Advertisement

Rainbow Valley, 'Kuburan' Para Pendaki Gunung Everest

Arlina Laras
Kamis, 01 Juni 2023 - 10:47 WIB
Jumali
Rainbow Valley, 'Kuburan' Para Pendaki Gunung Everest Rainbow Valley - Marvel Adventure

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Gunung Everest sangatlah terkenal lantaran dijuluki sebagai gunung tertinggi di dunia.

BACA JUGA: Pendaki Temukan Fakta Tak Biasa di Puncak Gunung Everest

Advertisement

Namun, nyatanya Rainbow Valley menjadi sisi gelap yang mengingatkan kita akan bahayanya pendakian puncak Everest.

Meskipun memiliki nama yang terdengar menggemaskan, Rainbow Valley telah menjadi tempat berbagai tragedi yang menelan banyak korban.

Lokasinya yang terletak di lereng utara Gunung Everest, di atas ketinggian 8.000 meter, area ini dipenuhi oleh jasad pendaki yang tidak berhasil mencapai puncak atau mengalami kecelakaan fatal selama pendakian.

Nama Rainbow Valley sendiri memiliki makna yang spesifik, karena jaket-jaket warna-warni yang dikenakan oleh para korban yang kehilangan nyawa mereka di gunung tersebut. Warna-warna pelangi - merah, hijau, dan biru - terlihat dari bawah salju dalam bentuk pakaian down suit.

Mayat-mayat pendaki ini banyak dibiarkan tergeletak di sepanjang trek karena terlalu sulit untuk membawanya turun. Terlalu berbahaya bagi tim penyelamat untuk membawa jasad-jasad tersebut ke bawah karena medan yang terjal dan licin.

Melansir dari Marvel Adventure, walaupun jalur pendakian ini berbahaya, sempit, berlapis es, dan licin, menjadikan setiap menit menjadi situasi hidup atau mati, akan tetapi ini menjadi jalur utama, di mana para pendaki di Gunung Everest sendiri pun memiliki tidak memiliki pilihan.

Pendaki yang sudah kelelahan biasanya merenggang nyawa di sini. Tak sedikit pula yang memaksakan naik sampai akhirnya dia harus meninggal.

Mengutip Alanarnette, sejak 1953, tercatat hanya tiga tahun "atap dunia" ini tak memakan korban, yakni pada 1965, 1971, dan 1985.

Sementara itu, dalam 100 tahun sejarah pendakian Gunung Everest, tercatat ada lima momen kecelakaan paling tragis yang terjadi di sana.

Pertama, pada 1970, saat enam Sherpa atau satu suku bangsa di Nepal dan Tibet yang hidup di lereng-lereng pegunungan Himalaya yang tewas dalam longsor gletser di area Khumbu Icefall. Kedua, enam orang pendaki asal Prancis tewas juga dalam longsor salju di area West Ridge Direct pada 1974.

Ketiga, pada tahun 1996, saat 12 orang tewas dalam badai salju. Keempat, pada tahun 2014, sebanyak 16 sherpa tewas dalam longsor gletser di Khumbu Icefall.

Dan kelima, pada 2015, saat 22 orang tewas saat longsor salju dari Pumori ke Base Camp yang dipicu oleh gempa Nepal.

Menariknya, saat ini Rainbow Valley digunakan oleh para pendaki sebagai panduan dalam perjalanan mereka menuju puncak Everest.

Meskipun ada jasad-jasad pendaki yang terdapat di sana, mereka tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap karena kondisi dingin yang ekstrem di Pegunungan Himalaya mencegah jasad-jasad tersebut mengalami pembusukan yang lengkap.

Lingkungan di sekitar Rainbow Valley sangatlah ekstrem, dengan kondisi cuaca yang mendekati titik mati. Suhu yang berada di bawah nol derajat dan tingkat oksigen yang sangat rendah membuatnya hampir tidak mungkin bagi makhluk hidup untuk bertahan di sana.

Oleh karena itu, banyak mayat yang tidak bisa dievakuasi dan terlihat seperti membeku dalam keabadian.
Penyebab Tewasnya Para Pendaki

Sampai saat ini, masih banyak jasad yang terjatuh di sepanjang Rainbow Valley.

Mengutip dari Globo Treks, biasanya pendaki yang mencapai ketinggian 8.000 kaki, mereka berisiko terkena penyakit gunung akut (acute mountain sickness).

Gejala penyakit gunung akut meliputi sakit kepala parah, mual, muntah, kelelahan, pusing, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, dan kesulitan bernapas.

Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya oksigen yang cukup di udara yang tipis pada ketinggian tersebut. Gejalanya meliputi sakit kepala parah, mual, muntah, kelelahan, pusing, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, dan kesulitan bernapas.

Gejala ini dapat muncul dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah mencapai ketinggian tertentu, tergantung pada sensitivitas individu.

Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit gunung akut dapat menjadi lebih parah dan berpotensi mengancam jiwa, seperti terjadinya edema paru (penumpukan cairan di paru-paru) atau edema serebral (penumpukan cairan di otak).

Ketinggian yang semakin tinggi menyebabkan tekanan barometrik udara menurun, sehingga oksigen menjadi semakin jarang. Akibatnya, organ-organ tubuh mulai mengalami gangguan.

(Sumber: Bisnis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Korban Apartemen Malioboro City yang Laporkan Pengembang Ke Polda DIY Bertambah

Jogja
| Selasa, 19 Maret 2024, 13:37 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement