Advertisement

Bupati Langkat di Pusaran Suap dan Perbudakan Manusia

Nanda Fahriza Batubara
Selasa, 25 Januari 2022 - 10:47 WIB
Budi Cahyana
Bupati Langkat di Pusaran Suap dan Perbudakan Manusia Sejumlah lelaki dikurung dalam kerangkeng yang berada di belakang rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, belum lama ini. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, LANGKAT - Setelah terjerat kasus suap, Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana diduga melakukan perbudakan terhadap puluhan orang. Setidaknya terdapat 40 lelaki yang diduga diperbudak oleh Cana dengan menggunakan modus panti rehabilitasi narkoba.

Alih-alih disembuhkan, mereka diduga dipekerjakan oleh Cana untuk memanen kebun sawit miliknya. Selain tidak digaji, mereka disebut-sebut juga disiksa dan ditahan di dalam suatu kerangkeng besi. Lokasi "penjara" ini berada di belakang rumah pribadi Cana di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

Advertisement

Dugaan perbudakan manusia di zaman modern ini diungkap oleh Migrant Care, lembaga swadaya masyarakat yang fokus berkecimpung pada isu-isu buruh migran.

Dugaan ini juga telah dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM, Jakarta, Senin (24/1/2021).

Menurut Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah, dugaan perbudakan ini terungkap saat petugas Komisioner Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak Cana terkait kasus suap beberapa waktu lalu.

Di belakang rumah Cana, yang juga menjabat ketua Ormas di Kabupaten Langkat, terdapat dua unit sel menyerupai kerangkeng yang terbuat dari besi.

Bentuk kerangkeng tersebut nyaris menyerupai penjara lengkap dengan gembok. Setidaknya terdapat 40 orang yang dikurung dalamnya.

"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka. Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," kata Anis.

Menurut Anis, mereka akan kembali dikurung di kerangkeng setelah siap bekerja. Di tempat itu, para pekerja paksa ini tidak memiliki akses komunikasi dan terisolir dari dunia luar.

"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," kata Anis.

Jika terbukti, lanjut Anis, Cana telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus prinsip-prinsip pekerjaan layak berbasis HAM sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 serta Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang perdagangan manusia.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya bakal menerjunkan tim untuk menginvestigasi laporan soal perbudakan manusia oleh Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana.

Jika menemukan indikasi, maka Komnas HAM akan lanjut melaporkannya ke Kepolisian.

"Kami segera mengirim tim untuk menginvestigasi," kata Taufan kepada Bisnis.

Kapolda Sumatra Utara Irjen Pol R.Z. Panca Putra Simanjuntak membenarkan terdapat kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin alias Cana.

Bahkan, Panca melihat langsung keberadaan tempat itu saat membantu KPK menggelar operasi.

Menurutnya, kerangkeng itu dipergunakan Cana untuk mengurung sejumlah orang yang mengalami kecanduan narkoba.

Dengan kata lain, tempat itu digunakan sebagai panti rehabilitasi. Walau begitu, menurut Panca, Cana tidak mengantongi izin. Tempat itu sendiri sudah dioperasikan Cana lebih dari 10 tahun.

Saat di lokasi, Panca mengaku melihat 3-4 orang berada di dalam sel. Sebagian lagi sedang bekerja di kebun.

"Dan dari hasil pendalaman kami, memang itu adalah tempat rehabilitasi yang dibuat oleh yang bersangkutan secara pribadi dan sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban-korban narkoba," kata Panca.

Kendati sudah beroperasi selama lebih dari 10 tahun, kaya Panca, Cana belum mengantongi izin sebagai panti rehabilitasi pencandu narkoba.

"Itu pribadi. Belum ada izinnya," kata Panca.

Menurut Panca, selama ini panti rehabilitasi yang dikelola Cana bekerja sama dengan Puskesmas dan Dinas Kesehatan Pemkab Langkat. Selain itu, mantan penghuni panti yang sudah sembuh akan dipekerjakan Cana kembali untuk membantunya.

Soal keberadaan tempat yang disebut panti rehabilitasi ini, Panca mengaku sudah berkoodinasi dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatra Utara untuk membantu Cana mengantongi izin.

Sebab, menurutnya, Sumatra Utara membutuhkan banyak panti rehabilitas untuk membendung jumlah penyalah guna narkoba.

"Yang begini-begini harus terus. Kita tahu Sumatra Utara nomor satu, kita harus tumbuh kembangkan tempat-tempat rehabilitasi swasta, karena pemerintah tidak mampu. Jadi swasta atau pribadi yang tentunya harus legal," kata dia.

Lebih lanjut, Panca mempersilakan pihak yang hendak melaporkan dugaan praktik perbudakan manusia ini.

"Tidak apa-apa, silakan. Bukan tidak apa-apa ya, kita dalami. Tapi saya sampaikan berdasar hasil pemeriksaan saya ketika melakukan penangkapan kemarin," katanya.

Panca tidak menampik terdapat penghuni kerangkeng yang mengalami lebam. Namun, dia membantah terjadi aksi penganiayaan di tempat itu. Menurutnya, luka yang dialami seorang penghuni lantaran melawan saat pertama kali dibawa ke tempat rehabilitasi ilegal tersebut.

"Tidak ada, tidak ada (penganiayaan). Luka-luka itu saya tanya, ini masih terus berproses, anak-anak masih memeriksa, ini kami dalami terus," kata Panca.

"Tapi kemarin itu saya tanya masalahnya kok bisa dia agak memar-memar itu, saya tanya ke anggota yang di lapangan, itu akibat dari dia biasanya melawan, kemarin itu melawan, seperti itu dan dia baru masuk dua hari," sambungnya.

Terpisah, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi terlihat heran saat ditanya tentang dugaan perbudakan manusia yang dilakukan Cana. Edy mengaku belum mendengar perihal dugaan itu.

"Untuk apa di rumahnya ada kerangkeng?" tanya Edy.

Edy tak ingin berkomentar panjang mengenai dugaan praktik perbudakan ini. Namun jika benar terdapat kerangkeng untuk mengurung orang di rumah pribadi Cana, kata Edy, hal itu tentu menyalahi aturan.

"Saya cek dulu. Yang pastinya, kalau itu untuk menghakimi orang kan tidak boleh. Penjara saja, sebelum putusan hakim inkrah, tak boleh menahan orang di kerangkeng. Itu yang sah, apalagi di rumah ada kerangkeng," ujar Edy.

Seperti diketahui, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap empat orang di suatu warung kopi di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Selasa (18/1/2022) malam.

Pada operasi itu, petugas mendapati uang tunai senilai Rp786 juta rupiah. Uang itu berasal dari Muara Perangin-angin, seorang kontraktor yang disebut-sebut mengerjakan proyek senilai total Rp4,3 miliar di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Pemkab Langkat.

Muara berniat memberi uang ratusan juta rupiah itu sebagai fee untuk Cana. Dalam proses penyerahan, Muara akan menjumpai tiga orang kepercayaan Cana yang sudah menunggu di suatu tempat.

Mereka adalah Marcos Surya Abadi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra. Di antaranya merupakan kader ormas yang dipimpin Cana.

Sebelum transaksi terjadi, petugas KPK ternyata sudah memeroleh informasi dari seseorang. Oleh sebab itulah mereka bahkan telah membuntuti Muara saat mengambil uang dari bank.

Setelah menciduk Muara beserta tiga orang lainnya di warung kopi, petugas KPK langsung menyambangi kediaman pribadi Cana beserta abang kandungnya, Iskandar PA.

Akan tetapi, keduanya sudah tidak ditemui di rumah masing-masing karena sudah memeroleh kabar bahwa orang suruhan mereka ditangkap KPK.

Setelah sempat kabur, Cana akhirnya menyerahkan diri ke Polres Binjai pada Rabu (19/1/2022) sore. Sedangkan Iskandar mengikuti jejak adiknya itu dan sepakat menyerahkan diri di Desa Padang Brahrang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Dia kemudian dijemput oleh petugas gabungan Polres Langkat dan Polda Sumatra Utara.

Iskandar sendiri merupakan abang atau kakak kandung Bupati Langkat Terbit Rencana PA alias Cana. Selama ini, Iskandar diduga memegang peran sentral untuk urusan proyek-proyek di kabupaten itu.

Dia disebut-sebut bertugas menentukan siapa saja pemenang tender atau penunjukan langsung proyek berkat kuasa Cana. Selain itu, Iskandar selama ini juga menjabat seorang kepala desa.

Dalam menjalankan aksinya, Cana dan Iskandar diduga mematok fee 15-16 persen untuk tiap proyek.

Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Cana memerintahkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Pemkab Langkat Sujarno dan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Dinas PUPR Pemkab Langkat Suhardi agar selalu berkoordinasi dengan Iskandar untuk menentukan pemenang tender-tender proyek.

Pada kasus ini, KPK sebenarnya sempat turut memboyong Sujarno, Suhardi dan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Pemkab Langkat Deni Turio. Namun ketiganya tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Walau begitu, KPK menduga Cana dan komplotannya bukan kali ini saja beraksi.

"Diduga pula ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh tersangka TRP melalui tersangka ISK dari berbagai rekanan dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Ghufron saat menggelar jumpa pers, Kamis (20/1/2022) dini hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Layanan SIM Keliling Gunungkidul Rabu 30 Oktober 2024

Gunungkidul
| Rabu, 30 Oktober 2024, 07:27 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Makanan Ramah Vegan

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 08:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement