Tuk Panjang Tradisi Imlek di Kota Semarang yang Jadi Simbol Toleransi
Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Perayaan Imlek yang khas di Kota Semarang adalah tuk panjang. Prosesi rutin ini menggambarkan simbol toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang Wing Wiyarsomenjelaskan tradisi menyambut Imlek di Semarang yang unik, yakni "tuk panjang" yang menjadi prosesi rutin.
Advertisement
"Tuk panjang" adalah sebuah tradisi meja panjang yang di atasnya disediakan berbagai hidangan dan nantinya akan dimakan secara bersama-sama yang kembali dihadirkan pada Imlek 2575.
Berbagai hidangan disuguhkan dalam acara tersebut, seperti kue keranjang kukus santan, nasi hainan, tujuh macam sayur hijau yang masing-masing punya lambang dan harapan baik. Selain itu, ada juga berbagai menu lain seperti lumpia, dan aneka makanan sebagai wujud akulturasi budaya yang ditata di atas meja sepanjang 200 meter untuk dimakan bersama-sama masyarakat keturunan Tionghoa, perwakilan tokoh agama, dan masyarakat.
Wing menyebutkan bahwa "tuk panjang" selalu hadir menyambut perayaan Imlek di Semarang dan selalu berlangsung meriah, dan pada Imlek tahun ini telah digelar pada Kamis (8/2/2024) malam di kawasan Pecinan.
Baca Juga
Kuliner dan Aksesori Khas Imlek
Imlek 2024, Kisah Kecap Manis yang Jadi Perantara Akulturasi Budaya
Menag Minta Umat Konghucu Doakan Kemajuan Bangsa dalam Peringatan Tahun Baru Imlek 2575
Menurut dia, akulturasi budaya yang tergambar dalam tradisi "tuk panjang" menyambut Imlek sebenarnya melekat bagi masyarakat dan menjadi kekuatan, termasuk untuk pariwisata dan lainnya.
"Ini ada filosofinya, makan bersama yang mewujudkan kerukunan umat beragama karena ada berbagai macam etnis yang ikut memeriahkan. Akulturasi budaya, harapannya menjadi semangat menjaga toleransi di kota ini," katanya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Pecinan Semarang Untuk Pariwisata (Kopi Semawis) Haryanto Halim menjelaskan bahwa tradisi "tuk panjang" coba diangkat ke jalan guna wujudkan keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama.
"Tradisi ini (tuk panjang, red.) biasanya dilakukan orang Tionghoa di rumah orang paling tua, karena keluarga yang datang banyak, akhirnya banyak meja yang disusun memanjang," katanya.
Dengan dihadirkan di jalanan, tidak hanya masyarakat Tionghoa yang menikmati, tetapi juga warga sekitar, tokoh agama, tokoh masyarakat juga diajak duduk dan makan bersama menyambut Imlek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Spanduk Tolak Politik Uang Ramai di Sleman Jelang Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Vonis terhadap Presiden Terpilih AS Donald Trump dalam Kasus Uang Tutup Mulut Kembali Ditunda
- Para Calon Kepala Daerah Diingatkan Tidak Berkampanye Saat Masa Tenang
- Retno Marsudi Ditunjuk sebagai Direktur Non-eksekutif Perusahaan Gurn Energy Singapura
- Hoaks Selama Tahap Awal Pilkada hingga Masa Tenang Terkendali, Ini Tanggapan Kemkomdigi
- Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
- Jokowi dan SBY Tak Hadir dalam Kampanye Akbar Satu1n Jakarta, Ridwan Kamil: Dukungan Tetap
- Hoaks di Masa Tenang Pilkada Jadi Sorotan Bawaslu, Ini 5 Provinsi Paling Rawan
Advertisement
Advertisement