Advertisement

Pakar: Regulasi Idustri Hasil Tembakau Jangan Tunduk pada Agenda Global

Newswire
Sabtu, 01 Juni 2024 - 10:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Pakar: Regulasi Idustri Hasil Tembakau Jangan Tunduk pada Agenda Global Salah seorang petani di Kalurahan Watusigar sedang menyirami tanaman tembakau agar bisa tumbuh subur, belum lama ini. - Harian Jogja - David Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA— Pemerintah Indonesia diminta tidak terpengaruh dengan agenda global saat membuat regulasi soal industri hasil tembakau (IHT). Pasalnya, sektor industri ini memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang diperingati setiap 31 Mei yang baik untuk kesehatan, perlu mempertimbangkan sisi ekonomi bila ditujukan untuk menghentikan produksi tembakau.

BACA JUGA: Industri Rokok Dikabarkan Mengap-mengap, 6 Juta Buruh Terancam PHK

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengingatkan agar pengambil kebijakan harus memahami betul tujuan mulia dibalik HTTS. Jika HTTS hanya untuk mematikan industri tembakau di Indonesia, maka hal itu akan berdampak secara sosial dan ekonomi.

Advertisement

"Jangan sampai pengambil kebijakan mematikan industri tembakau dalam negeri di tengah konsumsi rokok dari masyarakat Indonesia," kata dia dalam keterangan persnya, Sabtu (1/6/2024).

Dia menjelaskan hasil tembakau di Indonesia tak hanya berjalan pada bidang kesehatan saja, tetapi juga sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, apabila hasil tembakau dimatikan, sangat dikhawatirkan Indonesia akan bergantung terhadap pada tembakau dari luar negeri, sedangkan Indonesia memiliki sumber daya tembakau melimpah dan perokok aktif yang banyak.

Lebih lanjut dirinya mengingatkan IHT di Indonesia sudah menjadi warisan turun-temurun. Sehingga masyarakat tidak dapat dipisahkan dari tembakau, serta mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia punya kedaulatan penuh termasuk untuk mengatur soal IHT.

"Bila konsumsi rokok di Indonesia masih tinggi dan industri tembakau dimatikan, bisa dibayangkan berapa banyak pekerja Indonesia yang akan kehilangan pekerjaan dan berapa banyak negara akan kehilangan pendapatan. Bisa jadi justru ini akan diraup oleh industri tembakau di luar negeri, baik yang legal maupun ilegal," katanya.

Sebelumnya Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyampaikan setidaknya ada 446 regulasi yang mengatur IHT dengan rincian 400 regulasi berbentuk kontrol atau pengendalian dengan presentase 89,68 persen, 41 regulasi yang mengatur soal CHT atau 9,19 persen, dan hanya lima regulasi yang mengatur isu ekonomi dan kesejahteraan atau 1,12 persen.

Pihaknya juga berharap segmentasi regulasi penjualan rokok konvensional dan rokok elektrik bisa diperinci lebih jauh. Hal ini karena kedua jenis rokok tersebut memiliki ekosistem yang berbeda, serta rokok konvensional mayoritas menggunakan bahan baku dalam negeri dengan acuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

GAPPRI mengatakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2023 tidak memenuhi target, yakni hanya mencapai Rp213,48 triliun atau 91,78 persen dari target APBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Mahasiswa UPN Veteran Jogja Hilang Sejak Juli Lalu, Terakhir Kali Terpantau di Gunungkidul

Sleman
| Minggu, 08 September 2024, 09:37 WIB

Advertisement

alt

Kawah Ijen Mulai Dibuka Kembali, Ini SOP Pendakiannya

Wisata
| Sabtu, 07 September 2024, 21:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement