Advertisement

Kasus Suap Angkutan Pupuk, Bowo Sidik Pangarso Dituntut 7 Tahun Penjara

Ilham Budhiman
Rabu, 06 November 2019 - 14:07 WIB
Nina Atmasari
Kasus Suap Angkutan Pupuk, Bowo Sidik Pangarso Dituntut 7 Tahun Penjara Bowo Sidik Pangarso seusai mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor. - Bisnis/Ilham Budhiman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA — Mantan anggota DPR Komisi VI Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menyakini Bowo terbukti menerima suap dari sejumlah pihak terkait dengan angkutan pupuk.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa Ikhsan Fernandi dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2019).

Advertisement

Jaksa mengatakan Bowo Sidik menerima suap dari Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono dan General Manager Komersial PT HTK Asty Winasty. 

Suap tersebut diterima Bowo melalui orang kepercayaannya sekaligus Direktur Keuangan PT Inersia Ampak Engineers perusahaan milik Bowo bernama M. Indung Andriani.

Menurut jaksa, uang itu diterima Bowo agar membantu pihak HTK kembali mendapatkan kerja sama kembali pekerjaan pengangkutan atau sewa-menyewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Selain kurungan badan, Bowo juga didenda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. 

Jaksa mengatakan bahwa hal berat yang dilakukan Bowo adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, sedangkan hal ringan yaitu bersikap kooperatif di persidangan.

"Terdakwa berterus terang dalam perbuatannya, mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, mengembalikan sebagian besar uang suap yang diterimanya serta  belum pernah dihukum," ujar jaksa.

Secara keseluruhan, jaksa menyatakan Bowo Sidik menerima suap US$163.733 dan Rp311,02 juta.

Kemudian, menerima Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera, Lamidi Jimat terkait bantuan mendapatkan proyek penyediaan BBM dan penagihan piutang PT Djakarta Llyod senilai Rp2 miliar.

Selain itu, menerima gratifikasi 700 ribu dolar Singapura dan Rp600 juta dari sejumlah sumber dengan nilai yang bervariasi yang berlangsung sejak 2016 saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII dan anggota Badan Anggaran DPR (Banggar).

Pertama, 250.000 dolar Singapura terkait dengan pengusulan Kabupaten Kepulauan Meranti agar mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK fisik APBN 2016. Kemudian, Rp600 juta terkait pembahasan program pengembangan pasar tahun anggaran 2017.

Selain itu, gratifikasi senilai 50.000 dolar Singapura pada saat penyelenggaran Munas Partai Golkar untuk pemilihan ketua umum periode 2016—2019 di Denpasar, Bali.

Kemudian, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas. Terakhir, sebesar 200.000 dolar Singapura terkait dengan posisi seseorang di BUMN yaitu PT PLN (Persero).

Atas semua perbuatannya, jaksa meyakini Bowo melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terkait penerimaan gratifikasi, Bowo melanggar Pasal 12 B ayat (1) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Viral Hansip hingga Driver Gojek Nonton Timnas Indonesia U-23 saat Melawan South Korea U-23 Piala Asia 2024 di Qatar

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement