Advertisement
Pemerintah Diminta Adil Mengusut Ponpes Al Zaytun

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah diminta adil dan komprehensif dalam mengusut polemik yang ada di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun.
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan dalam merespons polemik Ponpes Al Zaytun, pemerintah mesti melakukan investigasi yang komprehensif. Langkah yang diambil pemerintah harus berdasarkan bukti-bukti faktual dan berlandaskan pada hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Advertisement
“Respons pemerintah seyogyanya diorientasikan pada pengungkapan kebenaran, perlindungan keamanan warga negara dan negara, serta penegakan hukum,” ujar Halili dalam keterangan persnya, Minggu (25/6/2023).
Halilil mengungkapkan investigasi yang bersifat komprehensif, dan bukan sekadar reaktif-populis, mendesak untuk dilakukan.
Pasalnya, polemik Ponpes Al Zaytun cukup lama dan berulang sejak didirikan pada 1994. Bahkan ponpes ini dikenal oleh media asing sebagai the largest Islamic madrasah in Southeast Asia atau pondok pesantren terbesar di Asia Tenggara.
Dia melanjutkan, sudah banyak pandangan dan kajian yang memberikan peringatan awal keterkaitan antara Al Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu, eksistensi Al Zaytun yang kokoh hingga kini juga banyak dikaitkan oleh publik dengan 'bekingan' intelijen dan militer.
Berdasarkan studi human security dan security sector reform, Setara Institute mencatat pada Pemilu 2004 kendaraan TNI bergerak dan melakukan mobilisasi massa guna melakukan pencoblosan di Kompleks Ponpes Al Zaytun.
“Dalam konteks itu, investigasi yang komprehensif akan menjamin terpenuhinya hak publik untuk mengetahui dan mendapat kebenaran,” jelasnya.
Halili mengatakan bahwa pintu masuk yang paling strategis untuk mewujudkan keadilan dalam polemik ponpes tersebut adalah berkenaan dengan afiliasi pimpinan dan sistem Al Zaytun dengan NII.
Kemudian, investigasi adil yang bisa dilakukan adalah menelusuri pelanggaran-pelanggaran pidana yang dilakukan oleh entitas di dalam Al Zaytun, baik oleh individu maupun badan Al Zaytun sebagai Lembaga Pendidikan.
“Tindakan negara tidak boleh sekadar untuk memenuhi keinginan dan tuntutan massa,” jelasnya.
Halilil menyampaikan, pemerintah pada saat penyelidikan hendaknya tidak masuk terlalu dalam pada polemik sesat tidak sesatnya pandangan dan ajaran keagamaan yang dikembangkan disana, dan kemungkinan mengambil langkah populis yang berangkat dari penghukuman sesat tersebut.
“Mengenai sesat tidaknya pandangan dan ajaran keagamaan biarlah menjadi domain perdebatan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga keagamaan terkait,” jelasnya.
Polemik Al Zaytun juga berkenaan dengan hak-hak atas pendidikan serta hak-hak atas perlindungan diri, integritas, dan keamanan warga negara di dalamnya, terutama 7.000-an santri dan peserta didik di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Dosen FH Unissula Diskorsing Karena Diduga Jadi Pelaku Kekerasan
- Perpres No.79 Tahun 2025, Tidak Hanya Soal Kenaikan Gaji
- Viral Kepsek Roni Dicopot, Wali Kota Prabumulih Terancam Sanksi
- Pejabat BPJPH Diduga Lakukan KDRT, Begini Respons Komnas Perempuan
- Korban Hilang Banjir Bali Terus Dipantau Tim SAR
Advertisement

Jadwal KA Bandara YIA dan KA Bandara YIA Xpress, 19 September 2025
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Trump Perpanjang Tenggat Larangan TikTok hingga 16 Desember 2025
- Sekjen GCC Kutuk Serangan Israel ke Gaza
- Tiba di Indonesia, Sapi Impor Australia untuk Dukung MBG
- Fahri Hamzah Siap Patuhi Putusan MK Wamen Dilarang Rangkap Jabatan
- Pemerintah Jamin Pembangunan Perumahan Sosial Tanpa Penggusuran
- 65 Ribu Warga Gaza Meninggal Akibat Serangan Israel
- Prakiraan BMKG, Mayoritas Wilayah Indonesia Diguyur Hujan
Advertisement
Advertisement