Advertisement

Sekarang Jadi Menkeu, Ternyata Dulu Sri Mulyani Tak Suka Pelajaran Akuntansi

Muhamad Wildan
Kamis, 12 September 2019 - 14:17 WIB
Nina Atmasari
Sekarang Jadi Menkeu, Ternyata Dulu Sri Mulyani Tak Suka Pelajaran Akuntansi Menteri Keuangan Sri Mulyani (nomor 2 dari kiri) berkebaya merah brokat saat memimpin upacara HUT Kemerdekaan ke-74 RI di Departemen Keuangan - Instagram @smindrawati

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA – Siapa tak kenal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ternya ada yang menarik dari masa lalunya. Ia mengakui bahwa dirinya dulu tidak menyukai pelajaran akuntansi saat menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

"Apasih akuntansi bikin pusing saja. Saya senang ekonomi bukan akuntansinya," ungkap Sri Mulyani dalam launching Badan Akun Standar (BAS) Mobile Online, Kamis (12/9/2019).

Advertisement

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyadari bahwa akuntansi sangat penting, terutama dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

"Enggak suka bukan berarti itu tidak bermanfaat. Jangan-jangan yang tidak Anda sukai itu bermanfaat dan berguna untuk kita," imbuh Sri Mulyani.

Tanpa standar akuntansi yang baik, maka pemerintah tidak akan mampu menyusun LKPP dengan baik. Tanpa LKPP yang baik, pemerintah tidak akan mampu pula untuk menjelaskan APBN dengan baik kepada masyarakat.

Dengan standar akuntansi yang baik dan konsisten, pemerintah pun mampu membandingkan kinerja anggaran Indonesia dengan negara-negara lain sehingga pengelolaan APBN ke depannya pun bisa lebih baik.

Lebih lanjut, penyusunan LKPP dengan standar akuntansi yang baik juga membangkitkan wacana yang konstruktif di tengah masyarakat.

Sebagai contoh, Sri Mulyani mengatakan bahwa dahulu tidak ada pengamat atau ekonom yang menyoroti kinerja ekuitas pemerintah yang stagnan.

Sorotan atas ekuitas tersebut pada akhirnya mendorong pemerintah dan dalam hal ini Kemenkeu untuk mengkonsolidasikan LKPP dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).

Stagnansi LKPD disebabkan oleh besaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang mencapai sepertiga belanja anggaran. Oleh karena itu, aset hasil belanja pun tercatat di LKPD, bukan di LKPP.

Memang, apabila merujuk pada LKPP 2018 dapat dilihat bahwa ekuitas pemerintah dalam laporan neraca menurun dari Rp1.540,78 triliun menjadi Rp1.407,8 triliun.

"Saya bilang Pak Wamen itu LKPP lama-lama makin jelek karena yang masuk ke aset kita sedikit," ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Anak Bendahara Umum DPP PAN Akhirnya Resmi Maju Lagi di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini

Gunungkidul
| Kamis, 18 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement