Advertisement

LMKN Diusulkan Dibiayai Negara untuk Perkuat Transparansi

Newswire
Kamis, 13 November 2025 - 17:17 WIB
Maya Herawati
LMKN Diusulkan Dibiayai Negara untuk Perkuat Transparansi Foto ilustrasi uang / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—DPR RI menilai pendanaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu berasal dari APBN guna memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik di Indonesia. Hal ini diutarakan anggota Badan Legislasi DPR RI I Nyoman Parta dalam rapat dengar pendapat umum Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Dia mengemukakan bahwa pembentukan LMKN diamanatkan oleh undang-undang, karenanya negara seharusnya mendukung pengoperasian lembaga tersebut.

Advertisement

"Saya pikir ini harus dibiayai seperti komisioner yang lain, yang memang negara menugaskan, membuat lembaga, mengangkat orang, jadi biayanya juga harus disiapkan oleh negara, sehingga auditnya jadi jelas," kata Nyoman.

LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sesuai ketentuan, lembaga ini mengambil 8 persen dari seluruh royalti atas karya berhak cipta yang dikumpulkan setiap tahun untuk membiayai kegiatan operasionalnya.

Selain mengusulkan skema pendanaan operasional LMKN, Nyoman menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta semestinya mencakup pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar pengumpulan royalti berjalan lebih efektif.

Dia juga mengemukakan perlunya kejelasan ketentuan mengenai perjanjian antara pihak seperti pencipta, penyanyi, dan pengguna karya berhak cipta mengenai pembayaran royalti.

"Kalau dia event organizer jelas (diatur pembayaran royaltinya), promotor jelas, tapi kapan individu dikatakan sebagai pengguna komersial, barangkali ini yang harus dijelaskan," ujar Nyoman.

Komisioner LMKN Ahmad Ali Fahmi menjelaskan, sumber dan besaran dana operasional LMKN diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Peraturan tersebut menggantikan peraturan sebelumnya yang menetapkan LMKN bisa menggunakan maksimal 20 persen dari royalti yang terkumpul untuk biaya operasional.

"Menteri Hukum menggarisbawahi, 20 persen tadi hanya bisa digunakan 8 persen saja. Jadi 12 persennya dikembalikan kepada (pemegang) hak cipta," kata Ahmad.

Berdasarkan peraturan yang baru, ia mengatakan, rasio penerimaan royalti pemegang hak cipta bisa lebih besar.

"Sehingga periode 2025 semestinya rasio penerimaan royalti pemegang hak cipta itu jauh lebih besar," katanya.

"Artinya (pada aturan lama) kalau ada pengoleksian (royalti) Rp70 miliar paling yang bisa didistribusikan sekitar Rp40an miliar. Tapi, kalau besok kita memperoleh Rp10 miliar maka Rp9,2 miliarnya pasti kita bisa distribusikan," ia menjelaskan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

25 PKBM di Gunungkidul Berperan Dongkrak IPM Daerah

25 PKBM di Gunungkidul Berperan Dongkrak IPM Daerah

Gunungkidul
| Kamis, 13 November 2025, 18:17 WIB

Advertisement

Sakral, Abhiseka Prambanan Rayakan Usia ke-1.169

Sakral, Abhiseka Prambanan Rayakan Usia ke-1.169

Wisata
| Kamis, 13 November 2025, 09:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement