Advertisement
Cadangan Devisa Turun Setara Rp29,7 Triliun, Indikasi Ekonomi Melemah
Ilustrasi - Antara/Akbar Nugroho Gumay
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA–Cadangan devisa Indonesia pada September 2019 menurun sebesar US$2,1 miliar atau setara Rp29,7 triliun. Kecenderungan ini perlu diwaspadai sebagai indikasi pelemahan aktivitas ekonomi.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan secara makro ada penurunan dalam sisi penerimaan masyarakat dan imbasnya pada konsumsi. Aviliani menyebut, umumnya pengeluaran yang dilakukan masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan primer saja, ketimbang kebutuhan sekunder.
Advertisement
“Yang masih mengalami yang kenaikan [pendapatan] malah [kelas] menengah atas karena memang mereka ini basic need saja, kalau yang secondary needs itu juga mulai menurun,” ujar Aviliani kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Senin (7/10/2019).
Dia menyatakan, kondisi ini perlu diwaspadai karena memberi imbas pada penurunan konsumsi.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2019 memang mencatatkan optimisme yakni 121,8 meski menurun dari bulan sebelumnya sebesar 123,1. Namun dalam Survei Konsumen September 2019 ini, BI menyatakan penurunan IKK ini terjadi pada responden berpenghasilan Rp2,1 juta sampai Rp5 juta per bulan dengan rentang usia 20-40 tahun.
Meski demikian, keyakinan konsumen terhadap penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan ke depan menguat. Adapun Indeks Penghasilan Saat Ini menjadi 118,9 dari Agustus 2019 sebesar 118,4.
Survei yang sama juga mengatakan bahwa persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya, meskipun masih berada di atas 100. Selain itu, persepsi konsumen pada ketersediaan lapangan kerja juga menurun cukup jauh yakni 98,5 pada Agustus 2019 menjadi 91,9.
Menurut Aviliani, sekalipun Indeks Keyakinan Konsumsi (IKK) September 2019 yang dirilis oleh Bank Indonesia masih dalam taraf yang positif, tetapi dinamika politik yang bergolak, perlu ada penerimaan yang bersifat jangka panjang.
Hal ini tercermin dari pelemahan harga saham, yang menurut Aviliani adalah karena kepercayaan investor ke Indonesia masih bersifat jangka pendek atau short term. Begitu Indonesia mengalami pergolakan tertentu, para investor juga mudah untuk keluar dari Indonesia.
“Jadi tak bisa ditentukan, ini yang harus kita jaga, karena itu menyebabkan cadangan devisa by loan, kalau ada apa-apa kita harus mencari pinjaman,” terang Aviliani.
Melihat kondisi demikian, Aviliani memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tidak akan menyentuh target 5,1%. Dia memprediksikan pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun ini hanya sekitar 5,0%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
- Musim Flu AS Catat 2,9 Juta Kasus, 1.200 Orang Meninggal
- Korupsi Kepala Daerah Masih Terjadi, Pakar Nilai Retret Bukan Solusi
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Ini Titik Rawan Macet di Sleman Saat Libur Natal dan Tahun Baru
- Tarif DAMRI Jogja-YIA Rp80.000, Ini Jadwal Minggu 14 Desember
- ASEAN Desak Gencatan Senjata Diperluas di Myanmar
- Jadwal KA Prameks Minggu 14 Desember 2025
- Dispar Bantul Wajibkan Tarif Jelas Selama Libur Nataru
- Jadwal SIM Keliling Polda DIY Desember 2025, Cek di Sini
- Harga Emas Pegadaian Terbaru: UBS Turun Tipis, Galeri24 Masih Stabil
Advertisement
Advertisement





