk menemukan fakta hukum.
"Jadi, penyidik masih berfokus pada penemuan fakta itu. Karena memang kan harus berawal dari apakah memang ada indikasi tindak pidana korupsi itu harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup," pungkasnya.
Fraud Bank BJB
Selain itu, KPK saat ini sedang menangani perkara korupsi di Bank Jabar dan Banten atau BJB. KPK bahkan telah mengungkap modus perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR).
Penyidik lembaga antikorupsi mendunga terjadi praktik belanja fiktif dalam kasus tersebut. Akibatnya, BJB yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah alias BUMD Provinsi Jabar mengalami kerugian hingga ratusan miliar.
Adapun, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka per 27 Februari 2025. Dua orang di antaranya berasal dari internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH).
Tiga tersangka lainnya adalah pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa. Ketiga orang itu yakni Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
Dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025), Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan bahwa BJB merealisasikan belanja pada periode 2021-2023 untuk belanja bebas promosi umum dan produk bank di bawah Divisi Corsec. Nilainya mencapai Rp409 miliar.
Penempatan iklan dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.
"Enam agensi tadi secara rinci masing-masing menerima PT CKMB Rp41 miliar, kemudian CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar," jelas Budi, Kamis (13/3/2025).
Kasus Bank Jatim
Sebelumnya, pada awal tahun ini, Kejaksaan Tinggi Jakarta telah meningkatkan kasus dugaan tindak pidana korupsi Bank Jawa Timur cabang Jakarta ke tahap penyidikan, meskipun belum diikuti penetapan tersangka.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta, Syahron Hasibuan menyebut perkara korupsi Bank Jawa Timur cabang Jakarta itu terjadi pada tahun 2023-2024. Syahron menjelaskan bahwa posisi perkara tersebut berawal ketika Bank Jawa Timur cabang Jakarta memberikan fasilitas kredit piutang serta kredit kontraktor kepada PT Inti Daya Group, total total jumlah kredit piutang ada sebanyak 65 dan 4 lainnya kredit kontraktor.
"Mereka mengajukan permohonan fasilitas kredit dengan menggunakan nama-nama perusahaan Nominee," tuturnya di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Selanjutnya, menurut Syahron, permohonan pengajuan fasilitas kredit yang diajukan PT Inti Daya Group itu menggunakan Agunan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Invoice fiktif dari perusahaan-perusahaan BUMN. "Jumlah kredit yang dicairkan Bank kepada PT. Indi Daya Group sebesar Rp569.425.000.000," katanya.
Maka dari itu, kata Syahron, tim penyidik Kejaksaan Tinggi Jakarta meningkatkan perkara korupsi manipulasi pemberian kredit Bank Jawa Timur cabang Jakarta ke tahap penyidikan. "Naik ke tahap Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta Nomor: Print-03/M.1/Fd.1/02/2025 tanggal 13 Februari 2025," ujarnya.
Kasus Bank DKI
Di sisi lain, Bareskrim saat ini sedang mengusut dugaan fraud dalam kebocoran dana Bank DKI. Hasil investigasi forensik terhadap kasus kebocoran di Bank DKI mengungkap adanya kelemahan di internal dan pada pihak ketiga.
Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, menjelaskan bahwa proses forensik dilakukan bersama lembaga internasional IBM. Hasilnya telah disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan saat ini masih dipelajari lebih lanjut.
“Dan memang dari hasil forensik itu ada titik-titik yang harus diperbaiki, ada kelemahan-kelemahan baik di Bank DKI maupun di pihak ketiga. Jadi bukan hanya di Bank DKI saja, tapi juga ada kelemahan di pihak ketiga yang harus diperbaiki,” tutur Agus dikutip, Kamis (17/4/2025).
Agus juga mengungkapkan adanya External Partner Agreement (EPA) yang tidak berjalan semestinya serta indikasi keterlibatan internal. Temuan ini teridentifikasi dari alamat IP yang digunakan sebagai akses masuk ke sistem. “Kurang lebihnya adalah, pokoknya ada IP yang masuk di dalam sistem kita. Dan IP itu adalah IP internal,” ucapnya.
Dia juga menambahkan untuk dapat mengakses sistem tersebut, diperlukan sosok dengan level otorisasi yang cukup tinggi. Adapun, hasil forensik ini telah diserahkan ke Bareskrim Polri.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, juga dikabarkan akan meninjau hasil forensik tersebut secara langsung. Kasus Bank Jateng Pada tahun 2021 lalu, Bareskrim Polri menahan dua orang mantan pejabat Bank Jawa Tengah (Jateng) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU).
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengataka dua mantan pejabat Bank Jateng yang ditangkap itu berinisial BM selaku pimpinan Bank Jateng cabang Jakarta periode 2017-2019 dan mantan pejabat BPD Bank Jateng berinisial RP.
Menurut Ramadhan, kedua pejabat Bank Jateng tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari ke depan. "Keduanya terlibat kasus korupsi kredit fiktif ya," tuturnya, Senin (21/6/2021).
Dia juga menjelaskan bahwa tersangka berinisial BM terlibat kasus korupsi kredit fiktif ke sejumlah perusahaan yang ternyata tidak sama dengan tujuan pengajuan kreditnya. Akibatnya, negara rugi sebesar Rp229 miliar.
"Kredit proyek tersebut digunakan tidak sesuai peruntukannya untuk tiga debitur yaitu PT GI, PT MDSI, dan PT SI," katanya.
Menurut Ramadhan, terkait tersangka BM itu, tim penyidik juga mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat tersangka dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena hasil korupsi tersebut dibelikan tanah dan ada juga beberapa rekening untuk penampungan uang hasil kejahatan.
"Ditemukan barang bukti dua bidang tanah di Ngablak, Magelang, dan gunung Tumpeng di Sukabumi serta tujuh rekening Bank Jateng," ujar Ramadhan.
Sementara itu, terkait tersangka berinisial RP, kata Ramadhan, terlibat kasus korupsi pengajuan kredit revolving, kredit proyek dan KPR di Bank Jateng cabang Blora pada 2018-2019 dengan nilai kredit mencapai Rp96,3 miliar.
"Kredit itu sengaja direkayasanya dengan bantuan sejuah pihak. Padahal uang itu tidak digunakan sesuai dengan pengajuannya," tuturnya.
Dalam kasus tersebut penyidik sudah memeriksa 90 orang saksi dan menyita dokumen pengajuan revolving kredit, kredit proyek dan KPR, sertifikat hak milih sebanyak 70 yang terdiri dari 61 debitur KPR, empat sertifikat agunan revolving kredit, dan lima sertifikat hak milik agunan proyek.
"Tersangka RP dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemerasan tindak pidana korupsi Jo pasal 51 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Polisi Tangkap Belasan Anggota Ormas yang Menguasai Parkir Liar di Wisma Atlet Jakarta, Omzet per Bulan Rp90 Juta
- Kementan Alokasikan Rp5 Triliun untuk Serap 1 Juta Ton Jagung
- Jurnalis Banyak Kena PHK, Menteri Komdigi Tampung Masukan Pekerja Media Massa
- PDIP Minta Kepala Daerah yang Diusung Wajib Menghayati Nilai-Nilai Partai
- KPK Soroti Dugaan Fraud di Bank-bank Milik Daerah
Advertisement

Jelang Musda, Golkar DIY Buka Pendaftaran Bakal Calon Ketua Periode 2025-2030
Advertisement

Status Geopark Kaldera Toba Terancam Dicabut UNESCO, DPR Ingatkan Pemerintah
Advertisement
Berita Populer
- UGM Sebut Siap Hadapi Gugatan Perdata Rp69 Triliun di PN Sleman dari Dugaan Kasus Ijazah Palsu
- 2 Anggota Brimob Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal di Mulia Puncak Jaya
- Menteri P2MI Uangkap 1,5 Juta Permintaan Pekerja di Luar Negeri
- Skema Pemenuhan Guru untuk Sekolah Rakyat Sedang Dirumuskan
- Blokir Konten dan Rekening Tidak Cukup untuk Memberantas Judi Online
- Susul Bandara Ahmad Yani, Adi Soemarmo Segera Jadi Bandara Internasional Haji dan Umroh
- Polisi Kerahkan Ratusan Personel Amankan Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini
Advertisement