Advertisement
Lockdown di India Lebih Membuat Masyarakatnya Menderita

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Pengadilan Tinggi Delhi, India menyatakan penerapan lockdown di India telah menyebabkan lebih banyak penderitaan daripada pandemi Covid-19 itu sendiri.
Bench Division yang dipimpin oleh hakim Kohli dan hakim Subramonium Prasad mengatakan bahwa banyak masyarakat yang dibiarkan terlantar. Beberapa buruh migran juga harus berjalan kaki dan kembali ke tempat asal mereka.
Advertisement
“Situasi negara ini telah terpukul parah karena di-lockdown. Faktanya, banyak analis berpendapat bahwa penguncian telah menyebabkan lebih banyak penderitaan manusia daripada pandeminya sendiri,” kata mereka seperti dikutip Indo-Asian News Service (IANS), yang dilansir medindia.net, Sabtu (13/6/2020).
Pengadilan juga mencatat bahwa implementasi lockdown mengakibatkan hilangnya pekerjaan bagi banyak orang. Mereka menyebut banyak orang terpaksa berjalan cukup jauh dan berdiri dalam antrian panjang hanya untuk makan.
Tak hanya itu, disebutkan juga bahwa banyak negara saat ini telah mengurangi pembatasan yang diberlakukan sebelumnya dan kembali ke kehidupan normal.
“Untuk memastikan keseimbangan yang tepat antara penyebaran Covid-19 dan memastikan bahwa orang-orang tidak dipaksa kelaparan, pemerintah justru telah mengeluarkan perintah yang mengekang,” catat pengadilan.
IANS mencatat, pengamatan tersebut disahkan ketika pengadilan sedang mendengarkan petisi yang diajukan oleh mahasiswa hukum Arjun Aggarwal yang menentang pemerintah untuk mengendurkan lockdown di tengah pandemi Covid-19.
Aggarwal dalam permohonannya menentang pedoman pelonggaran lockdown dengan alasan bahwa pembukaan kembali secara bertahap akan mengakibatkan penyebaran Covid-19 yang merajalela di negara tersebut.
Dia mengatakan kepada pengadilan bahwa pembukaan kembali dilakukan hanya dengan pertimbangan ekonomi, sementara hal tersebut membahayakan warga terhadap penyakit menular yang hingga kini belum ada obatnya.
Namun demikian, pengadilan mengatakan bahwa petisi yang diajukan itu membuang-buang waktu yudisial yang berharga dan disebut sebagai kesalahpahaman serta dibuat hanya untuk mendapatkan publisitas.
Pengadilan mencatat bahwa rencana pembukaan kembali ekonomi dan aktivitas di India telah dilakukan secara cermat dan bertahap, bukan keputusan yang diambil dengan tergesa-gesa.
“Pemerintah diharapkan untuk tetap mengetahui situasi dan mengevaluasinya dengan cermat. Jika ditemukan bahwa tingkat infeksi meningkat, mereka selalu dapat menunjau keputusan yang ada dan memaksakan pembatasan lagi, tergantung situasinya,” kata pihak pengadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
- Akan Tenggelam, Ribuan Warga Tuvalu Ajukan Visa Iklim untuk Bermigrasi ke Australia
- Buntut Tragedi di Maluku Tenggara, UGM Evaluasi Sistem KKN
- Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Somasi Gibran, Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres
Advertisement

Keputusan MK 135 Belum Jadi Solusi Persoalan Demokrasi Elektoral
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Jumlah Jemaah Haji Meninggal Dunia Terus Bertambah, Capai 418 Orang
- Dirut Sritex Iwan Lukminto Klaim Uang Tunai Rp2 Miliar Disita Kejagung Adalah Tabungan Keluarga
- Viral Video Pria Pamer Senjata Api dan Mengaku dari Ring 1 Istana, Pelaku Diringkus Polisi
- KPK Cekal Mantan Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
- Kejagung Periksa Pihak Google Terkait Penyidikan Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
- Kemenag Siapkan Regulasi Terkait Tata Kelola Rumah Doa
- Api Melahap RS Hermina Jakarta, Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran
Advertisement
Advertisement