Advertisement

Promo Desember

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Peneliti: Bukti Kemunduran Demokrasi Tanah Air

Akbar Evandio
Minggu, 22 Desember 2024 - 22:37 WIB
Arief Junianto
Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Peneliti: Bukti Kemunduran Demokrasi Tanah Air Ilustrasi Pilkada / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Peneliti Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (Bineksos), Titi Anggraini menegaskan bahwa gagasan pengadaan Pilkada kembali ke DPRD menjadi pematik mundurnya demokrasi di Tanah Air.

Menurutnya, isu yang dilemparkan oleh elit politik akhir-akhir ini bertolak belakang dan bertentangan dengan rangkaian dan juga perkembangan demokrasi lokal yang sudah berjalan selama ini. 

Advertisement

Hal ini ia sampaikan dalam webinar Pilkada Langsung atau via DPRD? Tantangan, Dampak, dan Prospeknya terhadap Demokrasi, dan Debirokratisasi, Minggu (22/12/2024). “Dari sisi kemajuan pengaturan, lalu juga konsolidasi penyelenggaraan, dan gagasan tersebut bertentangan dengan banyak hal yang sudah kita capai dan juga peta jalan serta ruang lingkup pengaturan yang ada saat ini,” ujarnya. 

Dia melanjutkan salah satu aturan yang dicederai adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

BACA JUGA: Prabowo Usul Pemilihan Kepala Daerah Dilakukan oleh DPRD, Bupati Bantul Bilang Begini

Titi menilai bahwa sebenarnya jika Pilkada kembali ke MK, maka putusan dari lembaga yudikatif yang terkait dengan ruang atau akses pencalonan yang lebih inklusif bagi partai politik itu akan tereliminasi atau makin memperkecil hambatan untuk berkontestasi di pilkada.  “Jadi gagasan pemilihan oleh DPRD itu merupakan langkah atau gagasan yang mundur di tengah pengaturan dan juga penataan pilkada yang sebenarnya makin terkonsolidasi,” ucapnya.

Padahal, kata Titi, adanya putusan MK No. 60/2024 itu memberikan ruang akses kepada keragaman dan alternatif politik yang lebih luas dan lebih inklusif. Harapannya, dia melanjutkan partai politik (parpol) atau yang bergerak secara mandiri atau berkoalisi sepanjang memiliki perolehan suara 6,5%-10% itu bisa mencalonkan kandidatnya.  “Jadi jika kembali [ke DPRD] ruang politik yang tadi lebih beragam dan lebih inklusif, ada upaya untuk memotong atau menyumbat saluran politik itu sehingga lebih terbatas dan hanya bisa diakses oleh segelintir orang dan diputuskan hanya oleh segelintir elit saja.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Sukabumi

Jogja
| Senin, 23 Desember 2024, 01:22 WIB

Advertisement

alt

Kedai Rukun, Kesederhanaan Justru Jadi Andalan

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 13:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement