Advertisement

Tembakau Dianggap Setara Narkotika, Pengusaha Menentang RUU Kesehatan

Widya Islamiati
Jum'at, 26 Mei 2023 - 21:07 WIB
Maya Herawati
Tembakau Dianggap Setara Narkotika, Pengusaha Menentang RUU Kesehatan Ilustrasi lahan pertanian tembakau. Pengusaha menentang pasal tembakau setara dengan narkotika dalam RUU Kesehatan / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA–Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menyebut tembakau setara dengan narkotika. Pengusaha pun menentangnya. 

Penolakan diutarakan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia yang menyatakan menolak RUU Kesehatan. Pasal yang menyebut tembakau setara dengan narkotoka dianggap berpotensi mematikan industri tembakau.

Advertisement

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia menyatakan penolakan terhadap draf Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang mengelompokan hasil tembakau dengan narkotika lantaran berpotensi mematikan industri tembakau.

Dalam RUU kesehatan yang beberapa waktu lalu dibahas di parlemen, terdapat pasal yang berisi pengelompokan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif.

“Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya,” tulis pasal 154 ayat 3 RUU tersebut.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menuturkan pengelompokkan tersebut berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik yang berimbas pada terganggunya industri tembakau.

“Dikhawatirkan pengelompokan seperti ini mengganggu kegiatan usaha sepanjang supply chain baik hulu maupun hilir, karena dapat menimbulkan persepsi yang negatif,” tutur Benny kepada Bisnis pada Kamis (25/5/2023).

Menurutnya, dengan pengelompokkan ini, masyarakat dapat mengartikan produk industri hasil tembakau sebagai produk yang dilarang sebagaimana pemerintah melarang peredaran narkotika, juga sebaliknya. 

BACA JUGA: Berdiri di atas Tanah Kas Desa, Resto di Gunungkidul Dibongkar Pemilik

Hal inilah yang menurut Benny nantinya akan berdampak pada kelangsungan industri tembakau, baik di hulu maupun di hilir. Terlebih menurutnya, industri hasil tembakau memiliki kontribusi yang dapat diperhitungkan dalam penerimaan negara.

“Padahal kita paham bahwa industri hasil tembakau juga memberikan kontribusi yg cukup besar bagi penerimaan negara, sekitar 10 persen dari penerimaan negara,” tambah Benny.

Dalam catatan Bisnis.com (jaringan Harianjogja.com), cukai hasil tembakau (CHT) merupakan salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor bea dan cukai. Pada tahun lalu, realisasi penerimaan CHT menembus Rp218,62 triliun, melampaui target yang ditetapkan. 

Target CHT pada tahun lalu mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022, yang dipatok sebesar Rp 209,91 triliun. Jumlah itu mencakup 70,2 persen dari total target penerimaan bea dan cukai 2022 senilai Rp299 triliun.

Terlebih untuk 2023 dan 2024, pemerintah telah resmi menaikkan tarif CHT untuk rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024.

Di sisi lain, Benny juga menyoroti jika RUU Kesehatan ini disahkan (dengan pasal tentang tembakau setara narkotika) dan berdampak pada industri hasil tembakau, akan berdampak pula pada naiknya angka pengangguran. “Industri hasil tembakau kan juga menciptakan lapangan kerja seperti: petani, tenaga kerja industri, pengangkutan perdagangan iklan,” kata Benny. (Sumber: Bisnis.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Didukung Danais, Watu Gendong Ramai Dikunjungi Wisatawan

Jogja
| Kamis, 03 Oktober 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Jogja lewat Diorama

Wisata
| Rabu, 02 Oktober 2024, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement