Advertisement

Promo November

Memahami Anarko-Sindikalis: Berdasarkan Penuturan Figur Sentral Gerakan & Penjelasan dari Pengamat

Budi Cahyana
Jum'at, 10 Mei 2019 - 21:02 WIB
Budi Cahyana
Memahami Anarko-Sindikalis: Berdasarkan Penuturan Figur Sentral Gerakan & Penjelasan dari Pengamat Ilustrasi - Hengki Irawan

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pekan lalu, perhatian khalayak tertuju pada peringatan Hari Buruh di Bandung, Jawa Barat, yang ricuh. Ratusan anak muda diringkus polisi, kepala mereka digunduli. Mereka adalah bagian dari massa berbaju hitam-hitam. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut mereka anarko-sindikalis, berkembang di beberapa kota seperti Bandung, Jakarta, Jogja, Makassar, dan Malang. Beberapa hari setelahnya, perbincangan tentang anarko-sindikalis riuh di medsos. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut kelompok anarko terstruktur dan memerintahkan polisi mendalami otak di balik gerakan ini. Menurut dia, nama anarko mengerikan.

Aparat keamanan menganggap anarko-sindikalis sebagai pengacau. Kapolresta Jogja AKBP Armaini mengatakan anarko-sindikalis sudah masuk di Jogja.

Advertisement

Anarko-Sindikalis mulai tumbuh pesat sejak lima tahun terakhir dan tahun lalu, gerakan ini menjadi perbincangan karena bentrok dengan polisi di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga dalam peringatan Hari Buruh Internasional. Kala itu demonstran berbaju hitam mencorat-coret fasilitas publik di sekitar UIN dan bikin berang banyak orang lantaran mengaitkan Sultan dengan pembunuhan dalam satu frasa. Beberapa demonstran, mereka masih mahasiswa, ditangkap kemudian dimejahijaukan dan masuk terungku.

Gerakan ini terus berkembang dan diperkirakan akan makin eksis seiring dengan fundamentalisme pasar yang dibawa kapitalisme.

Minggu (5/5/2019) lalu, Harian Jogja berkesempatan mewawancarai aktivis anarko-sindikalis yang menggalang demonstrasi di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga tahun lalu.

Perannya sangat penting dalam anarkisme di Indonesia. Usianya masih muda. Dia bahkan belum lulus kuliah.

Kami berbincang di sebuah kedai kopi, ketika hari menjelang gelap. Mengenakan kemeja yang dimasukkan ke jin hitam dan bersandal jepit, dia datang tepat waktu sesuai janji, ketika kedai baru saja buka.

Dia memesan kopi susu dingin. Tutur katanya lembut, gaya bicaranya pelan, jauh dari kesan beringas yang digambarkan banyak orang tentang anarko-sindikalis. Dia perokok, tetapi seperti banyak anak muda, selalu lupa membawa korek sehingga harus meminjam pemantik kepada barista yang merangkap pramusaji. Dia mengungkapkan gagasannya tentang anarko, impiannya tentang keadilan di tengah masyarakat, bagaimana anarko tumbuh, pertentangannya dengan gerakan kiri konvensional, penyesalannya terhadap kekerasan yang mencoreng gerakan anarkisme, dan hubungannya dengan keluarga.

Minggu lalu dia datang ke Jogja untuk banyak urusan, salah satunya percintaan, dan bersedia diwawancara dengan identitas anonim demi keselamatan.

Agar lebih komprehensif, Harian Jogja melengkapi wawancara ini dengan penjelasan dari A. B. Widyanta, dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM yang cukup lama mengamati gerakan anarkisme, serta Bima Satria Putra, penulis buku Perang yang Tidak Akan Kita Menangkan: Anarkisme & Sindikalisme dalam Pergerakan Kolonial hingga Revolusi Indonesia (1908-1948). Referensi dari literatur juga disertakan.

Penjelasan dari A. B. Widyanta dan Bima Satria yang diwawancarai secara terpisah, serta literatur tambahan, diletakkan dalam kurung di akhir kutipan. Berikut petikan wawancara Harian Jogja dengan aktivis anarko-sindikalis.

Bagaimana awal mula keterlibatan Anda dengan anarkisme dan sebagai seorang yang terlibat langsung dalam gerakan ini, apa yang Anda bawa?

Saya dulu pertama kali mengerti anarkisme dari punk. Punk kan beragam, salah satu variannya anarko-punk. Saya ikut punk dari SMA dan ketika masuk kuliah tahun 2013 mulai belajar lebih dalam tentang anarko. Punk terdiri dari tiga unsur: musik, fesyen, dan gaya hidup. Yang ketiga—gaya hidup—yang terkait dengan pandangan sosial politik. Ada punk yang cuma musik, cuma gaya pakaian, tetapi ada yang sampai ke sosial politik. Penggabungan ketiganya adalah anarko-punk, yang juga fokus ke sosial politik.

Ada berapa banyak varian anarko?

Ada banyak, bahkan ada yang aktivitasnya terorisme. Di Jogja juga ada. Tetapi di Indonesia belum begitu banyak anarko yang pemberontakannya langsung angkat senjata. Itu anarko-insureksioner.

[Political Theorists in Context yang ditulis Stuart Issacs dan Chris Sparks menyebutkan anarko-sindikalis adalah cabang anarkisme yang berkonsentrasi pada pergerakan buruh. Selain anarko-sindikalis, varian-varian dari anarkisme meliputi anarko-komunis, anarko-pasca kiri, anarko-feminis, eko-anarko, anarko-individualis, anarko-primitifisme, dan anarko-insureksioner. Vadim Damier, penulis Anarcho-syndicalism in the 20th Century menyebut anarko-sindikalis bangkit pada dekade pertama abad ke-20. Sindikalisme sebagai bentuk gerakan buruh mulai diformulasikan di Paris pada 1886 dan kemudian berkembang.]

Apakah salah satu varian anarkisme yang menganjurkan teror seperti digambarkan dalam film Fight Club?

Ya, seperti itu. Tetapi jumlahnya sangat kecil, secara internasional juga sangat kecil.

[Fight Club, film produksi 1999 yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Chuck Palahniuk menggambarkan aktivitas sekelompok orang, diperankan Brad Pitt dan Edward Norton, yang berniat menghancurkan kapitalisme dan konsumerisme dengan pengeboman.]

Bagaimana dengan anarkisme di Indonesia?

Di Indonesia kebanyakan anarko-sindikalis. Seperti di Bandung, kebanyakan anarko-sindikalis, fokusnya ke gerakan buruh, anti-kekerasan. Orientasinya bukan ke kekerasan. Tetapi jika harus membela diri, mereka siap. Misalnya ketika buruh mogok, dan direpresi polisi atau tentara, anarko-sindikalis siap maju. Sindikalis murni gerakan pekerja. Bahkan vandalisme bukan taktik yang dipakai sindikalis.

[Dosen sosiologi UGM A. B. Widyanta mengatakan anarkisme bukan gerakan tunggal. Ada banyak bentuk dan jenis yang tak jarang berseberangan, terutama dalam taktik gerakan.  Ada yang menggunakan kekerasan, ada pula yang anti-kekerasan. Menurut dia, penggunaan kekerasan, seperti vandalisme, adalah taktik yang dipakai untuk merebut perhatian publik. Dalam pandangannya, vandalisme bisa menjadi urusan penegak hukum karena bertentangan dengan ketertiban. Pelakunya bisa ditindak. Namun, polisi tidak semestinya bergerak terlalu jauh dengan memberangus anarkisme. Widyanta mengatakan para mahasiswa penganut anarkisme sekarang adalah generasi kedua gerakan prodemokrasi pascareformasi].

Ada yang menyamakan anarkisme dengan komunisme karena sama-sama berada dalam lanskap gerakan kiri. Bagaimana menurut Anda?

Beda. Marxisme lebih ke politik: menguasai parlemen, menarik suara, dan sebagainya. Anarkisme murni gerakan buruh, seperti menggalang pemogokan. Marxisme bahkan awalnya tak tertarik dengan pemogokan tetapi kemudian menggunakan metode itu setelah mengetahui taktik anarkisme ini sukses. Kalau sindikalisme awalnya gerakan sendiri, yang murni lahir dari pekerja, bukan dari Marx atau Bakunin. Tujuannya menumbangkan negara. Anarko-sindikalis merebut alat produksi yang selanjutnya dikontrol serikat pekerja, bukan negara. Beda dengan komunisme yang masih mempercayai negara.

[Secara sederhana, anarkisme adalah paham yang meyakini masyarakat bisa mengatur dirinya sendiri dalam sebuah komunitas tanpa campur tangan otoritas apa pun, termasuk negara. Filsuf dan politikus Prancis, Pierre-Joseph Proudhon (1809-1865), adalah orang pertama yang mendeklarasikan diri sebagai anarkis. Seruannya yang paling terkenal adalah anarchy is order without power yang dalam bahasa Indonesia berarti anarki adalah tatanan tanpa kekuasan. Jargon itu kemudian menginsipirasi simbol anarkisme yang sering disebut sebagai Lingkaran-A. A merujuk pada kata anarki, sedangkan lingkaran atau O merujuk pada kata order atau tatanan.

Bima Satria Putra, dalam Perang yang Tidak Akan Kita Menangkan: Anarkisme & Sindikalisme dalam Pergerakan Kolonial hingga Revolusi Indonesia (1908-1948), menguraikan akar perpecahan marxisme dan anarkisme yang dimulai dari perdebatan Karl Marx dan Mikhail Bakunin. Para penganut Marx percaya masyarakat tanpa kelas bisa diwujudkan apabila semua alat produksi direbut dari tangan kaum borjuis untuk dikelola negara. Sementara, kaum anarkis yang menjadikan Bakunin sebagai rujukan utama, meyakini bahwa pengelolaan alat produksi oleh negara hanya akan melahirkan elite baru yang sama-sama otoriter.]

Siapa sebenarnya aktivis anarko-sindikalis yang berunjuk rasa di Hari Buruh tempo hari dan memancing perhatian masyarakat serta memicu reaksi aparat keamanan?

Kebanyakan mahasiswa, ada beberapa buruh, dan ada juga beberapa pelajar.

Di mata publik, anarkisme identik dengan kerusuhan dan tukang merusak. Kamus Besar Bahasa Indonesia bahkan mendefinisikan anarki sebagai kekacauan dan ketiadaan ketertiban. Apa argumentasi Anda?

Perusakan hanya taktik yang dijalankan oleh kelompok-kelompok tertentu, yang tidak disetujui semua anarkis. Sasarannya adalah kantor pemerintahan, pos polisi, dan fasilitas yang mewakili korporasi multinasional. Tetapi anarkisme lebih dari itu, sebenarnya mulia.

Banyak banget sebenarnya fenomena di masyarakat ketika mereka mempraktikkan anarkisme. Misalnya ketika terjadi kecelakaan. Situasi setelahnya sangat anarki. Ada yang menyetop kendaraan di jalan, ada yang membantu korban kecelakaan, ada yang menonton, hehehe. Konsensus terjadi secara spontan, tanpa ada yang menggerakkan dan memerintah. Itu sangat anarki. Orang-orang secara sukarela bergotong royong.

Tetapi ada vandalisme, coretan, dan lainnya di gerakan anarkisme di berbagai kota.

Itu tidak ada hubungannya dengan ideologi. Itu hanya taktik. Anarko-sindikalis tidak pernah menganjurkan corat-coret.

Apakah perusakan fasilitas publik sudah dikonsolidasikan sebelum aksi?

Tidak ada konsolidasi sebelumnya.

Apakah taktik itu berguna untuk gerakan anarkisme, apalagi kemudian sebagian publik mengecam anarko-sindikalis?

Menurutku pribadi taktik seperti itu tidak berguna dan ini menjadi evaluasi kami, karena dampaknya ke gerakan. Ini taktik sesaat yang membuat publik tidak suka dan sebenarnya semakin ditinggalkan.

Itu taktik anarko-insureksioner. Biasanya dipraktikkan dalam situasi seperti ini: perusakan pusat pemerintahan atau pusat perbelanjaan untuk mengganggu jalur modal. Tetapi hanya berhenti di situ. Sementara, sindikalisme menggunakan pemogokan umum.

Permasalahannya, kebanyakan anarko-insureksioner tidak peduli karena sudah terlalu muak dengan sistem yang  berjalan. Mereka harus bergerak sekeras dan secepat mungkin. Di Jogja pernah ada pembakaran di ATM pada 2011, itu dilakukan anarko-insureksioner. Di Makassar di awal 2000-an juga banyak insureksioner. Mereka membajak truk, melakukan penjarahan, dan perusakan properti.

[Pembakaran anjungan tunai mandiri (ATM) di Jl Affandi, Gejayan, Sleman, terjadi pada Oktober 2011. Pembakar ATM membawa tas berisi selebaran antikapitalisme. Salah satunya berbunyi, "Selama negara dan kapitalisme masih eksis, tak pernah akan ada kata damai antara mereka yang tak berpunya dengan mereka yang berpunya.” Polisi mengaitkan pembakaran ATM ini dengan peristiwa serupa empat bulan sebelumnya di Bandung.]

Tahun lalu anarko membuat kerusakan di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga saat Peringatan Hari Buruh. Apa argumentasi Anda?

Begini, banyak kawan anarkis kecewa karena perjuangan di Kulonprogo dikooptasi kelompok kiri konvensional yang menganggap anak muda anarkis terlalu menggebu. Padahal, di hari pertama penggusuran untuk proyek bandara baru, sudah banyak anarkis yang bersiap, mereka pakai baju hitam-hitam. Dalam situasi itu, sudah saatnya kekerasan dilakukan karena vandalisme negara lebih parah. Yang kami lakukan adalah membela diri. Kemudian kami ditahan dan kami kesal, akhirnya kami putuskan perang di kota. Kalau kami tidak bisa membela warga di sana, kami pindahkan perang di kota, di Pertigaan UIN. Sekarang saya berpikir itu kurang berguna. Seharusnya perangnya saat di lokasi penggusuran. Tetapi karena ada kelompok kiri konvensional yang menghalangi aksi kami, akhirnya kami pindahkan aksinya di kota.

Apakah pengaruh insureksioner besar?

Mereka cukup dikenal dalam gerakan, meski jumlahnya sedikit. Tulisan mereka juga bagus-bagus. Pengaruhnya tidak langsung. Yang sudah lama mengenal mereka cukup mempertimbangkan pendapat mereka.

Di Indonesia, di kota-kota mana saja anarkisme bisa berkembang pesat?

Anarkisme tumbuh di kota besar karena akses terhadap internet semakin mudah. Apalagi kemampuan bahasa Inggris di kota juga baik. Kami jenuh terhadap gagasan komunisme yang sudah gagal. Kebanyakan aktivis anarko-sindikalis adalah mahasiswa, tetapi banyak juga buruh yang sudah anarkis. Mereka masih bergabung dengan serikat pekerja konvensional yang memiliki birokrasi dan elite, tetapi mereka menganut anarkisme.

[Menurut sosiolog A. B. Widyanta, anarkisme akan tumbuh selama fundamentalisme pasar masih ada. Gerakan ini banyak berkembang di wilayah perkotaan, tempat industri-industri berskala besar berada. Anarkisme menjadi respons atas kapitalisme yang tidak mampu menyejahterakan semua lapisan masyarakat. Kaum anarkis umumnya terdidik, dengan akses informasi yang luas, dan sepenuhnya sadar dengan jalan yang mereka pilih.]

Kenapa anak muda tertarik menjadi anarkis?

Karena anarkisme sesuai dengan semangat anak muda yang tidak begitu senang dikontrol dengan disiplin. Pendekatan anarko sindikalis dan gerakan anarkisme di Indonesia sangat keren. Kami mengenal anarko dari budaya pop, termasuk punk. Itu membuat anarko gampang dipahami.

Banyak musisi, desainer, sastrawan, seniman mural, anak-anak dari industri kreatif yang percaya dengan anarkisme dan menjadi simpatisan. Gerakan ini muncul secara organik, secara alamiah, bukan dari propaganda yang diorganisasi. Ada memang gerakan anarko yang lahir dari pengorganisasian, tetapi jumlahnya sedikit.

Kebanyakan dari kami mengetahui anarkisme dari membaca, atau mengenalnya dari kesenian, kemudian langsung berjejaring. Sekitar tahun 2016 mulai ramai. Waktu itu masih sangat baru dan belum terkonsolidasi.

Bagaimana dengan Anda, apakah Anda menjadi anarkis secara organik atau dipengaruhi orang lain?

