Advertisement

Gelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, Hemas: Pancasila di tengah Pertarungan Politik

Abdul Hamied Razak
Senin, 22 Januari 2024 - 21:17 WIB
Abdul Hamied Razak
Gelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, Hemas: Pancasila di tengah Pertarungan Politik Anggota MPR RI GKR Hemas ketika melakukan Kegiatan sosialisasi 4 pilar MPR RI, di Rumah Dukuh Grojogan Kalurahan Beji, Ngawen, Gunungkidul, Senin (22/1 - 2024) ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Bangsa Indonesia harus bersatu dan tidak boleh dipisahkan dengan event politik lima tahunan [Pemilu] yang sarat dengan kepentingan kelompok. Radikalisme mungkin sudah menghilang, tetapi kepentingan kekuasaan tetap muncul di berbagai kelompok pendukung calon presiden.

Demikian disampaikan oleh Anggota MPR RI GKR Hemas ketika melakukan Kegiatan sosialisasi 4 pilar MPR RI, Senin (22/1/2024) di Rumah Dukuh Grojogan Kalurahan Beji, Ngawen, Gunungkidul.

Advertisement

Kegiatan yang dihadiri oleh 78 orang ini menjadi ajang yang mengharukan. Pasalnya warga merasa bangga bisa bertemu langsung dan bercakap-cakap dengan Ratu Jogja yang menjadi anggota parlemen.

BACA JUGA: Kurikulum Pendidikan Pancasila Harus Dijalankan, Ini Alasannya

Dalam sambutannya Hemas menekankan perlunya terus berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat, jangan ada yang memisahkan diri. Hal ini kerap terjadi dalam pemilihan presiden, yang sudah memecah masyarakat pada tahun 2014 dan 2019 lalu.

Menurut Hemas, Pemilu tahun ini sedikit lebih mudah karena terdapat tiga Calon Presiden. Pendekatan ideologinya pun cenderung serupa. Tetapi dalam berbagai media sosial mulai terlihat berita negatif yang memojokkan tiap-tiap calon presiden dan menyesatkan masyarakat.

"Untuk itulah harus ada tokoh masyarakat yang berdiri di atas semua golongan dan tidak berpihak pada salah satu partai politik yang terus turun ke lapangan. Harus ada tokoh yang tidak mendukung salah satu calon presiden secara terbuka, karena Pancasila dan Persatuan Indonesia jauh lebih penting daripada kepentingan kekuasaan," kata Hemas.

Dia menyinggung tentang debat Capres dan Cawapres yang sudah memasuki tahap 4. Debat yang pada tahap awal terkesan adem sekarang mulai memanas dan saling serang. Hal itu dinilai Hemas sangat berbahaya bagi masyarakat bawah yang belum mempunyai kesadaran politik dan pengetahuan yang cukup tentang bagaimana sistem demokrasi dijalankan tanpa harus bermusuhan.

“Sekarang kata-kata seperti Amin, Gemoy, dan Sat Set mempunyai makna yang berbeda, dan terasa sulit diucapkan oleh pendukung presiden sebelah,” kata Hemas.

“Seharusnya semuanya bisa diucapkan tanpa harus memberikan pretensi mendukung salah satu capres. Orang menjadi sulit berdoa, sulit berbicara santai dengan teman dekat, ataupun sulit memuji dalam pekerjaan. Semua kata-kata itu harus bisa diucapkan secara wajar,” sambungnya.

Masyarakat adat, yang disinggung dalam debat Cawapres tadi malam, sangat terlihat di Jogja. Jogja, sambung Hemas adalah contoh tempat masyarakat adat menemukan kesempurnaan dalam menjalankan filosofi dan budaya tradisional, sekaligus bisa menjadi cerdas, maju dan modern.

BACA JUGA: Jelang Debat Cawapres Kedua, Haedar Nashir Ingatkan Paslon Fokus pada Substansi

Jogja adalah contoh Indonesia kecil yang merepresentasikan berbagai suku, agama, dan daerah di seluruh Indonesia. Keragaman ini muncul dari banyaknya generasi muda pendatang yang meneruskan Pendidikan di Jogja. Tidak hanya Universitas yang melahirkan banyak sarjana, master dan doktor, tetapi banyak SMA dan SMK yang menjadi tujuan dari pelajar di seluruh nusantara.

"Meskipun Jogja tidak punya tambang minyak atau sumber daya alam yang besar dibandingkan dengan provinsi lain, tetapi kelangsungan lingkungan hidup sangat terjaga di sini. Kualitas sumber daya manusia di Jogja juga sangat tinggi," jelas Hemas.

Hal itu tidak terlepas dari tingkat literasi masyarakat DIY yang mencapai 95,1% dan rata-rata lama sekolah mencapai 11,7 tahun. Begitu juga keberadaan Universitas Gadjah Mada yang menjadi kampus terbaik di Indonesia. Bahkan baru-baru ini, kata Hemas Sumbu Filosofi Jogja mendapat pengakuan sebagai World Cultural Heritage oleh UNESCO.

"Tidak boleh ada keraguan, meskipun masyarakat hidup di Beji, Gunungkidul. Sudah tidak ada lagi Beji, ataupun Gunungkidul yang miskin, kurang air, dan kelaparan. Sekarang semua telah menjadi makmur, lancar air, dan ada restoran di mana-mana. Yang penting semuanya harus bersatu membangun Gunungkidul dan membangun Jogja," tuturnya.

Untuk itu, Hemas mengajak semua masyarakat harus berpegang pada Pancasila dan berhati-hati pada calon presiden yang mementingkan kelompok. Dari zaman perjuangan kemerdekaan dulu, Jogja adalah pembela Pancasila. Jogja juga sangat kuat dalam mendukung Indonesia pada tahun 1946-1949 dengan menjadi Ibu Kota Indonesia.

Beberapa pertanyaan kemudian muncul dalam diskusi, termasuk mengenai pengembangan desa dan juga sistem demokrasi. Menurutnya, pengembangan desa bisa dilakukan dengan mengeksplorasi potensi wisata. "Termasuk juga dengan Hutan Adat Wonosari yang bisa dijadikan hutan wisata. Lalu ada juga situs watu gendong yang bisa mengundang wisatawan dari seluruh Indonesia untuk datang ke Beji," katanya

Akan halnya demokrasi, kata Hemas, sebenarnya sudah tertulis dengan jelas dalam sila ke 4 dari Pancasila. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Kata Presiden malah tidak muncul dalam Pancasila. Karena itulah sistem MPR, DPR dan DPD harus kita perkuat, sementara untuk Presiden, kita harus mencari yang benar-benar bijaksana.

"Demokrasi kita menekankan adanya kebijaksanaan dari para elit politik dengan sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan juga adanya Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

PRODUKSI FILM BUDAYA: Ada Potensi Besar Film Pendanaan Disbud DIY

Jogja
| Senin, 29 April 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement