Advertisement
Jika Nekat Berangkatkan Haji, Sederet Risiko Menanti

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Sejumlah risiko besar menanti jika pemerintah tetap memberangkatkan jemaah beserta petugas dalam misi haji tahun 2020. Selain risiko kesehatan di tengah pandemi Covid-19, pun anggaran ekstra yang harus dikeluarkan.
"Jika tetap dilaksanakan akan keluar biaya sangat besar, minimal terkait dua sektor penting yaitu penerbangan dan kesehatan," kata Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (22/5/2020), dikutip dari Suara.com--jaringan Harianjogja.com.
Advertisement
Mustolih menjelaskan, biaya transportasi udara pemberangkatan misi haji akan membangkak karena angkutan pesawatnya harus ditambah dua kali lipat. Mengingat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) terkait penanganan Covid-19, perusahaan maskapai hanya boleh mengangkut 50 persen dari daya tampung karena harus memberlakukan social distanscing di dalam pesawat. Misalnya, jika sebuah pesawat berkapasitas 500 penumpang, maka hanya boleh diisi setengahnya.
Sedangkan di sektor kesehatan juga harus ada anggaran tambahan untuk berbagai keperluan kesehatan seperti fasilitas, peralatan dan kebutuhan medis mencegah dan mengobati jemaah dari Covid-19. Biaya-biaya lain untuk menyelesaikan dengan situasi juga bisa timbul.
Pertanyaannya, dari mana anggaran akan diambil? Apakah dari APBN? Dibebankan kepada jemaah? Atau menambah subsidi dari manfaat dana jemaah haji tunggu yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)?
"Penyediaan dana-dana semacam ini akan sangat rawan penyimpangan," ujar dia.
Selain itu, tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan tenaga kesahatan lainnya juga harus ditambah untuk menjaga kesehatan jemaah dan petugas. Padahal, saat ini peran mereka tengah difokuskan untuk membantu menangani Covid-19 di dalam negeri yang terus meningkat.
Bila tenaga kesehatan ditarik lebih banyak untuk mengawal penyelenggaraan haji di tanah suci maka tentu saja akan mengurangi pelayanan penanganan Covid-19 di tanah air.
"Misi jemaah haji yang berjumlah 221 ribu orang dikhawatirkan berpotensi terinfeksi selama prosesi haji menjadi kluster baru. Baik selama proses di tanah air maupun di tanah suci, karena berinteraksi dengan jutaan jemaah lainya dari berbagai negara," katanya.
Sementara itu, kondisi Arab Saudi hingga saat ini belum aman dan kondusif karena wabah Covid-19. Berdasarkan data Worldometers, hingga 18 Mei 2020, sudah ada 57.345 kasus positif Corona di Arab Saudi.
Dari jumlah tersebut, 320 jiwa meninggal dunia dan 28.748 pasien sembuh. Artinya, masih ada 28.277 pasien Covid-19 yang dirawat di Saudi.
Arab Saudi saat ini berada di peringkat 15 dalam daftar negara yang memiliki jumlah pasien Covid-19 terbanyak di dunia.
"Pemerintah harus mencermati kondisi ini sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Dewan Pers: Wartawan Aman dari Jeratan UU ITE jika Patuh Kode Etik
- Kasus Riza Chalid, Kejagung Kejar Aset hingga Perusahaan Afiliasi
- Politik Jepang, Takaichi Incar Posisi Perdana Menteri
- Ribuan Orang Unjuk Rasa di London Tolak Kunjungan Donald Trump
- Deretan Selebritas Dunia Galang Dana untuk Palestina
Advertisement

Manunggal Fair Kulonprogo Targetkan 100 Ribu Pengunjung Tahun Ini
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- KPK Segera Umumkan Tersangka Dugaan Kasus Korupsi Kouta Haji
- Tugas ke Luar Kota, Wapres Gibran Tak Hadiri Acara Pelantikan Menteri Baru
- Pengamat Kritisi Kasus Pagar Laut Bekasi yang Hanya Berhenti di Tersangka
- Kuasa Hukum Ungkap Banyak Kejanggalan Terkait Kasus Pembunuhan Kacab Bank
- Putus Jaringan Komunikasi, Militer Israel Semakin Brutal Serang Gaza
- Tok! Bunga KPR Subsidi Tetap 5 Persen
- Trump Perpanjang Tenggat Larangan TikTok hingga 16 Desember 2025
Advertisement
Advertisement