Korban Gempa M 7,5 di Jepang Bertambah

Harianjogja.com, JAKARTA—Jumlah korban luka akibat gempa magnitudo 7,5 yang mengguncang timur laut Jepang terus bertambah menjadi sedikitnya 50 orang pada Selasa (9/12/2025). Data tersebut dihimpun Kyodo News setelah guncangan tengah malam itu mengganggu layanan transportasi, pasokan air, hingga kegiatan sekolah.

Badan Meteorologi Jepang melaporkan gempa besar terjadi Senin pukul 23.15 waktu setempat di lepas pantai timur Prefektur Aomori pada kedalaman 54 kilometer. Badan tersebut memperingatkan potensi gempa susulan dengan kekuatan serupa atau lebih besar dalam beberapa hari ke depan.

Peringatan ini menjadi yang pertama sejak sistem peringatan khusus untuk wilayah pesisir Hokkaido dan Sanriku diperkenalkan pascagempa dan tsunami besar pada Maret 2011. Peringatan tersebut meliputi 182 kotamadya di tujuh prefektur, mulai Hokkaido hingga wilayah timur Tokyo.

Operasional transportasi ikut terdampak. JR East menghentikan layanan kereta peluru di Jalur Tohoku Shinkansen antara Stasiun Morioka dan Shin-Aomori untuk inspeksi. Layanan kembali beroperasi sekitar pukul 15.40 waktu setempat.

Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi meminta masyarakat tetap waspada terhadap informasi pemerintah daerah dan badan meteorologi. Ia mengingatkan warga menyiapkan mitigasi, termasuk mengamankan perabotan.

“Pemerintah meminta warga tetap menjalankan aktivitas sosial dan ekonomi sambil siaga untuk segera mengungsi jika terjadi guncangan,” ujar Takaichi di Tokyo.

Korban luka dilaporkan di Hokkaido, Aomori, dan Iwate. Puluhan warga masih bertahan di pusat-pusat evakuasi hingga Selasa pagi.

Kepala Sekretaris Kabinet Minoru Kihara mengatakan sekitar 31 dari 80 pasien di rumah sakit yang rusak di Kota Mutsu, Prefektur Aomori, berhasil dievakuasi ke fasilitas terdekat oleh Tim Bantuan Medis Bencana, pemadam kebakaran, dan Pasukan Bela Diri Jepang. Rumah sakit tersebut sempat terendam sebagian akibat kerusakan sistem sprinkler.

Pemerintah mencatat sekitar 1.360 rumah di Aomori dan Iwate mengalami gangguan pasokan air karena kerusakan pipa.

Gangguan juga terjadi di sektor pendidikan. Kegiatan belajar mengajar ditiadakan di 139 sekolah dasar hingga SMA negeri di Aomori, serta 48 sekolah di Hokkaido.

Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Koizumi menuturkan pangkalan udara Pasukan Bela Diri Maritim dan kamp Pasukan Bela Diri Darat di Hachinohe, Aomori, telah dibuka sebagai pusat evakuasi. Tercatat sekitar 620 orang dan 270 kendaraan mengungsi ke fasilitas tersebut.

Banyak warga harus keluar rumah dalam kondisi cuaca membekukan saat peringatan tsunami dikeluarkan. Peringatan tersebut diturunkan menjadi imbauan tiga jam setelah gempa dan dicabut pada pukul 06.20 pagi waktu setempat.

Di Balai Kota Hidaka, Hokkaido, lebih dari 200 orang—termasuk lansia dan anak-anak—mengungsi sambil bertahan dengan selimut dan penghangat. Suhu di wilayah itu mencapai minus 7,8 derajat Celcius pada Selasa pagi.

Tidak ditemukan adanya kejanggalan pada pembangkit listrik tenaga nuklir di Hokkaido maupun di prefektur lain seperti Aomori, Miyagi, dan Fukushima.

Badan Meteorologi Jepang yang sebelumnya mengumumkan magnitudo 7,6 kemudian merevisi menjadi 7,5. Badan tersebut juga memperingatkan potensi tsunami hingga 3 meter. Gelombang tertinggi yang terpantau mencapai 70 cm di Iwate.

Gempa terjadi di kawasan sepanjang palung di lepas pantai Hokkaido dan timur laut Jepang, lokasi yang rawan gempa besar akibat subduksi lempeng Pasifik di bawah Pulau Honshu.

Sistem peringatan khusus gempa susulan di wilayah Hokkaido dan Sanriku mulai beroperasi pada Desember 2022. Sistem ini dikembangkan berdasarkan pengalaman gempa 2011 yang memicu tsunami besar dan bencana nuklir Fukushima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara