Advertisement
Mantan Teroris: Gaya Jihad JAD Bersifat Perorangan & Tak Terorganisasi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -- Mantan teroris Ali Fauzi Manzi mengungkapkan perbedaan arah jihad antara Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, JI menerapkan ketaatan mutlak dalam jihad mereka, sehingga perlawanan harus diatur secara terorganisasi. JI tidak mengenal lone wolf, atau perlawanan individualis tanpa perencanaan kelompok.
"Ada ketaatan mutlak. Tidak boleh individu melakukan inovasi sendiri-sendiri," ujar Ali Fauzi.
Advertisement
Dia menambahkan, anggota JI terkungkung dalam sebuah organisasi yang terorganisasi, terpimpin, mendengar, taat dan patuh.
"JI menganggap sampai saat ini jihad mereka masih dalam lingkup fardhu qifayah, kecuali terjadi konflik komunal. Seperti kerusuhan yang terjadi di Ambon, di Poso, mereka akan merubah fatwa menjadi fardhu ain," jelasnya.
Sekadar informasi, fardu qifayah adalah status hukum dari aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur.
Dalam perspektifnya, JI belum mengidentifikasi Indonesia sebagai negara yang wajib diperangi, dengan alasan dapat memberi dampak buruk terhadap kelompoknya. "Kalau kelompok ini mengidentifikasi Indonesia sebagai negara yang wajib diperangi, tentu anggota yang di bawah akan bermain," tambah Ali.
Sementara itu, Ali Fauzi menjelaskan JAD menganut fatwa jihad fardiyah dan menganggap Indonesia merupakan negara yang wajib diperangi. "Ini yang bahaya. Dari jihad yang tadinya betul-betul taat, kemudian mereka bergeser menjadi jihad fardiyah, jihad secara perseorangan, jihad individu, yang sifatnya fardhu ain," ungkap Ali.
Tidak seperti JI yang terorganisasi dan patuh, JAD merupakan organisasi semi terpimpin. Jadi, lanjut Ali, pimpinan atau amir mereka tidak punya kekuatan penuh untuk mengendalikan anak buah yang ada di dalam organisasi.
"Termasuk aksi yang di Surabaya, itu termasuk ke dalam inisiatif orang-orang JAD Surabaya untuk memberikan balasan. Tanpa izin siapapun, konsep mereka bahwa menyerang, melakukan aksi, tidak perlu izin siapapun," lanjutnya.
Dalam mazhab takfiri yang menjadi rujukan ideologis JAD, umat Islam pada umumnya dianggap sebagai masyarakat jahiliyah dan kafir. "Bagi mereka, gembala kambing di Suriah lebih baik daripada direktur di Indonesia. Mazhab takfiri lebih cenderung memerangi umat Islam dengan alasan memerangi kesyirikan, bid'ah, ketimbang berdakwah kepada mereka," ujar Ali.
Bahkan, tambahnya, mazhab takfiri melihat kondisi umat yang sedang sakit, lemah, serta menyimpang pun bukan dengan sikap empati. "Namun, penganut mazhab takfiri justru memusuhi, membenci, mengintimidasi, memerangi dan membunuh umat Islam dengan alasan kesyirikan dan kebodohan [yang] berkonsekuensi akan menjadi kafir," papar Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- 17 Korban Ambruknya Ponpes Al-Khoziny yang Berhasil Diidentifikasi
- Layanan Darurat Triple Zero (000) Australia Gagal, Diduga Terkait 4 Kematian
- Alasan KPK Kembalikan Alphard yang Disita dari Rumah Immanuel Ebenezer
- Bandara Hollywood Burbank Tanpa Pengatur Lalu Lintas Udara
- Kebocoran Dokumen Rostec Ungkap Rencana Ekspor Senjata Rahasia Rusia
Advertisement
Advertisement

Jembatan Kaca Tinjomoyo Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya
Advertisement
Berita Populer
- Pertamina Dorong Kolaborasi dengan Swasta untuk Impor BBM
- Kawasan Diplomatik IKN Disiapkan Jadi Pusat Hubungan Internasional
- Siswa Bisa Pilih Menu MBG lewat Akun Instagram, Khusus di SPPG Ini
- AHY Tegaskan Zero ODOL Berlaku 2027 Tanpa Penundaan
- Generasi Z Jadi Kunci Sukses Digitalisasi Layanan Pertanahan
- Pelaku Pembunuhan Sopir Online di Bantul Divonis Seumur Hidup
- Sertipikasi Tanah Ulayat Kaum di Padang Jaga Pusaka Adat
Advertisement
Advertisement