Saya menjadi anarkis murni dari bacaan. Buku yang paling memengaruhi saya adalah Politik Ekologi Sosial, karya Janet Biehl. Sebelumnya sudah banyak membaca buku-buku anarkisme. Setelah membaca buku Janet Biehl, saya jadi semakin yakin karena banyak banget contoh keseharian tentang anarkisme dari banyak tempat.

Tetapi sebenarnya saya merasa sudah anarkis sejak dari lahir. Saya dulu aktif di BEM tetapi merasa tidak mewakili mahasiswa. Sistem di kampus adalah cerminan dari sistem yang lebih besar dan menurutku itu omong kosong. Elite-elite di lembaga perwakilan sebenarnya tak mewakili siapa pun.

Anarkisme melampaui kiri dan kanan. Dalam politik, anarkisme sesuai dengan semangat kebebasan liberalisme dan dalam ekonomi, anarkisme sejalan dengan semangat keadilan sosial sosialisme. Liberalisme mengatakan pemerintah yang baik adalah yang sedikit memerintah. Di anarkisme, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang tidak memerintah sama sekali.

Kemudian apa yang Anda lakukan setelah menjadi anarkis?

Awalnya terlibat dalam gerakan sosial yang lain. Anarko sering dibilang menumpang gerakan, padahal itu bentuk partisipasi kami. Kalau sekarang, saya lebih tertarik dengan sindikalisme. Sindikalisme menyakini kekuatan revolusi sosial ada di buruh, bukan politisi. Revolusi dicapai dengan taktik aksi langsung seperti pemogokan, sabotase, boikot, blokade. Tanpa keterlibatan politikus.

Bagaimana cara kerja anarko-sindikalis?

Kami mengorganisasi buruh dan ke area konflik, seperti di daerah penggusuran. Misalnya di Kendeng atau di Kulonprogo.

Ada pandangan yang menyebutkan anarko seharusnya tidak berorganisasi karena tidak memercayai otoritas.

Itu mitos yang disebarkan kelompok kiri. Mereka menyangka anarkisme tidak setuju dengan organisasi. Padahal ada perbedaan di gerakan anarkisme. Banyak  yang setuju dengan pembentukan organisasi dan ada juga yang tidak. Yang setuju salah satunya sindikalis. Yang tidak setuju misalnya anarko-individualis dan anarko-insureksioner.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan anarko-sindikalis terstruktur dan dia memerintahkan aparat keamanan mencari dalang di balik gerakan ini. Benarkah anarko-sindikalis terstruktur?

Tidak benar, sejauh ini tidak ada gerakan kami yang terstruktur. Memang tidak tepat kalau kami disebut antiorganisasi tetapi kami tidak punya organisasi. Benar-benar belum ada struktur. Masih baru. Organisasi belum dibentuk karena masalah biaya dan lain-lain.

Kemudian bagaimana menggalang gerakan?

Kemi berkonsolidasi lewat medsos dan kemudian bertemu. Perdebatan-perdebatan kami bangun lewat medsos, kemudian perencanaan aksi kami lakukan di kafe misalnya. Setelah muncul kesepakatan, kami sebarkan kembali lewat medsos. Jadi simpatisan bisa tahu banyak. Misalnya di Bandung, Yang benar-benar aktif 400, tetapi simpatisannya banyak banget, sampai ribuan.

[Saat peringatan Hari Buruh di Bandung, banyak anak muda yang berbaju hitam-hitam dan dituduh sebagai bagian anarko-sindikalis hanya melihat seruan aksi lewat medsos dan kemudian bergabung. Saat Hari Buruh di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga tahun lalu, ada beberapa demonstran berbaju hitam-hitam yang bukan bagian dari anarko-sindikalis dan ikut demonstrasi hanya atas dasar kesamaan pandangan.]

Dari mana dana untuk membiayai aksi tersebut?

Semuanya urunan. Kami mandiri banget.

Bagaimana bentuk organisasi anarkis kelak?

Ada birokrasi, tetapi minimal. Ada ketua serikat dan selebihnya pembagian tugas. Benar-benar tanpa struktur.

Kebebasan seperti apa yang dibawa anarkisme?

Masyarakat tanpa kelas.

Bagaimana mencapainya?

Melalui serikat pekerja.

Kapan?

Secepat mungkin karena krisis ekologi sudah tidak bisa direformasi. Bumi sudah tidak bisa menoleransi kapitalisme. Ini sudah terlambat.

Seberapa yakin Anda tentang terwujudnya masyarakat anarkis?

Sangat yakin karena sudah terbukti berhasil. Revolusi Bolshevik maupun revolusi marxis lainnya terbukti gagal, seperti di Korea Utara. Tetapi anarkisme selalu berhasil, misalnya di Spanyol. Banyak kolektif-kolektif anarkis yang bisa jadi model, seperti Chiapas di Meksiko dan Rojava di Suriah. Sementara, di satu kota, ada kota yang bisa berjalan tanpa negara. Polisi susah masuk, ada musyawarah dalam pengambilan keputusan, ada gotong royong. Misalnya di Christiania di Denmark dan Cheran di Meksiko. Jadi anarkisme bukan mengawang-awang karena ada wiilayah-wilayah yang pernah menerapkan, meski tidak sempurna.

[Christiania dibangun di bekas fasilitas militer yang ditinggalkan di Ibu Kota Denmark, Kopenhagen, sejak 1971 dan sampai sekarang masih eksis. Di wilayah yang kemudian menjadi salah satu destinasi pariwisata di Denmark ini, polisi tak punya peran. Penduduk setempat mengatur komunitas mereka sendiri secara musyawarah. Satu keputusan biasanya dirembug secara maraton selama lima jam oleh semua penduduk. Komunitas serupa dibangun di Cheran, Meksiko, dan yang terbaru di Rojava, Suriah. Di Rojava, kaum anarkis ikut berperang melawan ISIS.

Dalam skala luas, perang sipil melawan kediktatoran Jenderal Franco di Spanyol pada 1936-1939 sering menjadi rujukan kaum anarkis. Vivir la Utopia (Utopia yang Hidup) yang menceritakan pengakuan militan anarko-sindikalis dan anarkis dalam perang melawan fasisme Jenderal Franco menjadi salah satu film wajib untuk anak-anak muda anarkis di Indonesia.

Spanyol sering menjadi model keberhasilan anarkisme, terutama berkat keberhasilan  Mondragon Corporatian. Perusahan keuangan dan retail yang berbasis di Basque ini mempekerjakan 80.000 pekerja di 257 anak perusahaan. Pengambilan keputusan serta struktur gaji di perusahaan ini diyakini paling demokratis. Gaji eksekutif dan pekerja dengan posisi terendah tak terpaut jauh. Kala menyusun laporan ketimpangan di dunia pada 2017, Oxfam, organisasi nonpemerintah yang berbasis di London, Inggris, menjadikan Mondragon Corporation sebagai salah satu contoh paling ideal untuk memupus ketimpangan di dunia yang sangat lebar. Daniel Beetham, dalam artikel Worker cooperatives during the Spanish Civil War and in contemporary Spain, menyebut Don Jose Maria, pendiri Mondragon, bukan seorang anarkis, tetapi bersimpati dengan anarko-sindikalis selama Perang Sipil Spanyol dan menyerap ide-ide mereka.]

Bagaimana dengan di Indonesia?

Di Indonesia malah sebagian besar wilayah sudah pernah anarki, misalnya di Minangkabau pada zaman dahulu. Mereka adalah model demokrasi. Awalnya, demokrasi memang lahir dari Yunani Kuno dalam bentuk polis. Penduduk mengatur urusan hidup secara langsung lewat musyawarah, tidak seperti sekarang ketika kepentingan masyarakat banyak diserahkan kepada elite. Politik sebenarnya kan partisipasi, bukan hanya diurus oleh segelintir orang. Nagari-nagari di Minangkabau itu mirip banget dengan anarkisme, meski ada kerajaan di luarnya. Jadi sebenarnya ada anarkisme di Nusantara. Selain di Minangkabau, ada juga misalnya di Dayak dan Samin yang tidak mengenal kerajaan. Di Indonesia banyak anarkisme, tetapi konsep modern tentang anarkisme memang dari Eropa. Istilah ini baru lahir di abad 18 dan sebelumnya ada banyak komunitas yang tidak diatur negara yang mengedepankan gotong royong, musyawarah, dan komunalisme.

