Advertisement

Promo Desember

Warisan Pemberantasan Korupsi Jokowi: Amputasi KPK hingga Pangkas Hukuman Koruptor

Setyo Aji Harjanto
Selasa, 06 Desember 2022 - 21:47 WIB
Bhekti Suryani
Warisan Pemberantasan Korupsi Jokowi: Amputasi KPK hingga Pangkas Hukuman Koruptor Presiden Jokowi memberikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/12/2022). - Dok. Youtube Setpres RI.

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA– DPR baru saja mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Salah satu pasal yang jadi sorotan adalah berkurangnya hukuman bagi koruptor.

Pasal tentang tindak pida korupsi di RKUHP ini menambah daftar praktik 'pelemahan' pemberantasan korupsi dari sisi aturan, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Advertisement

Jauh sebelum RKUHP DPR dan pemerintah sepakat untuk merevisi UU KPK. Bukannya makin bagus, sejumlah pasal justru mengamputasi kewenangan lembaga antirasuah.

Banyak pakar hingga pegawai KPK yang menilai UU No.19 tahun 2019 justru melemahkan kerja lembaga antirasuah. Demo besar-besaran pun sempat terjadi pada medio Oktober 2019. 

BACA JUGA: Hari Kedua Sosialisasi Tol Jogja-YIA, Keberatan Warga soal Masjid dan Makam Masih Muncul

Hal ini lantaran banyaknya pasal yang dinilai melemahkan kerja pemberantasan korupsi KPK. Mulai dari jalur proses penindakan yang semakin panjang, kehadiran Dewan Pengawas, hingga perubahan status pegawai menjadi PNS yang berujung pada 'diusirnya' puluhan pegawai dari KPK.

Meski demikian, tak sedikit pula pihak yang mengklaim bahwa revisi UU KPK menguatkan lembaga antirasuah.

Selang beberapa tahun, tepatnya pada 2022, RKUHP disahkan. Terdapat sejumlah pasal yang dianggap bermasalah, salah satunya terkait pemberantasan korupsi.

Pada Pasal 603 dan 604 RKUHP disebutkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara, mendapat hukuman paling singkat selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.

"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau  pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 tahun," bunyi pasal 603 seperti dikutip dalam naskah terbaru RKUHP, Selasa (6/12/2022).

Pidana penjara bagi koruptor itu lebih rendah dari yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada UU Tipikor, koruptor diganjar pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. 

Pelaku tindak pidana korupsi pada pasal 603 RKUHP juga dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Kategori VI atau Rp2 miliar. Denda ini berkurang dari pasal 2 UU Tipikor yakni paling sedikit Rp200 juta.

Sementara itu, bagi pelaku tindak pidana suap, tak banyak perubahan dibanding UU Tipikor. Pada Pasal 605 diatur bagi pelaku tindak pidana suap hukuman pidana masih sama yakni paling singkat 1 tahun dan paling lama 5  tahun.

Namun, pidana denda mengalami kenaikan. Pada pasal 605 pelaku suap paling sedikit dikenakan denda kategori III atau Rp50 juta dan maksimal kategori V atau Rp500 juta.

Sementara itu, pada Pasal 5 UU Nomor 20/2001 dikatakan bahwa pemberi suap dapat didenda paling banyak Rp250 juta.

Adapun, aturan tersebut pada RKUHP nantinya akan menjadi acuan dalam pemidanaan pelaku korupsi.

Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) merupakan langkah nyata bagi reformasi hukum pidana di Tanah Air.

Untuk diketahui, RUU KUHP telah disahkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 yang telah diselenggarakan hari ini, Selasa (6/12/2022) di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI).

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani menilai, bahwa KUHP yang disahkan akan menyempurnakan tata regulasi hukum pidana Indonesia yang dicapai melalui konsolidasi ketentuan pidana dalam berbagai undang-undang sektoral.

“KUHP ini dapat mencegah disparitas pidana antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya. Sehingga pengesahan RUU KUHP menjadi UU adalah langkah nyata reformasi hukum pidana Indonesia,” ujarnya, Selasa (6/12/2022).

Tonggak Sejarah
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Hiariej menyampaikan, bahwa pengesahan RUU KUHP menjadi tonggak sejarah baru Indonesia karena untuk pertama kalinya Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidana murni buatan bangsa Indonesia.

“Hari bersejarah bagi Indonesia karena kita memiliki KUHP baru buatan bangsa sendiri yang tentunya memiliki paradigma Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” tuturnya.

Di sisi lain, tenaga ahli pemerintah Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan mengenai aspek pemberlakuan dan sosialisasi dari KUHP yang akan dilaksanakan pemerintah.

Menurutnya, selama tiga tahun ini, mereka sebagai tim tenaga ahli dan pemerintah melakukan upaya yang luar biasa, terutama melalui sosialisasi kepada masyarakat dan yang tadi disampaikan anggota DPR pada sidang paripurna, yakni melakukan pelatihan bagi aparat penegak hukum mengenai makna, esensi, dan filosofi dari RUU KUHP.

“Kami meminta dukungan kepada seluruh masyarakat untuk bisa mensosialisasikan isi-isi dari KUHP ini ke depannya dan juga mendapatkan manfaat yang besar untuk masyarakat Indonesia yang sangat heterogen ini.” pungkas Harkristuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Berduel Malam Ini, Berikut Susunan Pemain Persija vs PSS Sleman

Sleman
| Sabtu, 21 Desember 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 10:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement