Advertisement
Akademisi UII Menyatakan Sikap Penolakan RUU TNI
Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) menyatakan sikap menolah pengesahan RUU TNI. Deklarasi tersebut disampaikan di Gedung Sardjito, kampus setempat, Rabu (19/3/2025). - Istimewa.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) menyatakan sikap menolah pengesahan RUU TNI. Deklarasi tersebut disampaikan di Gedung Sardjito, kampus setempat, Rabu (19/3/2025).
Deklarasi penolakan itu digelar dengan membacakan orasi yang dilakukan dari perwakilan mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan hingga Rektor serta sejumlah aktivis. Pernyataan sikap itu diinisiasi oleh Pusham UII, PSAD UII dan PSHK UII.
Advertisement
Rektor UII Profesor Fathul Wahid menjelaskan ada sejumlah alasan penolakan RUU TNI. Di antaranya sejarah terkait dwifungsi ABRI sebelum reformasi. Ia mengatakan kampus sebagai rumah intelektual harus menjaga moral publik. Fathul berharap gerakan itu bisa diikuti oleh kampus lain serta masyarakat sipil lainnya.
BACA JUGA: Ratusan Mahasiswa Demo di Depan Gedung DPR RI, Tolak RUU TNI
"Ketika itu ada banyak hal yang harus disesali dan itu tidak boleh terulang kembali. Seperti ancaman demokrasi, melemahkan supremasi sipil dan ini menjadikan masyarakat enggan mengambil risiko untuk menyampaikan pendapat. Terutama ketika terjadi penyelewengan tidak bisa menyuarakan secara lantang," kata Fathul.
Direktur Pusham UII Eko Riyadi menilai tahapan pembentukan revisi UU TNI yang abai terhadap partisipasi masyarakat yang memadai dan meminta tahapan dibuka kembali dari awal, dimulai dari perumusan naskah akademik yang memenuhi standar
minimal.
"Kami menolak seluruh tambahan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit militer aktif, terutama jabatan sipil dalam hal penegakan hukum. Persoalan yang lebih mendasar justru terletak pada keberadaan Pengadilan Militer yang dikenal tertutup dan terbatas. Oleh karena itu diperlukan berbagai penyesuaian yang lebih tepat jika diatur dalam UU TNI terbaru," ujarnya.
Direktur PSAD UII Masduki menilai Indonesia harus tetap menjaga dan meneguhkan kembali komitmen dan amanat reformasi 1998, termasuk penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Prajurit militer aktif adalah jantung sekaligus tembok pertahanan Republik Indonesia, sehingga seharusnya tidak ikut terkontaminasi dengan politik praktis pengisian jabatan sipil.
BACA JUGA: DPR Sebut Pembahasan RUU TNI di Hotel Bukan Kerena Dikebut
"Sejarah kelam bangsa Indonesia menunjukkan bahwa keberadaan prajurit TNI di instansi penegak hukum, yaitu Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung, telah meruntuhkan penegakan hukum di Indonesia. Hukum menjadi alat yang tunduk pada perintah atasan dan loyal pada keinginan komandan, bukan pada kebenaran," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Badan Geologi Pantau Ketat 127 Gunung Api Aktif di Indonesia
- Libur Nataru, KLH Prediksi Sampah Nasional Naik 59 Ribu Ton
- Lebih dari 4 Juta Senjata Beredar, Australia Luncurkan Buyback Nasion
- KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT di Kalimantan Selatan
- Kakak Sulung Berpulang, Unggahan Atalia Praratya Mengharukan
Advertisement
Advertisement
Sate Klathak Mbah Sukarjo Hadirkan Kuliner Khas di Pusat Kota
Advertisement
Berita Populer
- BNPB: Banjir Bandang Guci Tegal Belum Ada Korban Jiwa
- Muhammadiyah Bantul Himpun Infak Jumat Bantu Bencana Sumatera
- Pengurus Wushu DIY Dilantik, Fokus Taolu dan Sanda
- Satpol PP DIY Petakan Titik Rawan Natal dan Tahun Baru
- Trans Jogja Operasikan 15 Jalur, Pembayaran Nontunai
- Top Ten News Harianjogja.com Minggu 21 Desember 2025
- Persib vs Bhayangkara FC: Adu Kuat di GBLA
Advertisement
Advertisement