[Negara-bangsa lahir setelah Perjanjian Damai Westphalia pada 1648 yang mengkhiri perang 30 tahun di wilayah Kekaisaran Romawi. Negara-kerajaan ambruk dan kemudian diganti negara-bangsa. A. B. Widyanta mengatakan Perjanjian Damai Westphalia memengaruhi cara pandang khalayak terhadap anarkisme. Sebelum Perjanjian Damai Westphalia, banyak komunitas di luar kerajaan yang mampu mengatur diri mereka sendiri dan mirip dengan bentuk anarkisme. Setelah negara-bangsa lahir, komunitas-komunitas itu dipaksa masuk dalam konsep negara-bangsa sesuai batas-batas terotorial. Komunitas yang enggan hidup dalam negara-bangsa kemudian dianggap mengganggu ketertiban dan kekacauan. Di titik inilah anarkisme mengalami peyorasi hingga maknanya cenderung dicap negatif sampai sekarang.]

Apakah anarko-sindikalis di Indonesia berjejaring dengan anarko di luar negeri?

Baru secara individual. Sudah banyak dari kami yang berkomunikasi. Misalnya dengan aktivis anarkisme di Australia, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Tetapi baru sebatas diskusi atau membantu pembentukan organisasi. Tidak ada jaringan internasional.

Memilih jalan hidup di luar norma umum tentu tidak mudah, terutama bagi kita yang tinggal di lingkungan konservatif. Bagaimana penerimaan keluarga Anda. Apakah mereka setuju dengan pilihan Anda?

Yang paling berat memang menghadapi keluarga ketika terjun di gerakan seperti ini. Di waktu-waktu tertentu, sambil bercanda saya sering cerita pengin menghancurkan negara. Tetapi ayah biasanya langsung menghentikan. Hubungan saya dan keluarga masih baik, walaupun ada perbedaan. Ibu sebenarnya simpatik. Dia bilang, ‘Sebenarnya kamu benar, tetapi susah diterapkan.’

Jalan yang saya pilih saat ini tidak diterima keluarga, tetapi saya masih menghindari konflik terbuka. Tentu saja ada pergolakan, dan belum ada upaya serius untuk menyelesaikan masalah ini, apalagi saya belum selesai kuliah. Tetapi suatu saat akan saya selesaikan. Mereka juga perlu menghormati keputusan saya karena saya sudah cukup dewasa untuk memutuskan dan memilih jalan hidup.

Apakah Anda takut dikejar-kejar polisi, apalagi anarko-sindikalis sudah dicap perusuh?

Tujuan saya mulia.

Anda punya sosok yang jadi inspirasi?

Saya bukan orang religius, tetapi saya terinspirasi Yesus, dia sangat anarkis menurut saya. Nabi Muhammad juga tidak membentuk negara dan kesultanan. Itu sangat anarkis karena di Madinah dulu ada kolektif-kolektif, termasuk kolektif Yahudi. Setelah Nabi Muhammad tidak ada, kemudian muncul bentuk-bentuk negara Islam. Tetapi sebelumnya masyarakat Islam sudah anarkis. Sekarang, meski sedikit, ada juga beberapa anarko-sindikalis yang menggunakan istilah agama. Mereka menyerukan membela buruh adalah jihad. Saya juga suka Leo Tolstoy dan Mahatma Gandhi. Di gerakan anarkisme ada anarko-insureksioner yang menggunakan kekerasan di satu kutub dan ada anarko-pasifisme yang sama sekali menolak kekerasan di kutub lain. Leo Tolstoy dan Mahatma Gandhi ini contoh anarko-pasifisme.

[Leo Tolstoy lebih dikenal sebagai novelis. Karyanya yang paling menjulang adalah Anna Karenina serta War and Peace. Mahatma Gandhi adalah figur pergerakan nasional India yang menyerukan perlawanan terhadap kolonialisme Inggris dengan semangat ahimsa (non-kekerasan) dan satygraha (pembangkangan sipil).]

Pewawancara: Budi Cahyana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

14 Redkar Kemantren di Jogja Beradu Kemampuan Padamkan Kebakaran

Jogja
| Sabtu, 02 November 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Lebih Dekat dengan Pesawat Terbang

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 10:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement