Advertisement

Hari Ini 15 Tahun Silam, Ratusan Ribu Nyawa Melayang dalam Gempa dan Tsunami Aceh

Rayful Mudassir
Kamis, 26 Desember 2019 - 08:17 WIB
Nina Atmasari
Hari Ini 15 Tahun Silam, Ratusan Ribu Nyawa Melayang dalam Gempa dan Tsunami Aceh Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan salah satu ikon atau "landmark" Provinsi Aceh di Banda Aceh, Senin (8/4/2019). Masjid raya Baiturrahman yang berada di tengah kota Banda Aceh merupakan peninggalan kerajaan Aceh pada abad 15 M yang saat ini telah memiliki tujuh kubah dan menjadi pusat wisata religi. - ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Advertisement

Minggu, 26 Desember 2004, 15 tahun lalu, gempa dan tsunami menghujam pesisir Aceh. Ratusan ribu nyawa melayang. Hampir setengah juta rumah penduduk hancur dilanda bencana terbesar pada awal abad 21 itu. Bancana mahadahsyat ini terdampak hingga di 14 negara.

Pagi itu, gempa berkekuatan magnitudo 9,1 mengguncang laut Samudra Hindia. Pusatnya berada di 160 kilometer arah barat, Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Advertisement

Beberapa lembaga dunia berbeda pendapat soal kekuatan gempa mulai dari 9,1 hingga 9,3. Namun, sejumlah lembaga internasional sepakat menggunakan angka 9,1—9,2 untuk mengukur kekuatan guncangan itu.

Lindu ikut dirasakan sejumlah negara lain, di antaranya Malaysia, Thailand, Singapura, India, Sri Lanka hingga Burma. Gempa ini, menurut sejumlah studi, berlangsung beberapa kali selama 10 menit.

Sekitar 15 menit berselang, gelombang besar setinggi 10 meter—20 meter menerjang pesisir Aceh. Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, hingga Kabupaten Aceh Barat mengalami dampak paling parah. Daerah lain seperti Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe ikut terimbas.

Studi United State Geological Survey (USGS) melalui sejumlah dimulasi animasi menyebutkan bahwa gelombang besar tersebut juga menghantam daratan Sri Lanka dan India. Dampak lainnya juga dialami Burma dan sebagian negara di timur Afrika.

Dari 14 negara terdampak, korban jiwa akibat bencana itu diperkirakan 230.000—280.000 jiwa. Dari total tersebut, sekitar 170.000 korban berasal dari Provinsi Aceh.

Riset The Incorporated Research Institutions for Seismology (IRIS) hanya menyebut “hampir 300.000 jiwa” meninggal dunia, sedangkan American Association for the Advancement of Science (AAAS) mencatat setidaknya 283.000 orang kehilangan nyawa.

Pun data ini berbeda. Namun, para ilmuan menyepakati gempa tersebut merupakan yang terbesar dalam 40 tahun terakhir (pada saat 2004) atau 55 tahun hingga 2019. Gempa terbesar sebelumnya terjadi di Alaska pada 1964 dengan magnitudo 9,2.

Gempa besar di Sumatra—Andaman pada 2004 ini juga bukan gempa pertama. Studi IRIS menyebutkan bahwa gempa terakhir yang terjadi di lautan itu berlangsung pada 1833. Namun, tak dijabarkan dampak dari bencana tersebut.

Bencana alam terbesar ini pada akhirnya menyimpan duka dan luka khususnya bagi sebagian besar masyarakat Aceh. Ratusan ribu korban terdampak kehilangan harta, benda, dan sanak saudara.

Monumen Thanks To The World di Banda Aceh merekam, setidaknya 167.000 orang meninggal atau hilang saat bencana itu, 3.000 kilometer jalan hancur, 120 jembatan rusak dan 500.000 orang memilih pindah dari Aceh.

Monumen Thanks To The World di Banda Aceh./Bisnis-Sukirno

BANTUAN DONOR

Selang beberapa hari pascabencana, bantuan dari negara asing masuk ke Indonesia. Puluhan negara menyumbangkan bantuan kemanusiaan untuk daerah itu. Selain uang, negara donor turut menerjunkan para relawan hingga personel militer untuk merekonstruksi wilayah itu.

Usai bencana, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias mengelola setidaknya US$1,20 miliar. Dengan kurs Rp9.400 per dolar AS saat itu, badan tersebut mengelola keuangan mencapai Rp11,20 triliun.

Dana ini berasal dari sejumlah pihak. Perinciannya berdasarkan data Bappenas, US$600 juta dari Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Internasional, US$250 juta dari Pemerintah Amerika Serikat, dan US$245 juta dari multidonor trust fund (MDTF).

Bantuan itu digunakan untuk beberapa sektor seperti pembangunan rumah, jalan, rumah sakit, dan penanaman pohon bakau di pesisir. Ada pula bantuan juga diberikan untuk rehabilitasi Aceh pascabencana. Termasuk pula membangun escape building atau bangunan penyelamatan dari tsunami yang dibangun Jepang.

Selain itu, bantuan berasal dari perusahaan internasional di Tanah Air seperti Intel, Microsoft, British Airways, dan Cisco. Dana ini mencapai US$30 juta.

Di sisi lain, pemerintah pusat dan DPR sepakat memberikan bantuan dana rekonstruksi Aceh senilai Rp8,20 triliun. Dana tersebut disepakati pada tahun anggaran 2005. Dana tersebut berasal dari hibah, pinjaman bilateral, dan moratorium utang.

Secara keseluruhan setidaknya 53 negara ikut memberikan bantuan kepada Aceh. Bukti ini dapat dilihat dari tugu Thanks To The World yang terlihat di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh hingga saat ini. Tugu tersebut dibangun sebagai bentuk ucapan terima kasih masyarakat Aceh atas dukungan tersebut.

Kalimat ‘Terima kasih dan Damai’ disampaikan dalam prasasti berbentuk lambung depan kapal. Ucapan itu disesuaikan dengan bahasa tiap-tiap negara donor.

Musibah itu menjadi pemantik kesadaran tanggap bencana bagi masyarakat Aceh. Saban tahun, sebagian warga melakukan simulasi mitigasi bencana khususnya di wilayah pesisir.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh juga telah membangun setidaknya 268 rambu evakuasi pada 2014 dan 44 titik pada 2013 di Banda Aceh dan Aceh Besar.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga meluncurkan program Keluarga Tangguh Bencana (Katana). Program ini diresmikan di Pasie Jantang, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Agenda ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi masyarakat tentang tanggap pada risiko bencana.

Terus bangkit dan kuat, Aceh!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Darah dan Jadwal Donor Darah di Wilayah DIY Jumat 26 April 2024

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 11:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement