Advertisement

LONG-FORM: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipuji IMF, tetapi Ketimpangan Harus Diselesaikan

Rinaldi Mohammad Azka, Hadijah Alaydrus, & Herlambang Jati Kusumo
Rabu, 10 Oktober 2018 - 09:25 WIB
Budi Cahyana
LONG-FORM: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipuji IMF, tetapi Ketimpangan Harus Diselesaikan Buruh pekerja perempuan di DIY saat menggelar aksi peringatan May Day di Malioboro, Selasa (1/5/2018). - Harian Jogja/Bhekti Suryani

Advertisement

Harianjogja.com, BADUNG—Di tengah perekonomian global yang loyo, Indonesia menjadi contoh sukses negara berkembang. Tantangan berikutnya adalah mempersempit ketimpangan.

Kepala Ekonom International Monetary Fund (IMF), Maurice Obstfeld, mengatakan saat ini perekonomian dunia dirundung ketidakpastian akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, gejolak harga minyak, serta pengetatan keuangan global.

Advertisement

IMF kemudian mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada April lalu, menjadi 3,7% pada 2018 maupun 2019.

“Ada awan di cakrawala, pertumbuhan telah terbukti kurang seimbang dari yang kami harapkan, tidak hanya pada sisi keseimbangan risiko, kemungkinan guncangan negatif untuk proyeksi pertumbuhan telah meningkat,” kata Obstfeld dalam konferensi pers World Economic Outlook (WEO) di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (9/10).

Meski terjadi turbulensi, Indonesia mampu bertahan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kisah sukses yang nyata. Walaupun kita memiliki banyak faktor negatif dan dapat berdampak ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap cukup kuat,” ujar dia.

Pada laporan World Economic Outlook IMF, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 5,1% pada tahun ini. Dalam laporan April 2018, IMF menaksir ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,3%.

Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% juga diperkirakan dialami Indonesia pada 2019. Pada laporan sebelumnya, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 5,5% pada tahun depan. Dalam situasi ini, pertumbuhan Indonesia masih cukup kuat karena jauh di atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang hanya 3,7%.

Maurice Obstfeld mengatakan prediksi yang cukup bagus ini menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan yang dapat dinikmati semua orang.

“Kami berpikir mengenai kemungkinan pendapatan perpajakan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan pemerintah untuk berinvestasi pada sistem pendidikan, infrastruktur, perlindungan sosial, dan semua investasi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” tutur dia.

Hingga 31 Agustus 2018, penerimaan pajak berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencapai Rp799,47 triliun. Jumlah tersebut naik 16,52% dibandingkandengan periode yang sama pada 2017.

Target penerimaan pajak yang dicantumkan pada APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun.  Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada 2019 tumbuh 15% menjadi Rp1.781 triliun.

IMF menyarankan seluruh negara dengan pendapatan seperti Indonesia untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja, memperbaiki sumber daya manusia dan terus mempersempit ketimpangan sosial yang selalu jadi persoalan selama beberapa tahun terakhir.

Ketimpangan

Ketimpangan di Indonesia, yang diukur menggunakan Rasio Gini, masih sangat lebar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Rasio Gini Indonesia selama periode September 2017 hingga Maret 2018 sebesar 0,389. Rasio itu menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya ketika ketimpangan di Indonesia masih 0,393. Semakin Rasio Gini mendekati 0, jurang kesenjangan kian sempit.

Sementara, dalam laporan berjudul The Commitment tor Reducing Inequality Index 2018 yang dirilis Oxfam, Selasa kemarin, Indonesia berada di urutan ke-90 dari daftar 157 negara yang berupaya mengurangi ketimpangan. Upaya Indonesia untuk mempersempit kesenjangan jauh lebih baik ketimbang Singapura, salah satu negara terkaya di dunia. Negeri jiran tersebut berada di peringkat ke-149.

Ikhtiar negara mengurangi diwujudkan dalam tiga cara, yakni menganggarkan dana sosial, penerimaan pajak, dan pemenuhan hak buruh serta upah minimum yang tinggi.

Usaha terbaik Indonesia untuk mengurangi kesenjangan adalah bisa mengumpulkan pajak. Sejak 2016, pemerintahan Joko Widodo memberlakukan program tax amnesty dan hasilnya cukup bagus. Dari 157 negara, Indonesia berada di urutan ke-23 terbaik dalam urusan menghimpun pajak.

Namun, Indonesia masih buruk dalam memenuhi hak buruh dan menerapkan upah minimum yang layak. Indonesia ada di urutan ke-123 dalam menggaji para pekerja. Sementara, dalam pemenuhan anggaran publik, Indonesia berada di urutan ke-98. Anggaran publik terdiri atas anggaran untuk kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Dari tiga sektor tersebut, Indonesia dinilai positif dalam menganggarkan dana kesehatan. Indonesia berada di urutan 10 besar negara-negara yang berupaya menambah dana jaminan kesehatan.

Oxfam memperingatkan para pemimpin dunia tentang komitmen mereka untuk mengurangi jurang ketimpangan kaya dan miskin pada 2030. Oxfam juga mendesak pemimpin dunia membuat rencana sistematis untuk menjalankan pajak progresif dan mengurangi jumlah pengemplang pajak.

Guru besar ilmu ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Mudrajad Kuncoro menilai langkah pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran merupakan strategi yang benar untuk mengurangi ketimpangan.

“Saat ini tinggal dipercepat. Kota-kota terpadu mandiri di luar Jawa harus ditingkatkan agar memperbanyak pertumbuhan,” kata Mudrajad saat dihubungi Harian Jogja, Selasa.

Hal lain yang perlu diperhatikan pendapatan antar-golongan yang masih besar. Kelompok termiskin, menurut dia, hanya menikmati 17% dari kue ekonomi nasional nasional, kalangan teratas menikmati 48%, dan sisanya untuk golongan ekonomi menengah.

Menurut dia, anggaran sosial yang wujudnya seperti Kartu Indonesia Pintar dan  Kartu Indonesia Sehat sangat penting.

“Namun yang lebih dibutuhkan sebenarnya pekerjaan. Bagaimana pekerjaan meningkatkan kesejahteraan atau taraf hidup penduduk yang berasal dari golongan terendah,” ucap dia.

Selain itu, nadi-nadi ekonomi juga belum merata. Pusat industri dan ekonomi Indonesia 58% ada di Jawa dan 22% di Sumatra. Dengan demikian, wilayah timur Indonesia harus terus dipacu.

“Langkah Jokowi sudah betul dalam membangun Indonesia dari pinggiran dari wilayah Timur, di daerah tertinggal. Saat ini desa tertinggal masih sekitar 27% dari 74.000 desa. Harus didorong menjadi desa mandiri, tidak miskin, terjangkau infrastrukturnya dan juga aksesnya,” ujar Mudrajad.

Adapun Rektor Universitas Widya Mataram Jogja Edy Suandi Hamid menilai aspek terpenting untuk mengurangi ketimpangan ekonomi di Indonesia yaitu membuka kesempatan kerja untuk masyarakat bawah.

“Pemerintah harus menstimulus dari bawah, pertumbuhan pendapatan. Dengan menciptakan kesempatan kerja, kesempatan meningkatkan pendapatan. Angkatan kerja dilibatkan dalam sektor formal,” ujar mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) dan guru besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi UII itu.

Penggelontoran anggaran publik, kata dia, juga tidak cukup.

“Pekerjaan lebih utama, setidaknya meningkatkan upah minimum sehingga kelompok ekonomi bawahkeluar dari garis kemiskinan.”

Pembangunan Manusia

Kepala Eksekutif Panitia Nasional Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group (WBG)  2018 Susiwijono Moegiarso mengatakan Indonesia akan mengusulkan beberapa hal yang bisa memaju pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Usulan itu berdasarkan kebijakan PBB yang menekankan manusia dan kemampuannya menjadi kriteria utama dalam menilai perkembangan dan juga pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Menurut dia, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi tolak ukur pencapaian rata-rata pembangunan manusia yang mencakup hidup sehat dan panjang umur, berpengetahuan, dan memiliki standar kehidupan yang layak. Sementara itu, pengembangan sumber daya manusia meliputi pengetahuan, keahlian, kesehatan dan kesempatan untuk mengetahui potensi sebagai anggota masyarakat yang produktif.

Pertemuan Tahunan IMF-WBG Tahun 2018 di Bali, kata Susiwijono, akan meluncurkan Indeks Pengembangan Sumber Daya Manusia.

“Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara yang akan mengadopsi Indeks Pengembangan SDM,” kata Susiwijono.

Melalui Indeks Pengembangan SDM yang baru, negara dapat mengukur kontribusi kesehatan dan pendidikan terhadap tingkat produktivitas dan penghasilan generasi berikutnya.

“Kami mampu memberantas kemiskinan ekstrem dan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dengan mengembangkan SDM.”

Sebagai tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018, Susiwijono mengatakan Indonesia memperoleh banyak keuntungan: mulai dari transfer pengetahuan; investasi dan perdagangan; pariwisata; hingga pendapatan devisa dan manfaat ekonomi jangka pendek sekitar Rp5,9 triliun selama berlangsungnya acara yang dihadiri oleh sekitar 34.000 orang.

“Perolehan ini sebagian besar berasal dari sektor swasta seperti transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, belanja dan hiburan, serta wisata alam dan budaya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Akhir Tahun, Taman Pintar Kejar Target 30 Ribu Kunjungan Wisatawan

Jogja
| Senin, 11 Desember 2023, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul

Wisata
| Rabu, 06 Desember 2023, 20:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement