Advertisement

Hanya Dalam 20 Hari, Bekas Kamp Pengungsian di Pulau Galang Disulap Jadi Rumah Sakit

Newswire
Selasa, 31 Maret 2020 - 09:07 WIB
Nina Atmasari
Hanya Dalam 20 Hari, Bekas Kamp Pengungsian di Pulau Galang Disulap Jadi Rumah Sakit Lokasi observasi pasien penyakit infeksi menular di Desa Sijantung, Pulau Galang. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, RIAU- Ada pemandangan yang menakjubkan jika melintas dari simpang Desa Sijantung, Pulau Galang menuju Jembatan Enam Barelang, di sisi kiri jalan ada satu hamparan bangunan yang seakan muncul tiba-tiba.

Bangunan beratap biru itu terlihat mencolok dibanding situasi sekitarnya yang merupakan lahan kosong atau semak belukar. Bahkan, sebelumnya lokasi bangunan tersebut juga semak belukar dari kawasan eks Kamp Pengungsi Vietnam.

Advertisement

Selama ini, eks kamp pengungsi jika dilihat dari luar di ruas jalan menuju titik nol kilometer Batam, di Pantai Cangkang itu, merupakan semak belukar yang rimbun, tetapi kini terbentang satu kompleks bangunan tertata dan megah yang dibangun dalam masa sekejap.

Pembangunan fasilitas observasi, penampungan dan karantina untuk pengendalian infeksi penyakit menular yang dilakukan dalam masa lebih kurang satu bulan di lokasi penampungan pengungsi Vietnam era 1976-1997 di Pulau Galang, tidak hanya menakjubkan warga luar yang melintas di daerah itu tapi juga masyarakat tempatan.

Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar kamp menyebut fasilitas observasi, penampungan dan karantina untuk pengendalian infeksi penyakit menular itu sebagai Rumah Sakit Corona, yang dibangun pemerintah dalam masa lebih kurang satu bulan, merupakan pembangunan yang sangat luar biasa.

“Kami melihat siang malam para pekerja bekerja untuk membangun rumah sakit itu,” ujar Rodi (38), salah seorang warga Dapur Tiga, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam, saat ditemui ANTARA Senin (30/3/2020).

Dapur Tiga merupakan perkampungan penduduk yang berada di belakang kawasan eks Kamp Pengungsi Vietnam. Jalan masuk ke perkampungan persis berbatasan dengan kompleks lokasi pembangunan rumah sakit. Sehingga, jika masyarakat keluar masuk kampung pasti dapat melihat upaya pembangunan fasilitas kesehatan itu.

“Mereka bekerja luar biasa,” kata Rodi yang mengaku sehari-harinya bekerja sebagai pembuat arang kayu.

Ia mengatakan, banyak orang kampungnya ikut bekerja membangun rumah sakit tersebut dan banyak juga pekerja yang didatangkan dari luar.

Berdentang
Sementara itu Tewe (55) seorang warga Sijantung yang juga berbatasan dengan lokasi Kamp Pengungsi Vietnam mengatakan cara membangun rumah sakit untuk penyakit menular itu belum pernah dilihatnya.

Sebagai warga Pulau Galang, lahir dan besar di pulau tersebut dia telah melihat berbagai pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat di daerah tersebut.

Dulu pada masa Kamp Pengungsi Vietnam dibangun pada 1979, dia juga mengetahuinya karena usianya sudah remaja, perlu masa cukup lama untuk membangun fasilitas pengungsi yang amat sederhana.

Lalu pada masa pembangunan Jembatan Barelang yakni enam jembatan yang dibangun atas prakarsa Presiden ketiga BJ Habibie untuk merangkai tujuh pulau perlu waktu bertahun-tahun untuk menuntaskannya.

“Tetapi pembangunan rumah sakit ini luar biasa. Bukan ‘kaleng-kaleng’. Salut dengan pemerintah dalam masa 20 hari bangunannya siap. Mereka membangun tidak main-main. ‘Berdentang’” kata ayah empat anak itu.

Kata “berdentang” yang diucapkannya merupakan ungkapan atau kiasan dari sesuatu yang luar biasa.

Menurut dia, lokasi bangunan rumah sakit tersebut berada berhampiran dengan rumah sakit eks Kamp Sinam. Lokasi baru yang dibangun sebelumnya semak belukar bekas areal barak pengungsi, gedung video dan pasar.

Dalam sekejap, semak belukar dengan kontur tanah perbukitan ditimbun rata dan dibangun tanpa struktur pasak atau paku bumi.

“Mereka membangun dengan teknologi canggih, dari peralatan sampai bahan bangunannya dan para tukangnya bekerja cepat. Bayangkan bangunan rumah sakit terdiri dari dua lantai dalam sekejap siap. Seakan bangunan tersebut seperti menyusun 'plat container',” katanya.

Gerakkan ekonomi
Dari sketsa rancangan yang terpampang di lokasi,l selain dibangun bangunan utama dua lantai juga ada bangunan logistik, mesin, pengolahan air bersih dan bangunan lama eks rumah sakit pengungsi diperbaiki dan dijadikan tempat tinggal tenaga medis.

Salah seorang pekerja yang ditemui sedang menata kawasan taman, Andrif (35) mengaku adanya pembangunan rumah sakit tersebut memberi peluang bekerja bagi dirinya dan ratusan anak pulau di sekitar kawasan tersebut.

“Kemarin orang yang bekerja lebih ramai lagi, tapi dah banyak kembali karena selesainya konstruksi bangunan, tinggal bagian kami lagi dalam menata taman atau mengisi bangunan,” ujar ayah seorang anak itu yang berasal dari Pulau Panjang.

Sejak bekerja di situ ia memboyong istri dan anaknya untuk ikut tinggal di dekat kawasan pembangunan. Karena ramainya orang bekerja istrinya membuka warung kopi walau lokasinya darurat di bawah rimbunan pohon pinggir jalan.

Tidak hanya istri Andrif yang berdagang, warga sekitar juga ikut berdagang menjual makanan bahkan ada juga pedagang dari Batam yang pulang pergi dengan kendaraannya mendatangi lokasi ramai pekerja itu.

Seperti yang diungkapkan Tewe, dengan adanya pembangunan rumah sakit tersebut, roda ekonomi masyarakat di Pulau Galang terangkat.

Jika selama ini masyarakat hidupnya dari bertani dan nelayan, tapi dalam sebulan terakhir banyak yang beralih sebagai tukang bangunan, penata taman, pedagang makanan, tukang cuci bahkan rumah dan motor warga juga mendatangkan rezeki karena disewa pekerja yang datang dari luar daerah.

“Kami tak menyangka, bangunan rumah sakit belum lagi dipakai sudah menggerakkan ekonomi kami di saat musim sulit seperti sekarang ini, apatah lagi jika dah beroperasi,” katanya.

Diakuinya, awal rencana pembangunan masyarakat di daerahnya sempat menolak namun pemerintah tak bergeming dan pembangunan dimulai pada 8 Maret 2020 dan pada 10 April mendatang rumah sakit tersebut beroperasi.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut pembangunan lokasi observasi pasien penyakit infeksi menular ini ditaksir memakan biaya anggaran untuk pembangunan tahap I dan II sebesar Rp400 miliar.

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Endra S Atmawidjaja menyebut pihaknya memperkirakan, jika pada kedua tahap itu sekitar Rp400 miliar dengan rincian tahap pertama sekitar Rp150 atau Rp200 miliar, termasuk alat-alat kesehatan penunjangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Viral Balon Udara Tiba-tiba Mendarat di Runway Bandara YIA

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 08:17 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement