Advertisement
Ada Lebih dari 1 Juta Anak di Indonesia Menikah di Bawah Umur

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh Aisha Weddings menuai banyak kecaman. Gerakan Bersama untuk penghapusan kekerasan pada anak di Indonesia (Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children atau IJF EVAC) menyayangkan dan menentang segala tindakan organisasi atau lembaga yang mempromosikan perkawinan anak.
Selina Patta Sumbung/ CEO Save the Children Indonesia sekaligus Ketua IJF EVAC mengatakan bahwa perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak.
Advertisement
“Kami ingin menekankan lagi kepada pelaku usaha, orangtua dan seluruh elemen masyarakat bahwa isu ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi perampasan hak-hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi,” tegasnya, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jumat (12/2/2021).
Baca juga: Budayawan Prie GS Meninggal Dunia, Sejumlah Tokoh Ungkapkan Duka Cita
Menurutnya, promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh Aisha Weddings merefleksikan fenomena “gunung es” perkawinan anak di Indonesia.
Berdasarkan data Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasionel (SUSENAS) tentang Perkawinan Anak tahun 2018 memperkirakan terdapat 1.220.900 anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun, menempatkan Indonesia di peringkat ke delapan di dunia dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia.
Data SUSENAS juga menjelaskan bahwa hampir semua atau 94 persen anak perempuan dan 91 persen anak laki-laki yang dikawinkan putus sekolah.
Diperkuat oleh data WHO yang diterbitkan tahun 2016, menyebutkan bahwa anak yang dikawinkan kemungkinan besar akan hamil dan melahirkan anak yang berisiko besar bagi kesehatan mereka. Komplikasi saat kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian bagi anak perempuan berusia 15-19 tahun di seluruh dunia.
Baca juga: Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek 2572, Ini Doa dari Presiden Jokowi
“Biasanya salah satu alasan keluarga menikahkan anaknya karena ekonomi. Padahal menikahkan anak bukan jalan untuk memperbaiki ekonomi. Justru menjerumuskan anak dalam kemiskinan,” jelas Sindy, salah satu anggota Children & Youth Advisory Network (CYAN) Save the Children Indonesia.
Upaya Pemerintah untuk mengakhiri perkawinan usia anak dibuktikan dengan telah direvisinya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menjadi No. 16 Tahun 2019 Republik Indonesia dinyatakan bahwa hanya mengizinkan perkawinan bagi yang sudah berusia 19 tahun keatas.
Akan tetapi, bukan berarti usaha mencegah perkawinan anak dan membantu anak-anak yang sudah terlanjur dikawinkan untuk keluar dari masalahnya, sudah selesai. Undang-undang masih mengizinkan masyarakat untuk mengajukan dispensasi jika ingin mengawinkan anaknya.
Selama Januari-Juli 2020 (tujuh bulan), Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menerima 35.441 perkara dispensasi kawin anak/orang muda di bawah 19 tahun, atau meningkat tajam dibanding 28.864 perkara yang diterima selama dua belas bulan di tahun 2019.
Merespon kontroversi iklan perkawinan anak, perkawinan siri dan poligami oleh Aisha Weddings dan mempertimbangkan bahaya-bahaya perkawinan anak, maka IJF EVAC meminta pemerintah untuk mendorong proses hukum organisasi atau lembaga yang terbukti mempromosikan perkawinan anak.
Selain itu, mendorong penerapan pasal-pasal pencabutan kuasa asuh orangtua sesuai Undang-undang Perlindungan Anak karena mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak merupakan salah satu kewajiban dan tanggung jawab orangtua (Pasal 26(1)),
Pemerintah juga perlu memperkuat pengetahuan dan kapasitas hakim di seluruh Indonesia dengan mempromosikan Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dibarengi dengan pelatihan hak anak dan kesetaraan gender.
“Koordinasi lintas sektor untuk dukungan terhadap keluarga dan anak yang rentan sebagai komponen perlindungan sosial, khususnya bantuan untuk anak-anak yang telah menjadi korban perkawinan anak,” terangnya.
Termasuk memperbanyak kampanye anti perkawinan anak di tingkat komunitas lokal serta memperkuat resiliensi anak agar anak mampu mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya tanpa ada tekanan dari orang tua, keluarga, dan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kepala Desa di Garut Gondol Dana Desa Rp700 Juta, Langsung Ditahan Kejaksaan
- Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook, Perwakilan google Penuhi Panggilan Penyidik Kejagung
- Polisi tangkap Seorang Artis Sinetron Terkait Kasus Pemerasan
- Gunung Semeru Kembali Meletus, Tinggi Letusan 1 Kilometer
- Pembubaran Kegiatan Ibadah dan Perusakan Rumah Retret di Sukabumi, Kemenag Siapkan Regulasi Rumah Doa
Advertisement

Hendak Menceburkan Diri ke Laut di Parangtritis, Warga Lansia Asal Bogor Selamat
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Buntut Putusan MK Soal Pemilu dan Pilkada, DPR Bantah Ada Perdebatan
- Serapan Anggaran Makan Bergizi Gratis Hanya 7 Persen, Ini Alasan Badan Gizi Nasional
- Pemerintah Akan Gunakan Teknologi AI untuk Pemetaan Potensi Siswa Sekolah Rakyat
- Lawatan Presiden Prabowo ke Arab Saudi untuk Bahas Kampung Haji hingga Konflik Timur Tengah
- Iran Isyaratkan Bersedia Negosiasi Nuklir Jika AS Tidak Lagi Menyerang
- Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Kepulauan Tokara Jepang
- Bahas Isu Jual-Beli Pulau Bersama Komisi II DPR RI, Menteri ATR/Kepala BPN Tegaskan Tanah di Indonesia Tidak Bisa Dimiliki Asing
Advertisement
Advertisement