Bukan Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG Terkait Penyebab Suhu Panas di Indonesia
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA— Suhu panas yang terjadi di Indonesia belakangan ini bukan merupakan fenomena gelombang panas atau heatwave seperti di sebagian besar negara-negara di Asia Selatan. Berikut penjelasan Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan sejak pekan lalu hingga hari ini (25/4/2023) hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan memang masih terdampak gelombang panas.
Advertisement
Badan Meteorologi di sejumlah negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand hingga Laos telah melaporkan suhu panas lebih dari 40°C yang telah berlangsung beberapa hari terakhir.
Di sejumlah negara, rekor baru suhu maksimum pun tercatat. Badan Meteorologi China atau CMA misalnya melaporkan lebih dari 100 stasiun cuacanya mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah pengamatan instrumen pada April ini.
Sementara di Kumarkhali, kota di distrik Kusthia, Bangladesh, suhu maksimum harian tercatat sebesar 51,2°C per 17 April 2023.
Dwikorita mengatakan seiring dengan fenomena itu, di Indonesia terjadi suhu panas. Suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2°C di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu. Secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34°C - 36°C hingga saat ini.
"Namun, suhu panas di Indonesia bukan gelombang panas dan suhu maksimum harian sudah mulai turun," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis pada Selasa (25/4/2023).
Fenomena suhu udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan ini menurutnya tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas karena tidak memenuhi sejumlah kondisi.
Secara karakteristik fenomena, gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi di belahan bumi bagian Utara maupun di belahan bumi bagian Selatan. Fenomena ini juga terjadi pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.
"Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas," kata Dwikorita.
Selain itu, secara indikator statistik, suatu lokasi dapat dikatakan mengalami gelombang panas apabila mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5°C lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.
Dwikorita sendiri mengungkapkan suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahunnya. Potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Pilkada 2024, Kampanye Akbar di Sleman Hanya Dilakukan Dua Kali
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Diskop UKM DIY Raih Juara III Kompetisi Sinopadik 2024 di Palangkaraya
- Ketua MPR: Presiden Prabowo Disegani Saat Tampil di G20 Paparkan Hilirisasi SDA
- BRIN Usulkan Pemanfaatan Data Satelit dan Kecerdasan Buatan untuk Penanganan Bencana
- Anies Baswedan Diprediksi Mampu Dongkrak Elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno
- Inggris Dukung Indonesia Tambah Kapal Tangkap Ikan
- Presiden Prabowo dan PM Inggris Sepakat Dukung Gencatan Senjata di Gaza
- RUU Tax Amnesty Tiba-tiba Masuk Prolegnas, Pengamat: Prioritas Saat Ini Justru RUU Perampasan Aset
Advertisement
Advertisement