Advertisement
Siswa Masuk Sekolah Jam 5.30 Dinilai Rawan Kekerasan Seksual

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kebijakan sekolah jam 5.30 Wita rawan memicu terjadinya praktik kekerasan seksual pada anak atau pelajar. Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur Veronika Ata. Ia pun menolak kebijakan tersebut.
"Kami secara tegas menolak kebijakan masuk sekolah jam 5.30 pagi karena tidak mewakili kepentingan terbaik anak, salah satunya membuat mereka berada dalam kondisi rawan kekerasan seksual," katanya dikutip dari Antara, Jumat (10/3/2023).
Advertisement
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan penerapan kebijakan masuk sekolah jam 5.30 Wita yang diberlakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap 10 sekolah SMA/SMK di Kota Kupang.
Veronika mengatakan, kebijakan tersebut mengharuskan anak-anak pelajar berangkat ke sekolah sebelum jam 5.30 Wita dalam kondisi hari yang masih gelap.
Di sisi lain, transportasi tidak tersedia bagi sebagian besar pelajar dan banyak pelajar yang selama ini ke sekolah dengan berjalan kaki.
Baca juga: Hotel Jadi Bisnis dengan Persaingan Usaha Paling Tinggi di Jogja
"Kondisi ini menempatkan anak-anak pelajar terutama perempuan rawan menjadi korban kekerasan seksual," katanya.
Artinya, kata dia, kebijakan ini bertolak belakang dengan semangat pemerintah bersama berbagai elemen mencegah dan melindungi anak-anak dari praktik kekerasan seksual.
Veronika menyebutkan efek lain yang merugikan anak seperti waktu istirahat terganggu membuat anak-anak mengantuk di sekolah dan tidak mengikuti proses belajar mengajar secara efektif. Para pelajar juga bisa stres dan semangat belajar menurun.
Menurut dia lagi, tidak ada korelasi disiplin dan kecerdasan anak dengan masuk sekolah jam 5.30 pagi. Bentuk disiplin sebagai dalih dari kebijakan ini, kata dia, adalah hal yang dibuat-buat dan pemikiran pribadi tanpa kajian yang matang.
"Karena itu kami menolak dengan tegas kebijakan ini karena menyengsarakan murid, juga orang tua, dan guru, bahkan meresahkan masyarakat," katanya.
Veronika menambahkan, pihaknya juga tidak sepakat dengan penerapan kebijakan tersebut dengan dalih mempersiapkan para pelajar untuk bisa masuk ke perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, maupun di luar negeri.
"Kualitas seseorang tidak diukur dari tamatan universitasnya. Banyak alumni universitas selain yang disebutkan memiliki kualifikasi yang prima," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

10 SD Tidak Dapat Murid Baru di Gunungkidul Tak Langsung Ditutup
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement