Advertisement

Bupati Cirebon Jual Jabatan untuk Kembalikan Modal Pilkada

Newswire
Jum'at, 26 Oktober 2018 - 11:17 WIB
Nina Atmasari
Bupati Cirebon Jual Jabatan untuk Kembalikan Modal Pilkada Tersangka yang terjerat OTT KPK selaku Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra (tengah) dengan rompi tahanan meninggalkan kantor KPK di Jakarta, Jumat (26/10/2018) dini hari. - Antara Foto/Sigid Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Cirebon. Lembaga antirasuah ini mengindentifkasi uang suap yang diterima oleh Bupati Cirebon periode 2014-2019 Sunjaya Purwadisastra untuk kepentingkan Pilkada Serentak 2018.

Sunjaya merupakan petahana yang memenangi Pilkada Kabupaten Cirebon 2018 lalu. KPK pada Kamis mengumumkan Sunjaya Purwadisastra (SUN) bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto (GAR) sebagai tersangka kasus suap terkait mutasi jabatan, proyek, dan perizinan di Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2018.

Advertisement

"Dalam proses penyelidikan ini, KPK mengidentifikasi dugaan aliran dana untuk kepentingan Pilkada sebelumnya," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Sunjaya merupakan petahana yang memenangi Pilkada Kabupaten Cirebon 2018 lalu. KPK pada Kamis mengumumkan Sunjaya Purwadisastra (SUN) bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto (GAR) sebagai tersangka kasus suap terkait mutasi jabatan, proyek, dan perizinan di Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2018.

"Terkait logistik pilkada seperti saya sampaikan lebih kurangnya, Bupati ini menjual jabatannya dalam rangka mengembalikan modal apalagi dia petahana," ungkap Alexander.

KPK pun, kata dia, sangat menyesalkan masih terjadinya praktik penerimaan suap oleh kepala daerah.

"Bupati Cirebon merupakan kepala daerah ke-19 yang diproses KPK melalui operasi tangkap tangan di tahun 2018 ini dan merupakan kepala daerah ke-100 yang pernah kami proses selama KPK berdiri," ucap Alexander.

KPK pun memandang sudah mendesak untuk melakukan perubahan aturan terkait penguatan independensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan perbaikan di sektor politik.

"Terutama aspek pendanaan politik terhadap calon kepala daerah dalam proses kontestasi politik," kata dia.

Ia pun juga mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian KPK terkait pendanaan dalam pilkada terungkap bahwa banyak kepala daerah yang "disponsori" oleh pihak-pihak tertentu.

"Bahwa dari beberapa operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK dan ketika diperiksa banyak yang mengatakan mereka itu untuk pilkada disponsori oleh pihak-pihak tertentu atau bahkan dia minjam," tuturnya.

Menurut Alexander, ada kepala daerah di daerah tertentu yang mengungkapkan untuk menjadi kepala daerah itu paling tidak harus menyiapkan dana Rp20 miliar sampai Rp30 miliar.

"Padahal kalau dihitung dari penghasilan kepala daerah selama lima tahun saya yakin mungkin kalau ditabung semua uangnya itu penghasilan yang resmi mungkin tidak sampai Rp6 miliar dengan asumsi penghasilan bupati itu Rp100 juta perbulan. Sisanya dari mana? Tentu saja mereka akan berupaya dengan berbagai cara untuk mengembalikan modal," kata Alexander.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Bus Damri dari Jogja-Bandara YIA, Bantul, Sleman dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement