Galon Isi Ulang Terancam Hilang, Siapa yang Untung?
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bakal mewajibkan galon isi ulang atau galon guna ulang (GGU) mencamtumkan label mengandung Bisfenol A (BPA). Kewajiban ini diperkirakan akan mendorong peralihan ke galon sekali pakai.
Saat ini di Indonesia ada dua jenis galon yang digunakan, yakni polietilena tereftlat (PET) dan polycarbonate (PC). Galon berbahan PC yang disebut-sebut mengandung BPA, sedangkan PET bebas BPA.
Advertisement
Berdasarkan penelusuran JIBI, saat ini hanya satu perusahaan yang menggunakan galon sekali pakai (PET), yakni PT Tirta Fresindo Jaya dengan produk air minum dalam kemasan (AMDK) Le Minerale. Sisanya, Aqua, VIT, hingga Pristine menggunakan galon isi ulang atau berbahan PC.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrin, Edy Sutopo menjelaskan saat ini ada sekitar 880 juta galon isi ulang yang beredar di pasar. Nilai investasi dari produk tersebut mencapai Rp30,8 triliun. Apabila pelaku usaha dipaksa beralih ke galon sekali pakai, maka nilai investasi akan membengkak menjadi Rp51 triliun.
Edy menjelaskan, AMDK yang dikemas dalam galon mendominasi profil industri minuman. Secara pangsa pasar, 84 persen industri minuman dikuasai AMDK. Adapun, sisanya 12,4 persen dikontribusikan oleh minuman ringan lain, dan 3,6 persen dari minuman berkarbonasi.
Dari total pangsa pasar AMDK, 69 persen dikemas dalam galon guna ulang. "Di mana saat ini pelaku usahanya ada 900 unit, yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter, jadi perlu kita pikirkan kalau akan mengganti ke galon sekali pakai," ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) menolak rencana revisi Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang label pangan olahan.
Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan rencana revisi kebijakan ini bersifat diskriminatif karena hanya menyasar spesifik pada satu jenis olahan pangan, yaitu AMDK. Selain itu, menurutnya belum ada bukti saintifik yang menunjukkan bahaya penggunaan GGU dalam jangka panjang terhadap kesehatan.
"Ini tidak urgent. Kalau BPOM mau mengatur, harus mengatur semua, atas dasar keadilan dan kesetaraan," kata Rachmat dalam webinar, Kamis (2/12/2021).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Daftar Wilayah yang Nihil Permohonan Sengketa Pilkada di MK Termasuk DIY
- Pilkada Jakarta Bersih dari Gugatan Sengketa, Pramono-Rano Karno Sah Menangkan Pemilihan
- Sistem Zonasi dalam PPDB Diminta Berbasis Hak Anak
- Mantan Menkumham Yassona Laoly Dipanggil KPK sebagai Saksi
- Pemerintah Diminta Susun Peta Jalan untuk Mengatasi Masalah PPDB Zonasi
Advertisement
Pemkot Berupaya Turunkan Kesenjangan dan Kemiskinan dengan Gandeng Gendong
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Wacana Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan, Hardjuno Wiwoho: Langkah Revolusioner Pemberantasan Korupsi
- Golkar Hargai Ketidakhadiran Jokowi di Undangan HUT Partai
- ASN Singapura Terbaik di Dunia, Begini Kondisi ASN Indonesia
- Presiden Prabowo Hargai PDIP di Luar Pemerintahan
- Aktivis HAM Dokumentasikan Kejahatan Bashar al-Assad Terhadap 6.000 Petugas
- Mesin Pompa SPBU Meledak, Operator Wanita Alami Luka Bakar
- Dugaan Korupsi Rp300 Triliun: Helena Lim Bantah Tuduhan Sebagai Pengumpul Keuntungan Smelter
Advertisement
Advertisement