Advertisement
Sekolah Favorit Bakal Dihapus di PPDB 2019

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menghapus adanya sekolah favorit dengan menerapkan sistem zonasi agar masyarakat tidak lagi sibuk ingin memasukkan anaknya ke sekolah favorit.
"Masyarakat masih memiliki stigma sekolah favorit, meskipun kami berusaha untuk menghapus adanya sekolah favorit dengan sistem zonasi," ujar Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang dalam taklimat media di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Advertisement
Masyarakat berupaya memasukkan anak ke sekolah favorit dengan berbagai cara, ujarnya, misalnya dengan pindah ke lokasi yang dekat dengan sekolah sebelum anaknya tamat. Selain itu juga dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) agar bisa masuk sekolah yang diinginkan.
Oleh karena itu, dalam Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 diatur bahwa domisili berdasarkan alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal satu tahun sebelumnya, KK dapat diganti dengan Suket domisili dari RT/RW (kecuali untuk TA 2019/2020 dapat berlaku minimal enam bulan).
"Diutamakan siswa yang alamatnya sesuai dengan sekolah asalnya. Jadi kita kunci di situ," tambah dia.
Sekolah juga diminta memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau Suket domisili dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.
Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 mengatur mengenai PPDB 2019, yang mana penerimaan siswa baru dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu zonasi dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal lima persen, dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota maksimal lima persen.
Untuk kuota zonasi 90 persen termasuk peserta didik tidak mampu dan penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.
"Kami mengharapkan tiga hingga lima tahun ke depan akan buyar tuh stigma sekolah favorit," kata dia.
Sekarang stigma sekolah favorit itu, lanjut dia, masih melekat di benak masyarakat. Perlahan pihaknya berupaya untuk menghilangkan stigma yang masih melekat itu. Upaya yang dilakukan adalah "mengunci" agar tidak terjadi upaya penyimpangan.
"Untuk masuk ke universitas juga tidak dilihat nilai UN. Jadi kalau anak-anak keinginannya untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pastinya mereka akan belajar sungguh-sungguh. Jadi bukan sekolah yang menentukan," tambah dia lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kemendagri Temukan Perbedaan Data Simpanan Pemda dan BI Rp18 Triliun
- Kejagung Serahkan Uang Rp13,2 Triliun Hasil Sitaan Kasus CPO ke Negara
- Kapal Tanker Federal II Terbakar, 13 Orang Meninggal Dunia
- Unjuk Rasa Pemuda Maroko, Tuntut Pembebasan Demonstran Gerakan GenZ
- Kawasan Gunung Lawu Tak Masuk WKP Panas Bumi, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Cilacap Diguncang Gempa Magnitudo 4,5, Begini Penjelasan BMKG
- Starting Line-up PSIS Vs PSS, M. Tahir Kembali Starter
- Geliatkan Pariwisata Jateng, 1.000 Peserta Ramaikan Slamet Trail Run
- Gempa Dangkal di Kalsel, BMKG: Tak Ada Kerusakan
- Sport Tourism di Jateng Perlu Dibarengi Aksi Pelestarian Lingkungan
- Prabowo Tegur Salah Satu Menteri Sampai Tiga Kali, Ini Respons Bahlil
- Tim Nasional U-23 Indonesia Berada di Grup C SEA Games Thailand 2025
Advertisement
Advertisement