Advertisement

Kesulitan Transportasi, Kebijakan Larangan Mudik Bikin Susah Pekerja

Rezha Hadyan
Senin, 10 Mei 2021 - 10:47 WIB
Sunartono
Kesulitan Transportasi, Kebijakan Larangan Mudik Bikin Susah Pekerja Suasana Stasiun Kota yang sepi dari penumpang di Jakarta, Jumat (10/4/2020). PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan menyesuaikan operasional kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek sejalan dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sesuai aturan PSBB, maka operasional KRL di pemerintah provinsi DKI Jakarta. Bisnis - Dedi Gunawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Malang betul nasib sejumlah pekerja yang harus pergi bekerja di tengah larangan mudik Lebaran yang berlaku pada 6-17 Mei 2021. Pasalnya, penyekatan di sejumlah titik dan pembatasan operasional angkutan umum membuat mereka kesulitan menuju ke tempat kerjanya atau kembali ke rumah.

Seperti yang dialami oleh Robby, pria yang sehari-harinya bekerja sebagai pramuniaga di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Pembatasan jam operasional KRL Commuter Line selama masa larangan mudik membuat dirinya kesulitan pulang ke rumahnya di Bojong Gede, Bogor.

Advertisement

BACA JUGA : Pemkot Jogja Kebingungan Terapkan Larangan Mudik Lokal yang Disampaikan Pusat

“KRL terakhir kan cuma sampai jam delapan malam, sedangkan mal tutup jam sembilan. Jelas saya nggak dapat kereta terakhir dong kalau giliran shift kedua. Kita udah nggak mudik ikut direpotkan juga,” katanya ketika ditemui Bisnis di Stasiun Manggarai Kamis (6/5/2021).

Untuk menyiasati persoalan tersebut, Robby berencana menumpang tinggal di indekos rekan kerjanya apabila mendapatkan giliran kerja siang hingga malam hari. Dia sebenarnya bisa saja mengendarai sepeda motor, tetapi biaya yang dikeluarkan dan risiko di perjalanan jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan KRL Commuter Line.

“Harapannya dibuat seperti sebelumnya lah. Dibuat seperti sekarang terakhir jam delapan malah jadi desak-desakan karena berebut semua takut ketinggalan [kereta]. Katanya nggak boleh berkerumun, tetapi malah aturan baru bikin orang berkerumun,” ungkapnya.

Seperti diketahui, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) membatasi operasional KRL Commuter Line selama masa larangan mudik 6-17 Mei 2021. Kereta terakhir dari Jakarta menuju kota-kota penyangga berangkat pada pukul 20.00 WIB dari sebelumnya pukul 22.00 WIB.

BACA JUGA : 4 Hari Larangan Mudik, 130.000 Kendaraan Diminta Putar Balik

Selain itu, khusus untuk jalur Tanah Abang-Rangkasbitung kereta tidak melayani perjalanan di empat stasiun, antara lain Rangkasbitung, Citeras, Maja, dan Cikoya. Kebijakan itu diambil berdasarkan perintah dari Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya.

Corporate Secretary KCI Anne Purba mengatakan selama masa larangan mudik pihaknya berkomitmen untuk menjalankan aturan dari pemerintah pusat maupun daerah mengenai pembatasan transportasi dan mobilitas masyarakat.

Walaupun demikian, bukan berarti pihaknya tak melakukan evaluasi terhadap kebijakan operasional yang dinilai merugikan banyak pengguna, terutama para pekerja di Jabodetabek.

Salah satu hasil dari evaluasi itu adalah pengoperasian kembali Stasiun Cikoya mulai Jumat (7/5/2021). Kebijakan tersebut diambil setelah mempertimbangkan aktivitas masyarakat di wilayah aglomerasi Jabodetabek dan adanya masukan dari Gubernur Banten Wahidin Halim.

"Mari dukung upaya pemerintah di berbagai wilayah untuk menangani pandemi Covid-19, gunakan KRL hanya untuk keperluan yang benar-benar mendesak. KAI Commuter memohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami para pengguna,” kata Anne Kamis (6/5/2021).

Adapun, untuk mengakomodasi pekerja pengguna KRL Commuter Line dari Stasiun Rangkasbitung, Citeras, dan Maja, sudah disiapkan bus pengumpan gratis dari Pemkab Lebak menuju Stasiun Tigaraksa. Bus itu disiapkan khusus untuk pekerja atau mereka yang memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang dikeluarkan oleh pimpinan instansinya.

Tidak hanya di Jabodetabek, pekerja yang berada di daerah ikut merasakan imbas dari larangan mudik Lebaran. Nanda, pekerja swasta di Malang, Jawa Timur mengaku harus adu argumen dengan petugas yang berjaga di salah satu pos penyekatan di perbatasan Kota Malang dan Kabupaten Malang.

BACA JUGA : Hari Kedua Larangan Mudik, Jumlah Kendaraan Diperiksa Meningkat

“Aku nggak mudik, aku kerja di Kota Malang tetapi tempat tinggal di Kabupaten Malang. KTP-ku Banyuwangi, nomor [polisi] kendaraan juga dari Banyuwangi. Dicegat disuruh putar balik, padahal pakai seragam, bawa ID-card kantor, surat juga ada, ruwet banget,” katanya kepada Bisnis Jumat (7/5/2021).

Agar kejadian yang sama tak terulang kembali, Nanda berencana untuk meminta surat keterangan dari RT tempat tinggalnya. Tentunya surat tersebut baru bisa dia urus di hari libur atau saat sedang tidak masuk kerja.

Sama dengan Nanda, Dewi pekerja asal Banyuwangi di Surabaya, Jawa Timur juga mengeluhkan hal yang sama. Tinggal tak jauh dari pos penyekatan dan menggunakan sepeda motor dengan plat nomor Banyuwangi membuat dia menjadi bulan-bulanan petugas yang berjaga.

“KTP Banyuwangi, plat nomor Banyuwangi, dipikir aku mudik Banyuwangi-Surabaya motoran. Ngomongnya juga nggak ramah, ditanya-tanya macam tersangka kasus kriminal,” ujarnya.

Apa yang dialami oleh Nanda dan Dewi berbanding terbalik dengan pernyataan Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati. Pada Kamis (7/5/2021) dia menegaskan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh petugas gabungan akan dilakukan secara tegas namun tetap humanis.

"Pengawasan pada tahun ini dilakukan di 383 titik penyekatan. Petugas gabungan di lapangan akan menerapkan aturan ini dengan tegas namun tetap humanis,” tegasnya.

Selain itu, Adita juga menegaskan bahwa pelarangan mudik bukan berarti menghentikan sepenuhnya pergerakan moda transportasi berhenti total pada masa tersebut. Dia menyebut masih ada moda transportasi yang beroperasi untuk melayani kegiatan yang dikecualikan, seperti diatur di dalam PM No. 13/2021.

Senada, Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono juga menegaskan bahwa jajarannya akan bertindak humanis dalam mengawal kebijakan pelarangan mudik. Menurutnya, Operasi Ketupat Candi 2021 yang dilakukan oleh Polri pada dasarnya adalah operasi kemanusiaan untuk menyambut Hari Raya Idulfitri.

Terkait kemarahan ratusan pekerja lantaran bus antarjemput mereka ikut terhambat di Tol Jakarta-Cikampek pada Kamis (6/5) pagi akibat penyekatan, menurut Istiono hal itu terjadi akibat kesalahpahaman petugas di lapangan.

"Ada viral video di titik Cikarang Barat. Video viral tadi adalah bagian dinamika dari pada operasi ini," kata Istiono pada Kamis (6/5).

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan masyarakat yang tinggal di luar wilayah aglomerasi dan harus bekerja di kota-besar diminta tidak khawatir selama kebijakan pelarangan mudik diberlakukan. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa pekerja termasuk dalam salah satu kategori yang dikecualikan dalam larangan tersebut.

“Kegiatan selain mudik di suatu wilayah kabupaten/kota atau aglomerasi khususnya di sektor-sektor esensial, akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apapun, demi melancarkan kegiatan sosial ekonomi daerah,” katanya Kamis (7/5/2021).

Adapun, terkait dengan pembatasan operasional KRL Commuter Line, Wiku menyebut bahwa kewenangan pengaturan soal pembatasan moda transportasi selama masa larangan mudik diluar kewenangan dari Satgas Penanganan Covid-19.

Ketidakmampuan Pemerintah

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Agus Pambagio menyebut ketidaknyamanan yang dialami oleh sejumlah pekerja di tengah larangan mudik Lebaran menggambarkan ketidakmampuan pemerintah menangani pandemi Covid-19 dengan baik. Selain masyarakat, pihak yang juga ikut dirugikan dalam hal ini adalah petugas di lapangan.

“Sudah dari awal saya katakan sulit pelarangan mudik ini, masyarakat juga sudah ada yang pergi di awal. Dari awal kebijakan pemerintah ini sudah tidak beres membuat masalah jadi berkepanjangan. Tracing dan testing itu harusnya diperbesar bukan [mengeluarkan] kebijakan yang membingungkan,” katanya.

Kemudian Agus menilai penyekatan yang dilakukan oleh petugas juga tidak efektif. Pasalnya, masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat melintas titik penyekatan tanpa melewati pemeriksaan petugas.

“Pos itu nggak dijaga penuh juga, waktu aplusan itu pos pastinya kosong. Waktu apel juga sama semua harus apel. Siang-siang terik tentunya petugas juga nggak bisa maksimal mengawasi karena mereka juga bakal kelelahan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Begini Catatan Pakar Hukum Tata Negara UGM soal Putusan MK

Sleman
| Selasa, 23 April 2024, 20:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement