Advertisement

Promo November

Pemanasan Global Picu Frekuensi Cuaca Ekstrem di Lautan Indonesia, Ini Akibatnya

Reyhan Fernanda Fajarihza
Rabu, 15 November 2023 - 22:07 WIB
Mediani Dyah Natalia
Pemanasan Global Picu Frekuensi Cuaca Ekstrem di Lautan Indonesia, Ini Akibatnya Ilustrasi gelombang di pantai. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA–Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan pemanasan global telah memicu intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem di Indonesia, tak terkecuali di lautan. Akibatnya, dapat terjadi kecelakaan kapal hingga mengganggu kestabilan anjungan migas offshore.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaeman mengatakan hal itu juga terjadi sebaliknya, sehingga terjadi umpan balik yang merupakan salah satu ciri khas fenomena cuaca nonlinier.

Advertisement

Baca Juga: Tak Pernah Sepanas Ini, Suhu Permukaan Laut Meningkat Sejak Maret

“Cuaca ekstrem di laut memicu rouge wave, yang merupakan interaksi nonlinier beberapa gelombang. Gelombang ini belum bisa diprediksi dan menjadi perhatian nelayan. Penelitian ini memerlukan observasi insitu terkait pemasangan observasi laut dengan memanfaatkan rig pengeboran yang sudah tidak beroperasi,” kata Albertus dalam keterangannya, Rabu (15/11/2023).

Menurutnya, pemahamanan yang lebih baik mengenai cuaca ekstrem sangat berguna untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana hidrometeorologi dan perubahan iklim.

Baca Juga: Waspada! Bibit Siklon Tropis 99W di Laut China Selatan Bisa Pengaruhi Cuaca di Indonesia

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Oseoanografi BRIN Widodo Setiyo Pranowo menyatakan parameter cuaca dan hidrodinamika di laut yang saling berhubungan adalah angin, arus laut, dan gelombang laut.  “Pola angin monsun membangkitkan arus dan gelombang di permukaan laut. Hubungan korelatifnya mengakibatkan semakin kencangnya angin, maka kecepatan arus dan ketinggian gelombang bisa semakin meningkat,” paparnya.

Dia melanjutkan bahwa secara natural, Benua Maritim Indonesia seakan memiliki shield atau pelindung dari lintasan angin siklon tropis, yang secara maya berada di lintang 5 derajat utara dan di lintang 10 derajat selatan. 

“Siklon tropis mampu menghasilkan tinggi gelombang ekstrem. Namun, dalam satu-dua dekade terkini, gelombang ekstrem beberapa kali menjalar menembus shield tersebut,” tuturnya. 

Baca Juga: Hanyut di Lautan, Alat Pendeteksi Cuaca Ditemukan Nelayan

Widodo menambahkan gelombang ekstrem di laut dapat mengakibatkan kecelakaan kapal, dan dapat pula mengganggu kestabilan platform atau anjungan migas offshore. Itu sebabnya, dia menekankan data informasi historis, pemantauan time series dari angin, arus, dan gelombang laut sangat penting untuk dikompilasi, agar dapat digunakan untuk meramalkan kondisinya untuk 7 hingga 14 hari ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Awasi Masa Tenang, Bawaslu Siagakan Semua Petugas Pengawas

Jogja
| Jum'at, 22 November 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement