Advertisement
Nasib Hong Kong Akan Ditentukan Facebook, Twitter, & Google
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Undang-undang keamanan nasional Hong Kong menempatkan raksasa teknologi global dalam dilema besar. Facebook Inc., Google dan Twitter Inc. telah menangguhkan permintaan data dari Pemerintah Hong Kong, sementara TikTok mengumumkan penarikan dari Hong Kong dalam waktu dekat.
Ada dua pilihan bagi perusahaan-perusahaan teknologi itu yakni, tunduk pada hukum yang berlaku dan membuat ketegangan semakin memanas antara Beijing dan Barat, atau menolak dan mencabut diri seperti yang dilakukan Google di China satu dekade lalu.
Advertisement
Sama seperti peristiwa yang mengguncang China daratan pada 2010, reaksi raksasa teknologi kini dapat menimbulkan dampak yang lebih luas pada masa depan Hong Kong sebagai pusat keuangan, sehingga berpotensi memicu eksodus para profesional dan bisnis.
"Google sangat penting bagi orang-orang di sini, dan jika itu terputus maka itu benar-benar sangat serius," kata Richard Harris, mantan direktur Citi Private Bank yang sekarang menjalankan Manajemen Investasi Port Shelter di Hong Kong, dilansir Bloomberg, Rabu (8/7/2020).
Selama sepekan terakhir, otoritas Hong Kong telah mulai menjelaskan bagaimana mereka akan menegakkan hukum kontroversial itu.
Pada Senin, 6 Juli 2020, pemerintah Hong Kong mengumumkan perluasan kewenangan polisi, termasuk penggeledahan tanpa surat perintah, penyitaan properti dan pengawasan online.
Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, tidak menanggapi permintaan komentar terkait perusahaan teknologi yang berhenti memproses permintaan data dari pemerintahnya. Namun, dia menampik dampak jangka panjangnya pada posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan.
"Telah ada apresiasi yang meningkat tentang efek positif dari undang-undang keamanan nasional ini, terutama dalam memulihkan stabilitas di Hong Kong sebagaimana tercermin oleh beberapa sentimen pasar dalam beberapa hari terakhir," kata Lam sehari setelah saham lokal memasuki pasar bullish.
Sementara itu, para pemimpin China tahu Hong Kong membutuhkan arus informasi yang bebas untuk menjalankan peran sebagai pusat keuangan dunia. Steve Vickers, kepala pejabat eksekutif Steve Vickers and Associates mengatakan tampaknya sejumlah birokrat yang baru diangkat akan mengawasi implementasi undang-undang itu.
"Perusahaan-perusahaan asing berada di ujung tombak di sini, terjebak di antara afinitas alami mereka dengan kebebasan informasi dan keinginan komersial mereka untuk beroperasi di pasar besar China," kata Vickers, yang juga mantan kepala Biro Intelijen Kriminal Kepolisian Kerajaan Hong Kong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Siap-Siap! Penerapan SLFF di Tol Sebelum Oktober 2024
- Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
Advertisement
Prediksi Cuaca Jogja dan Sekitarnya Sabtu 27 April 2024: Hujan Sedang di Siang Hari
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Gaji Prabowo-Gibran Saat Sudah Menjabat, Ini Rinciannya
- Iuran Pariwisata Masuk ke Tiket Pesawat, Ini Kata Menteri Pariwisata
- KASD Sebut Penggantian Istilah dari KKB ke OPM Ada Dampaknya
Advertisement
Advertisement