Advertisement
Diperingatkan China Soal Risiko Belajar, Ini Bantahan Australia
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison (kiri) dan Gubernur Jenderal David Hurley (kanan) di Canberra, Australia, Minggu (9/2/2020). - Biro Pers Sekretariat Presiden
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Pemerintah Australia membantah peringatan China soal risiko diskriminasi dan kekerasan rasial di Negeri Kanguru.
Menteri Pendidikan Dan Tehan menegaskan bahwa Australia adalah negara yang aman untuk dikunjungi dan dikenal dengan bermacam pendidikan bertaraf internasional.
Advertisement
“Orang-orang mengetahui ini adalah negara yang aman untuk dikunjungi, di mana kami memperoleh penawaran-penawaran pendidikan kelas dunia. Kami adalah masyarakat yang sangat toleran. Kami adalah masyarakat multikultural,” tegas Tehan kepada Sky News.
Industri pendidikan di Australia menjadi titik nyala terbaru dalam meningkatnya pertikaian diplomatik antara kedua negara.
Pada Selasa (9/6/2020), Kementerian Pendidikan China memperingatkan para siswanya untuk berhati-hati dan mempertimbangkan segala risiko sebelum memutuskan belajar ataupun melanjutkan studi di Australia.
“Selama wabah [Covid-19], ada sejumlah insiden diskriminatif terhadap orang-orang Asia di Australia,” ungkap pihak kementerian China, seperti dilansir dari Bloomberg.
Peringatan itu disampaikan hanya beberapa hari setelah Beijing mengeluarkan peringatan perjalanan ke Australia untuk seluruh warganya.
Kendati Australia masih melarang pendatang dan pelajar internasional untuk memasuki negara itu karena pandemi virus corona, peringatan tersebut dapat berdampak besar pada perekonomian Australia jika tidak segera dicabut ketika perbatasan kembali dibuka.
Tahun lalu, sebanyak lebih dari 200.000 siswa China belajar di Australia. China menyumbang 27 persen dari total jumlah siswa internasional di Australia pada Maret tahun ini.
Sementara itu, sektor pendidikan tingkat tinggi menghasilkan A$15,9 miliar (US$ 11 miliar) dalam hal biaya kuliah siswa internasional pada tahun ajaran 2018-19, menurut perusahaan riset IBISWorld. Wisatawan China juga merupakan sumber terbesar pendapatan pariwisata internasional Australia.
Penolakan atas peringatan China turut disampaikan oleh universitas-universitas terkemuka di Australia. Baik negara tersebut dan sekolah-sekolah di dalamnya dikatakan "tetap menjadi tujuan yang aman untuk semua siswa”.
“Perhatian kami menjangkau semua siswa, baik domestik maupun internasional, bahkan lebih besar di tengah pandemi global. Pernyataan seperti ini memang membuat segalanya lebih sulit pada waktu yang sudah sulit,” ujar CEO koalisi universitas Australia, Group of Eight, Vicki Thomson.
Hubungan antara kedua negara semakin mengeruh setelah Perdana Menteri Scott Morrison menyerukan penyelidikan independen tentang asal-usul Covid-19.
Pemerintahan Presiden Xi Jinping diketahui sensitif atas segala kritik soal penanganan Covid-19 dan memiliki rekam jejak menggunakan perdagangan sebagai gada diplomatik.
China telah melarang impor daging dari empat fasilitas potong daging di Australia karena alasan "teknis", dan mengenakan tarif lebih dari 80 persen terhadap gandum asal negara beribu kota Canberra itu pada Mei.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Jadwal Lengkap KA Bandara YIA-Tugu Jogja Selasa 23 Desember 2025
Advertisement
Jepang Naikkan Biaya Visa dan Pajak Turis untuk Atasi Overtourism
Advertisement
Berita Populer
- Barcelona Tekuk Villarreal 2-0, Unggul 4 Poin dari Real Madrid
- Bus KSPN Malioboro-Pantai Baron Beroperasi Lagi, Tarif Rp26.000
- MU Kalah dari Aston Villa, Tertahan di Peringkat Tujuh
- Bus DAMRI Bandara YIA-Jogja Kembali Normal, Tarif Rp80.000
- SIM Keliling Kulonprogo Hadir Pagi dan Malam Hari
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja, Tarif Tetap Rp8.000
- Banjir Lahar Hujan Semeru Berlangsung Lebih dari 3 Jam
Advertisement
Advertisement



