Advertisement

Kisah Ribuan Perempuan Afganistan yang Dipenjara karena Tidak Perawan

Bhekti Suryani
Kamis, 05 Juli 2018 - 20:50 WIB
Bhekti Suryani
Kisah Ribuan Perempuan Afganistan yang Dipenjara karena Tidak Perawan Ilustrasi perempuan Afganistan. - ABC

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA- Kebijakan baru akan menghentikan praktik di klinik dan rumah sakit di Afganistan dari pemeriksaan yang menyebabkan pemenjaraan dan pengucilan terhadap para gadis atau perempuan di wilayah ini.

Dalam sebuah penjara di Provinsi Balkh, Afganistan, lebih dari 200 gadis dan perempuan muda berjejalan di sebuah sel penjara yang kotor. Banyak di antara mereka yang telah dipenjara selama berbulan-bulan dan sebagian lainnya dipenjara lebih dari setahun. Bahkan ketika mereka bebas dari penjara, mereka menghadapi masa depan dengan rasa malu, pengucilan bahkan kemelaratan.

Advertisement

Mereka dikriminalkan karena gagal menjalani tes keperawanan yang dilakukan tenaga profesional di klinik atau rumah sakit.

Tahun lalu, di saat meningkatnya tekanan dari pegiat hak asasi manusia, Presiden Afganistan Ashraf Ghani berjanji bahwa tes keperawanan secara forensik (pemeriksaan secara invasif untuk mengetahui utuh tidaknya selaput dara), akan dilarang sebagai prosedur resmi. Namun, praktik tes keperawanan itu masih menyebar luas dan berdampak buruk bagi gadis dan perempuan yang dianggap gagal menjalani tes keperawanan.

"Saya sudah ke penjara di Provinsi Balkh dan mayoritas yang dipenjara adalah mereka yang gagal menjalani tes keperawanan. Mereka berusia 13 hingga 21 tahun," kata Farhad Javid, country director for Marie Stopes International di Afghanistan.

"Apa yang saya lihat di sana sungguh menjengkelkan. Kondisinya begitu buruk. Lebih dari 12 gadis muda di tiap sel penjara yang kecil,"

"Meskipun mereka hanya diharuskan dipenjara selama tiga bulan, banyak di antara mereka yang telah di sana selama setahun hingga satu setengah tahun. Ketika mereka keluar, keluarga mereka tidak mengakui mereka. Mereka benar-benar dalam posisi yang sangat berbahaya," kata dia.

Kecaman dari organisasi kesehatan dunia WHO tentang tes keperawanan yang dianggap merendahkan, mendiskriminasi dan tidak ilmiah secara medis telah menyebar luas. Praktik tes keperawanan itu untuk memastikan apakah seorang perempuan telah melakukan perzinahan atau kegiatan seks sebelum menikah.

Sekarang, setelah waktu yang lama dan melalui pertarungan sengit, Lembaga Marie Stopes Afghanistan, bersama dengan koalisi masyarakat sipil serta pemimpin agama, menyatakan terobosan besar telah dibuat dalam bentuk kebijakan resmi di bidang kesehatan yang akan menghentikan praktik tes keperawanan ini di klinik atau rumah sakit.

Dengan didanai oleh pemerintah Swedia, sebuah organisasi yang mempekerjakan dokter dan perawat akan dikerahkan di fasilitas kesehatan di setiap provinsi di Afganistan untuk memastikan kebijakan baru tersebut benar-benar telah dimengerti dan dikomunikasikan.

"Ini adalah perjuangan yang sangat panjang, namun kami melihat ini adalah terobosan besar karena kebijakan kesehatan publik di Afganistan sangat kuat dan dihormati baik di pemerintah maupun di wilayah Taliban, yang berada di bawah hukum syariah. Kami mengharapkan kebijakan ini diimplementasikan di seluruh provinsi," ujar Javid.

Tes keperawanan telah dilarang sejak 2016, namun Javid mengatakan, praktik tes keperawanan ini terus berlanjut dengan menjemput perempuan dan gadis yang diduga telah melakukan hubungan seksual serta memaksa mereka menjalani tes keperawanan.

Langkah selanjutnya kata Javid, menemukan ribuan gadis dan perempuan yang dipenjara karena gagal menjalani tes keperawanan.

Menurut laporan lembaga hak asasi manusia pada 2016, hampir separuh perempuan dipenjara di Afganistan. Sebanyak 95% perempuan ada di tahanan remaja. Mereka dituduh melakukan pelanggaran moral seperti melakukan hubungan seks sebelum menikah.

"Sangat sulit untuk mengetahui tepatnya berapa banyak yang dipenjara karena kasus ini," tutur dia.

"Kami juga tidak tahu jumlah perempuan dan gadis yang dibunuh atau mengalami kekerasan setelah menikah karena suami atau keluarga mereka menyatakan mereka tidak perawan. Namun, larangan tes keperawanan pada lembaga kesehatan publik adalah langkah penting dan kami mulai dari sini," kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : The Guardian

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Pembangunan Gedung Baru RSUD Sleman Dimulai 2026

Pembangunan Gedung Baru RSUD Sleman Dimulai 2026

Sleman
| Jum'at, 07 November 2025, 11:27 WIB

Advertisement

Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa

Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa

Wisata
| Sabtu, 01 November 2025, 16:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement