Advertisement
Studi Princeton University: Herd Immunity Bisa Sukses di India
Dua petugas polisi berjaga-jaga di Kota Mumbai, India, seiring dengan pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyevaran virus corona COVID-19. - Bloomberg
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Herd immunity mulanya dianggap sebagai jalan keluar yang terlalu berisiko untuk mengatasi pandemi virus corona atau Covid-19. Namun, riset terbaru Princeton University dan Center of Desease Dynamics, Economics and Policy (CDEP) menyebutkan bahwa herd immunity bisa jadi solusi tepat untuk diterapkan di India.
Para peneliti di Princeton sampai pada kesimpulan tersebut setelah menghitung populasi kalangan muda di India. Sebagian besar disinyalir punya kemampuan imun melebihi virus yang ada.
Advertisement
"Di India sangat mungkin meningkatkan persebaran virus khusus ke kaum muda tanpa mempengaruhi orang-orang tua. Ketika jumlah sudah melebihi kriteria dan herd immunity tercapai, otomatis orang-orang tua nantinya juga akan selamat," ujar Jayaprakash Muliyil, epidemologis asal India yang juga tergabung dalam tim Princeton, seperti dilansir Bloomberg, Rabu (22/4/2020).
Masih menurut kalkulasi Princeton, bila langkah ini ditempuh, butuh waktu enam sampai tujuh bulan untuk membuat 60 persen kalangan muda di India tertular virus. Artinya, herd immunity bisa terbentuk secepat-cepatnya bulan November.
Menurut anjuran peneliti Princeton, selama proses penularan itu pula kebijakan lockdown harus diperketat untuk kalangan tua. Orang-orang di atas 60 tahun harus benar-benar dikontrol dan tidak boleh melakukan aktivitas sosial.
Publikasi riset Princeton dan CDEP menuai beragam reaksi dari kalangan ilmiah.
T. Sundararaman, koordinator global People's Heath Movement, menilai penelitian itu patut ditindaklanjuti. Namun, dengan catatan pemerintah harus lebih dulu meninjau banyak aspek.
"Dalam hal ini, harus bisa dijamin bahwa yang akan ditulari virus benar-benar mereka yang kebal, sedangkan kalangan rentan harus benar-benar dijaga. Itu harus menjadi komitmen," ucapnya.
Tak sedikit pula yang mengkritik. Termasuk di antaranya adalah Jason Andrews, seorang asisten profesor asal Stanford University.
Kendati punya potensi kekebalan, Andrews khawatir karena kalangan muda saat ini masih relatif mudah panik dan takut dengan virus corona.
"Aku khawatir apakah ini tepat, karena kalangan muda juga tetap saja berisiko. Langkah seperti ini justru akan membuat anak muda terlalu percaya diri dan tak bisa benar-benar memahami karakter virus itu sendiri," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Kakak Beradik Jadi Tersangka Pemerkosaan di Kulonprogo
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Siswa SMKN 2 Depok Teliti Gunung Gamping yang Tergerus
- Jadwal SIM Keliling Jogja Senin 15 Desember 2025
- Daftar Wilayah Bantul Terdampak Pemadaman Listrik Senin 15 Desember
- Jadwal DAMRI Jogja ke Bandara YIA Senin 15 Desember 2025
- Libur Nataru, Penumpang Pesawat Diproyeksi Tembus 5 Juta
- Jembatan Bailey Teupin Mane Aceh Kembali Bisa Dilalui
- 500 Mahasiswa Dapat Beasiswa Kuliah dari Bupati Magelang
Advertisement
Advertisement




