Advertisement
PM Thailand Tegaskan Tak Ada Gencatan Senjata dengan Kamboja
Junta militer Myanmar. / Antara
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menegaskan tidak ada rencana gencatan senjata dengan Kamboja, menyusul tewasnya satu warga sipil Thailand akibat serangan roket di tengah eskalasi konflik perbatasan kedua negara.
Anutin membantah klaim Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebut Thailand dan Kamboja telah menyepakati gencatan senjata baru. Ia menegaskan hingga Minggu malam tidak ada kesepakatan apa pun untuk menghentikan pertempuran.
Advertisement
Militer Thailand mengonfirmasi seorang warga sipil berusia 63 tahun tewas akibat roket BM-21 yang ditembakkan Kamboja ke wilayah Distrik Kantaralak, Provinsi Si Sa Ket. Serangan tersebut menambah daftar korban konflik yang kembali pecah sejak awal Desember.
Pemerintah Thailand juga mengajukan nota protes ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menuduh Kamboja melakukan serangan membabi buta ke wilayah nonmiliter. Hingga kini, pemerintah Kamboja belum merilis data korban di pihaknya.
BACA JUGA
Bentrok terbaru ini menjadi eskalasi paling serius sejak kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat pada Juli lalu. Konflik berkepanjangan tersebut telah menewaskan lebih dari dua lusin orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi di sepanjang perbatasan Thailand–Kamboja.
“Tidak ada rencana maupun kesepakatan dari pemerintah Thailand untuk melakukan gencatan senjata dengan musuh kami hingga pukul 22.00 tadi malam,” ujar Anutin dalam unggahan di Facebook sebagaimana dilansir dari Bloomberg, Senin (15/12/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan setelah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mendesak kedua negara menghentikan pertempuran sebelum batas waktu tersebut.
“Thailand berdiri teguh dengan tekad untuk menjaga, melindungi, dan mempertahankan keutuhan wilayah serta rakyat kami dengan segala cara,” tegas Anutin.
Pernyataan tersebut muncul setelah militer Thailand mengonfirmasi seorang warga desa tewas akibat roket BM-21 yang ditembakkan Kamboja ke kawasan sipil di Distrik Kantaralak, Provinsi Si Sa Ket. Korban berusia 63 tahun itu menjadi warga sipil Thailand pertama yang tewas secara langsung akibat serangan Kamboja.
Selain itu, sembilan warga lainnya dilaporkan meninggal dunia akibat kondisi medis yang telah diderita sebelumnya sejak konflik kembali pecah pekan lalu.
Kementerian Luar Negeri Thailand pada Minggu mengajukan nota protes kepada badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan menuduh Kamboja melancarkan serangan secara membabi buta, termasuk terhadap target nonmiliter.
Seorang tentara Thailand juga dilaporkan tewas akibat tembakan artileri Kamboja di distrik yang sama, sehingga total korban di pihak Thailand mencapai 16 prajurit tewas dan 327 lainnya luka-luka. Pemerintah Kamboja hingga kini belum mengungkapkan data korban militer di pihaknya.
Angkatan Laut Thailand memberlakukan jam malam mulai Minggu (14/12/2025) di lima distrik Provinsi Trat, wilayah pesisir tenggara yang berbatasan dengan Provinsi Koh Kong, Kamboja. Sebelumnya, militer Thailand juga telah memberlakukan jam malam di sejumlah wilayah di Provinsi Sa Kaeo di timur laut.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet memuji apa yang disebutnya sebagai kekuatan dan persatuan negaranya. Dia menyerukan kepada rakyat Kamboja untuk mendukung tentara heroik dalam menjalankan misi melindungi kedaulatan dan martabat wilayah Kamboja.
Pemerintah Kamboja juga menuduh Thailand mengerahkan pesawat tempur untuk menjatuhkan bom di salah satu wilayah konflik. Tuduhan tersebut belum mendapat tanggapan resmi dari pihak Thailand.
Sejak pekan lalu, konflik ini telah menewaskan lebih dari dua lusin orang di kedua pihak, termasuk 11 warga sipil Kamboja sebagaimana dilaporkan otoritas setempat. Lebih dari 500.000 orang terpaksa mengungsi akibat eskalasi konflik.
Pertempuran kembali pecah di sepanjang perbatasan kedua negara sepanjang sekitar 800 kilometer pada 7 Desember, menjadi eskalasi paling serius sejak bentrokan selama lima hari pada Juli lalu yang dihentikan melalui kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Donald Trump. Saat itu, Trump sempat mengancam menghentikan perundingan dagang dengan kedua negara.
Bentrok terbaru ini juga menggagalkan implementasi “Kuala Lumpur Peace Accords” yang ditandatangani para pemimpin Thailand dan Kamboja dalam pertemuan tingkat regional di Malaysia pada Oktober 2025.
Kesepakatan sebelumnya mencakup langkah penarikan pasukan dan senjata berat, serta rencana Thailand membebaskan 18 tentara Kamboja yang ditahan. Namun, bulan lalu Thailand menangguhkan pelaksanaan kesepakatan setelah empat prajuritnya terluka akibat ranjau darat yang disebut-sebut baru dipasang oleh Kamboja, tudingan yang dibantah Phnom Penh.
Sikap keras Anutin dalam konflik perbatasan dan retorika nasionalisnya dinilai berpotensi mendongkrak popularitas dirinya serta Partai Bhumjaithai yang konservatif menjelang pemilihan umum Thailand yang diperkirakan digelar pada awal Februari 2026.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
- Musim Flu AS Catat 2,9 Juta Kasus, 1.200 Orang Meninggal
- Korupsi Kepala Daerah Masih Terjadi, Pakar Nilai Retret Bukan Solusi
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Film Bioskop Jogja Minggu Ini, Harga Tiket Lengkap
- Disperindag DIY Gelar 6 Operasi Pasar dan 25 Pasar Murah 2025
- Platform X Lunasi Denda Rp80 Juta Terkait Konten Pornografi
- PSS Sleman Menang 1-0 atas Garudayaksa FC di Laga Uji Coba
- Balap Sepeda Indonesia Raih Emas Road Race SEA Games 2025
- Penembakan di Universitas Brown AS, Dua Orang Tewas
- SEA Games 2025, Dua Atlet Gunungkidul Bela Indonesia
Advertisement
Advertisement





