Advertisement
Pemerintah Seharusnya Tak Lagi Membatasi Akses Internet, Termasuk di Papua

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai pembatasan akses internet di Papua setelah demonstrasi di Papua dan Papua Barat justru menghambat akses publik untuk mendapatkan informasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membatasi akses internet menyusul adanya rentetan demonstrasi di Papua dan Papua Barat, Senin (19/8/2019). Demonstrasi tersebut dipicu penangkapan 43 mahasiswa asal Papua di Asrama Papua, Surabaya, Jawa Timur yang diwarnai dengan isu rasisme.
Advertisement
Sebelumnya, pelambatan akses internet (throttling) dilakukan di Manokwari, Papua Barat, dan Jayapura, Papua, dan sejumlah wilayah lain di Papua secara bertahap pada 19 Agustus 2019, mulai dari pukul 13.00 WIT hingga sekitar pukul 20.30 WIT. Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu melalui rilis menjelaskan, pelambatan akses internet itu untuk mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu demonstrasi lebih besar.
Komkominfo mendeteksi ada dua hoaks yang berkaitan dengan demonstrasi di Papua dan Papua Barat itu, yaitu soal "foto warga Papua yang tewas dipukul aparat di Surabaya", dan "Polres Surabaya menculik dua pengantar makanan untuk mahasiswa Papua". Belakangan, penjelasan Kemkominfo ihwal hoaks penculikan dua pengantas makanan adalah informasi sesat. Kemkominfo memelintir informasi tentang penangkapan dua mahasiswa Papua dan menyebutnya sebagai penculikan.
"AJI meminta pemerintah tidak mengulangi kebijakan pelambatan akses internet di semua wilayah Indonesia, tidak terkecuali Papua. Kami menilai langkah ini tak sesuai semangat Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi," kata Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrim, dalam rilis, Selasa (20/8/2019).
Selain, AJI meminta pemerintah menghormati hak publik untuk memperoleh informasi. Meskipun langkah ini dimaksudkan untuk mencegah hoaks, AJI Menilai pelambatan ini juga menghambat akses masyarakat, khususnya Papua, dalam mencari informasi yang benar.
"Pelambatan juga membuat publik kesulitan saling bertukar kabar dengan kerabat dan keluarga. Di samping itu, kebijakan ini juga menghambat kerja-kerja jurnalis dan pemantau HAM dalam melakukan pemantauan peristiwa di Papua," kata Sasmita.
Selain itu, AJI menyerukan semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. "Kami menolak segala macam tindakan provokasi dan tindakan rasis yang bisa memicu perpecahan dan kekerasan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

10 SD Tidak Dapat Murid Baru di Gunungkidul Tak Langsung Ditutup
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
- Aceh Diguncang Gempa Magnitudo 5,1, Begini Penjelasan BMKG
- Begini Alur Kuota Haji 2026 dari Arab Saudi untuk Indonesia, Kata Istana
Advertisement
Advertisement