Advertisement

Promo November

Pendapat Pakar Terkait Kasus Hukum Mardani Maming

Newswire
Minggu, 06 Oktober 2024 - 20:07 WIB
Sunartono
Pendapat Pakar Terkait Kasus Hukum Mardani Maming Mardani Maming. - Antara.

Advertisement

Harianjogja.com, JoGJA—Para pakar hukum melakukan eksaminasi terhadap perkara korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming, yang dituangkan ke dalam buku bertajuk Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming. Buku tersebut dibedah oleh pakar hukum di UII Jogja.

Pengajar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali, mengatakan perbuatan Mardani yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN tidak melanggar aturan.

Advertisement

BACA JUGA : Koruptor Ajukan PK, Hakim Diingatkan Tidak Meringankan

“Norma Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata salah satu eksaminator sekaligus editor itu sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu.

Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Profesor Ridwan mengatakan tindakan terdakwa mengalihkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP)  Batubara dari PT. BKPL kepada PT. PCN apakah harus didahului dengan permohonan yang melampirkan syarat administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. Menurutnya jawaban isu hukum ini berkaitan dengan pemahaman yang utuh tentang keabsahan perizinan, Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus, pengalihan IUP-OP, dan syarat pengalihan IUP OP.

Menurutnya permohonan peralihan IUP-OP tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.

Menurut eksaminator lainnya, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah, maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.

“Judex facti [kompetensi hakim] telah mengenyampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” ucap Karina yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH Universitas Gadjah Mada.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita menilai kasus dugaan tidak pidana korupsi yang didakwakan terhadap Mardani H Maming setidaknya ada delapan kekeliruan, salah satunya terkait dengan moral. Menurutnya kasus tersebut fakta-fakta hukum yang kabur dan tidak jelas untuk dibuktikan.

Termasuk dengan penggunaan pasal-pasal yang tak sepenuhnya sesuai konteksnya. Karena susahnya pembuktian, maka penyidik menggunakan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi supaya gampang, patut diduga.

"Namun nyatanya KPK justru dipaksakan. Kalau yang bener begitu lihat memang susah, hentikan, SP3, ini kan enggak, karena KPK alasannya enggak boleh SP3, ya harusnya dilimpahkan ke Kejaksaan kalau mau seperti itu, kan tidak dilakukan. Lanjut aja dipaksakan," katanya.

Eksaminasi perkara Mardani H. Maming dilakukan oleh sejumlah eksaminator, yakni Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad. Para eksaminator menjabarkan pandangannya saat acara bedah buku di Jogja, Sabtu (5/10).

BACA JUGA : Mardani Maming Divonis 10 Tahun Penjara

Pada perkara ini, Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memvonis Mardani H. Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.

Putusan di tingkat banding tersebut memperberat vonis pengadilan tingkat pertama. Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar.

Dia dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mardani, yang sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan, yakni mantan Direktur PT PCN almarhum Henry Soetio. Ia didakwa menerima gratifikasi dari Henry dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Lewat Film, KPU DIY Ajak Masyarakat untuk Tidak Golput di Pilada 2024

Sleman
| Sabtu, 23 November 2024, 23:27 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement