Advertisement
Kim Jong Un Larang Rakyatnya Cat Rambut dan Pakai Jeans Robek
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. - Reuters
Advertisement
Harianjogja.com, KOREA - Kim Jong Un dikabarkan semakin khawatir tentang pengaruh asing di Korea Utara. Kekinian, sebuah surat kabar pemerintah telah memperingatkan, lebih banyak yang harus dilakukan untuk melawan "invasi gaya hidup kapitalistik" dari Barat yang "dekaden".
Rodong Sinmun, pemimpin Partai Buruh yang berkuasa di negara itu, menulis bahwa sejarah mengajarkan pentingnya sebuah negara dapat menjadi rentan dan pada akhirnya runtuh seperti tembok lembab, terlepas dari kekuatan ekonomi dan pertahanannya jika tidak berpegang pada kekuatan sendiri, yakni gaya hidup sendiri.
Advertisement
Surat kabar itu memperingatkan kaum muda di negara pimpinan Kim Jong Un lebih cenderung dipengaruhi oleh gaya hidup kapitalisme yang "eksotis".
"Kita harus waspada bahkan pada tanda sekecil apapun dari gaya hidup kapitalistik dan berjuang untuk menyingkirkannya," tulis artikel tersebut, dilansir laman Express, Minggu (23/5/2021).
Kabarnya, Kim Jong Un telah melarang gaya rambut "non-sosialis" seperti mullet. Rambut runcing dan diwarnai juga telah dilarang.
Di bawah undang-undang yang baru, lelaki dan perempuan hanya boleh memiliki satu dari 15 potongan rambut alternatif.
Menurut Daily NK, Liga Pemuda provinsi mengeluarkan perintah tentang gaya rambut yang "pantas".
Baca juga: Sudah Bertahun-tahun, Sekolah di Bantul Putar Indonesia Raya Sebelum Pelajaran
Dokumen tersebut mengatakan, mullet dan gaya rambut tidak sah lainnya adalah "perilaku anti-sosialis" dan merupakan bagian dari "angin kuning kapitalisme".
Pakaian gaya Barat seperti jeans robek atau skinny, kaus oblong, serta tindik hidung dan bibir juga telah dilarang.
Tindakan keras terbaru ini dilakukan menyusul serangkaian tindakan baru yang diperkenalkan di Korea Utara untuk menghentikan pengaruh negara asing.
Pejabat Pyongyang di Korea Utara menindak musik pop menyusul kesuksesan band K-pop Korea Selatan seperti BTS dan Blackpink.
Salah satu situs propaganda rezim telah membandingkan musik pop dengan "perbudakan" dan mengatakan orang terikat dengan "kontrak yang sangat tidak adil".
Mereka mengatakan para seniman terikat pada kontrak yang sangat tidak adil sejak usia dini, ditahan saat pelatihan mereka, dan diperlakukan sebagai budak setelah tubuh, pikiran serta jiwa mereka dirampok oleh kepala konglomerat seni yang kejam dan korup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kolaborasi Pemkot-K24-Sarihusada Bebaskan Generasi Jogja dari Stunting
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Daftar Daerah di Jatim yang Mengalami Kenaikan Upah per 1 November
- Ekspor Sektor Ekonomi kreatif Capai Rp215 Triliun di Pertengahan 2025
- Timor Leste Akan Ditetapkan Jadi Anggota ASEAN 28 Oktober
- Ekonom UGM Sebut Kebijakan Ketenagakerjaan Tambal Sulam
- 2 Tewas dalam Penembakan Kapal Bandar Narkoba oleh Militer AS
- Presiden Kolombia Terkena Sanksi AS Gara-gara Gagal Perangi Narkoba
- Dinas Perhubungan Kota Magelang Luncurkan Angkutan Gratis bagi Pelajar
Advertisement
Advertisement



