Advertisement
Didukung Jerman, BPDLH Dampingi Petani Hutan DIY untuk Peroleh Sertifikasi Karbon
Diskusi terkait pembangunan ekonomi inklusif pada masyarakat sekitar hutan. Pertemuan ini memunculkan wacana sertifikasi karbon untuk petani hutan di DIY. - Istimewa.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 terkait persiapan pelaksanaan bursa karbon Indonesia. Hal ini butuh sinergi pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk pelaku perdagangan karbon di level masyarakat.
Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) berkomitmen untuk mendukung upaya penguatan kelompok Masyarakat sebagai pelaku dan penerima manfaat atas hasil perdagangan karbon. Salah satunya rencana memberikan pendampingan kepada kelompok petani hutan di DIY untuk mendapatkan sertifikasi karbon yang bisa dijual kepada pihak lain.
Advertisement
BACA JUGA : Menteri ESDM Dorong Ketentuan Penyimpanan Karbon Lintas Negara
“Berkenaan dengan hal tersebut, kami sudah menyelenggarakan dialog pemangku kepentingan dalam mendukung pengembangan investasi pendanaan dan penguatan bisnis karbon di level masyarakat dalam bentuk Kolaborasi pembangunan ekonomi inklusif pada masyarakat sekitar hutan pada 23-25 Agustus 2023 lalu di Jogja,” kata Direktur Utama BPDLH Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto dalam rilisnya, Senin (28/8/2023).
Dalam kesempatan itu dilakukan kunjungan ke sejumlah kelompok tani hutan dan pelaku ekowisata di Gunungkidul dan Kulonprogo. Kegiatan didukung oleh Pemerintah Jerman melalui Kementerian Kerjasama Ekonomi Pembangunan atau German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ) melalui GIZ Domestic Resource Mobilization (DRM) 2.0, GGGI, UNDP.
Hasil kunjungan itu sekaligus akan melakukan rencana aksi memberikan pendampingan petani hutan di DIY untuk mendapatkan sertifikasi karbon. Mengingat hutan di DIY memiliki potensi untuk disertifikasi karbon.
“Kerja sama dengan Kadin untuk membeli sertifikat karbon yang dihasilkan oleh kelompok tani sekitar hutan. Selama ini beberapa perusahaan membeli sertifikat karbon dari luar negri salah satunya dari Pakistan dengan harga cukup tinggi per ton karbon. Ke depan perusahaan membeli dari kelompok usaha tani kehutanan di wilayah DIY,” katanya.
Sinergi juga perlu dilakukan dengan Kementerian LHK, Kemenparekraf, Kemendes PDTT, Mitra Pembangunan, kelompok masyarakat dan sektor swasta. Tujuannya untuk berkontribusi positif dalam mengembangkan mekanisme perdagangan karbon yang inklusif dan berkelanjutan serta membantu memperkuat secara ekonomi dan sosial bagi kelompok masyarakat sekitar hutan.
BACA JUGA : Awasi Emisi Industri, Kemenperin Bentuk Tim Inspeksi Kualitas Udara
Mitra pembangunan seperti GIZ, UNDP, GGGI, TAF menurutnya sangat mendukung kerja sama dalam bentuk penguatan kapasitas kelompok dalam pemasaran produk secara digital, pengembangan infrastruktur ekowisata. Kemudian persiapan sertifikat karbon bagi kelompok tani hutan, match making antara produk kelompok tani dengan private sektor seperti group Obelix, group Heha dan dukungan aspek pembiayaan dari lembaga keuangan
“Ada indikatornya untuk mendapatkan sertifikasi misalnya jenis tanaman, cara pengelolaan seperti apa,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Peringatan Hakordia di Malioboro, Trayek Trans Jogja Dialihkan
Advertisement
Sejarah Candi Cetho di Lereng Gunung Lawu yang Sarat Makna
Advertisement
Berita Populer
- 119 Juta Orang Diprediksi Bepergian Saat Natal-Tahun Baru
- Rakor ATR/BPN Tegaskan Penguatan Pencegahan Tindak Pidana Pertanahan
- MU Gagal Menang, Amorim Frustasi Seusai Ditahan West Ham
- Bandara YIA Tambah Rute Baru, Jogja Genjot Daya Saing Wisata
- Ini Manfaat Wijen bagi Kesehatan Tulang
- Anugerah Kebudayaan Sleman 2025 Apresiasi Enam Seniman Lokal
- Supermoon Penutup 2025 Malam Ini, Ada Fenomena Halo di Langit Jogja
Advertisement
Advertisement



