Advertisement
Tiga Produk yang Wajib Punya Sertifikat Halal Tahun Depan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama akan memberikan sanksi kepada para pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikat halal pada 2024.
"Oleh karena itu, sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal produknya," ujar Kepala BPJPH Kemenag Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (7/1/2023).
Advertisement
Aqil mengatakan masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 beserta turunannya, ada tiga kelompok produk yang harus bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut.
Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
"Tiga kelompok produk ini harus sudah bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024. Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya," kata dia.
Aqil menjelaskan sanksi yang akan diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. "Ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021," ujarnya.
Saat ini, kata Aqil, BPJPH sedang membuka fasilitasi Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) untuk satu juta produk Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
"Ini harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Sehati ini kita buka sepanjang tahun bagi UMK yang mengajukan sertifikasi dengan mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare)," ujarnya.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Siti Aminah meminta para pelaku usaha yang ingin mendaftar Sehati 2023 untuk segera mengakses ptsp.halal.go.id.
Syarat-syarat pendaftaran Sehati 2023 mengacu pada Keputusan Kepala BPJPH (Kepkaban) Nomor 150 Tahun 2022, antara lain produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya.
Kemudian, proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana, memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) maksimal Rp500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri, memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antaranews
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Puluhan Ribu Warga Turki Turun ke Jalan, Tuntut Erdogan Mundur
- Hidup Jadi Tenang di 9 Negara yang Tak Punya Utang
- Menkeu Purbaya Jamin Bunga Ringan untuk Pinjaman Kopdes ke Himbara
- Ini Duduk Perkara Temuan BPK Soal Proyek Tol CMNP yang Menyeret Anak Jusuf Hamka
- PT PMT Disegel KLH, Diduga Sumber Cemaran Zat Radioaktif
Advertisement
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Kematian Mahasiswa Unnes saat Demo di Semarang Sedang Diinvestigasi
- 7 Jenazah Korban Kecelakaan Bus RS Bina Sehat Dimakamkan di Jember
- Daftar 10 Negara yang Menolak Palestina Merdeka
- Polisi Selidiki Penyebab Kecelakaan Maut Bus Rombongan Rumah Sakit Bina Sehat
- Polisi Peru Tangkap Komplotan Pembunuh Diplomat Indonesia Zetro Purba
- Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus DJKA
- Hubungan Venezuela-AS Memanas, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement