Advertisement

Maulid Nabi Muhamamd SAW: Sejarah, Pengertian, dan Tradisi

M. Hilal Eka Saputra Harahap & Ujang Hasanudin
Senin, 16 September 2024 - 08:07 WIB
Ujang Hasanudin
Maulid Nabi Muhamamd SAW: Sejarah, Pengertian, dan Tradisi Gamelan dibunyikan di kompleks Masjid Gedhe Jogja dalam rangkaian Hajad Dalem Sekaten untuk memperingati Maulid Nabi Muhamamd SAW - Harian Jogja - Lugas Subarkah

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Hari Ini, Senin 16 September 2024 Masehi bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah merupakan hari kelahiran Nabi Muhamamd SAW yang diperingati setiap tahun oleh sebagian besar umat Islam di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Tradisi ini telah menjadi salah satu momen penting bagi umat Islam di berbagai belahan dunia untuk mengenang kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW.

Advertisement

Maulid atau miladdalam bahasa Arab berarti kelahiran. Tradisi perayaan Maulid Nabi muncul di kalangan umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

Peringatan ini tidak hanya sekadar memperingati hari lahir, tetapi juga momentum untuk mengingat kembali perjalanan hidup, perjuangan, dan akhlak Rasulullah sebagai panutan bagi umat Islam.

Perayaan ini memperkuat persaudaraan muslim dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada 2024, Maulid Nabi jatuh pada Senin, 16 September, dan umat muslim di seluruh dunia mulai bersiap menyambutnya. Mari mengenal lebih jauh tentang pengertian dan sejarah Maulid Nabi dalam Islam.

Pengertian Maulid Nabi

Secara pengertian, kata "Maulid" dalam bahasa Arab berasal dari "Milad" yang berarti hari lahir, sementara "Nabi" merujuk pada Nabi Muhammad SAW.

Maulid Nabi merupakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang terjadi pada 12 Rabiul Awal tahun 571 Masehi, dikenal sebagai tahun gajah.

Bagi umat Islam, peringatan Maulid Nabi merupakan wujud penghormatan atas kebesaran dan keteladanan Nabi Muhammad SAW, yang dilakukan melalui berbagai kegiatan keagamaan.

BACA JUGA: Hajad Dalem Sekaten, Mengenal Sejarah Sepasang Gamelan Gangsa Sekati

Di Indonesia, Maulid Nabi umumnya diperingati dengan acara seperti pembacaan manaqib Nabi, pengajian, dan shalawat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Sejarah Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dimulai di era kekhalifahan Fatimiyah di Mesir pada abad ke-11. Dinasti Fatimiyah, yang beraliran Syiah, memprakarsai perayaan ini sebagai bagian dari kegiatan keagamaan mereka. Pada awalnya, perayaan ini lebih bersifat privat dan diadakan dalam kalangan istana sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan terhadap kelahiran Nabi. Kemudian menyebar ke daerah lainnya.

Terdapat berbagai pendapat mengenai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebagian berpendapat bahwa tradisi ini sudah ada sejak tahun kedua hijriah, sementara yang lain meyakini bahwa peringatan tersebut telah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Dalam buku Sejarah Maulid Nabi karya Ahmad Tsauri, dijelaskan bahwa perayaan Maulid Nabi SAW telah dilakukan oleh umat muslim sejak tahun kedua Hijriah. Disebutkan bahwa hal tersebut dicatat dalam kitab Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa karya Nuruddin.

Pendapat lain menyebutkan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah tokoh pertama yang mengadakan perayaan Maulid Nabi.

Pada masa itu, Perang Salib tengah berlangsung, di mana pasukan Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid Al-Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu terpecah dan mulai kehilangan semangat untuk berjihad membela agama dalam Perang Salib.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam yang mulai padam harus dibangkitkan kembali, salah satunya dengan memperkuat kecintaan kepada Nabi melalui perayaan Maulid Nabi. Tradisi ini pun dimulai pada bulan Rabiul Awal dan berlanjut hingga kini.

Tradisi

Peringatan Maulid Nabi SAW dilakukan dengan berbagai cara dan ekspresi. Di masyarakat Jawa, Maulid Nabi dirayakan dengan membaca manakib Nabi SAW, mebaca kitab Barzanji, Simthud Durar, Diba’, Syaroful Anam, Burdah, dan lainnya.

Selesai itu, biasanya masyarakat menyantap makanan bersama-sama yang disediakan secara gotong royong oleh warga.

Masyarakat Muslim tidak hanya bergembira merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tapi juga bersyukur atas teladan, jalan hidup dan tuntunan yang dibawa oleh beliau.

Di sejumlah tempat, seperti di keraton-keraton di Jawa, peringatan Maulid Nabi biasa disebut dengan Grebeg Mulud. Grebeg Mulud di Jogja akan diselenggarakan apda 16 September 2024.

Sebelum Grebeg Maulud ini digelar, Keraton Ngayogyakarta hadiningrat menggelar prosesi awalan mulai dari Miyos Gangsa, Numplak Wajik, dan Kondur Gangsa.

Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi mengatakan ada tujuh gunungan yang dibuat para abdi dalem dalam Grebeg Maulud. Gunungan tersebut terdiri dari lima jenis gunungan yang berisikan hasil bumi, wajik, dan rengginang. Sedangkan kelima jenis gunungan ini di antaranya Gunungan Kakung, Gunungan Putri, Gunungan Gepak, Gunungan Darat dan Gunungan Pawuhan.

Gunungan tersebut sebagai lambang pemberian sang raja kepada rakyatnya. Selain itu gunungan juga merupakan wujud syukur melalui uba rampe gunungan untuk kemudian dibagikan ke masyarakat luas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Didukung Danais, Watu Gendong Ramai Dikunjungi Wisatawan

Jogja
| Kamis, 03 Oktober 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Jogja lewat Diorama

Wisata
| Rabu, 02 Oktober 2024, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement