Advertisement
LMKN Diusulkan Dibiayai Negara untuk Perkuat Transparansi
Foto ilustrasi uang / Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—DPR RI menilai pendanaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu berasal dari APBN guna memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik di Indonesia. Hal ini diutarakan anggota Badan Legislasi DPR RI I Nyoman Parta dalam rapat dengar pendapat umum Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dia mengemukakan bahwa pembentukan LMKN diamanatkan oleh undang-undang, karenanya negara seharusnya mendukung pengoperasian lembaga tersebut.
Advertisement
"Saya pikir ini harus dibiayai seperti komisioner yang lain, yang memang negara menugaskan, membuat lembaga, mengangkat orang, jadi biayanya juga harus disiapkan oleh negara, sehingga auditnya jadi jelas," kata Nyoman.
LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sesuai ketentuan, lembaga ini mengambil 8 persen dari seluruh royalti atas karya berhak cipta yang dikumpulkan setiap tahun untuk membiayai kegiatan operasionalnya.
BACA JUGA
Selain mengusulkan skema pendanaan operasional LMKN, Nyoman menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta semestinya mencakup pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar pengumpulan royalti berjalan lebih efektif.
Dia juga mengemukakan perlunya kejelasan ketentuan mengenai perjanjian antara pihak seperti pencipta, penyanyi, dan pengguna karya berhak cipta mengenai pembayaran royalti.
"Kalau dia event organizer jelas (diatur pembayaran royaltinya), promotor jelas, tapi kapan individu dikatakan sebagai pengguna komersial, barangkali ini yang harus dijelaskan," ujar Nyoman.
Komisioner LMKN Ahmad Ali Fahmi menjelaskan, sumber dan besaran dana operasional LMKN diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Peraturan tersebut menggantikan peraturan sebelumnya yang menetapkan LMKN bisa menggunakan maksimal 20 persen dari royalti yang terkumpul untuk biaya operasional.
"Menteri Hukum menggarisbawahi, 20 persen tadi hanya bisa digunakan 8 persen saja. Jadi 12 persennya dikembalikan kepada (pemegang) hak cipta," kata Ahmad.
Berdasarkan peraturan yang baru, ia mengatakan, rasio penerimaan royalti pemegang hak cipta bisa lebih besar.
"Sehingga periode 2025 semestinya rasio penerimaan royalti pemegang hak cipta itu jauh lebih besar," katanya.
"Artinya (pada aturan lama) kalau ada pengoleksian (royalti) Rp70 miliar paling yang bisa didistribusikan sekitar Rp40an miliar. Tapi, kalau besok kita memperoleh Rp10 miliar maka Rp9,2 miliarnya pasti kita bisa distribusikan," ia menjelaskan.
BACA JUGA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
25 PKBM di Gunungkidul Berperan Dongkrak IPM Daerah
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Starting XI Persiba Balikpapan vs PSS Sleman: Cleberson Comeback
- Apple Dikabarkan Ubah Desain Belakang iPhone 18 Pro Jadi Lebih Rata
- Persipura Hajar Persipal 3-0, Naik ke Peringkat Kedua
- 20 Prajurit Turki Tewas, Pesawat C-130 Jatuh di Georgia
- Ahmad Luthfi Dorong Perempuan Jateng Mandiri Lewat Kecamatan Berdaya
- MPA Gugat Meta Hentikan Penggunaan Rating PG-13 di Instagram
- Hungaria Catat Rekor Redenominasi Terbesar, Hapus 29 Nol Sekaligus
Advertisement
Advertisement




