Advertisement
Tanggapi Potret Gaya Hidup Pejabat Pajak, Sosiolog UGM Sebut Seperti Gunung Es
Potret Dirjen Pajak mengendarai Moge.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Beberapa hari belakangan ini Ditjen Pajak tengah menjadi sorotan, buntut dari kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio, anak eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Dandy diketahui seringkali memamerkan kekayaannya di media sosial.
Hal itu pun membuat publik turut menyoroti gaya hidup pegawai pajak lainnya. Dari penelurusan, beberapa pejabat Ditjen Pajak dikabarkan memiliki koleksi motor gede atau moge bahkan tergabung di klub moge lembaga itu yang diberi nama, Belasting Rijder.
Advertisement
Lantas bagaimana sosiolog menanggapi fenomena ini?
Sosiolog Univesitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M.A., menilai gaya hidup mewah yang ditunjukkan salah satu pejabat Ditjen Pajak ibarat fenomena gunung es. Praktik-praktik serupa diduga masih terjadi di kalangan pejabat lainnya.
“Ini seperti fenomena gunung es, yang kelihatan baru puncaknya saja sementara di bawah lautan jumlahnya banyak dan belum teridentifikasi. Inilah yang menyebabkan kenapa ketimpangan ekonomi bangsa menganga lebar,” jelasnya dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, Senin (27/2/2023).
Baca juga: Kesaksian Warga Timoho Jogja soal Mario Dandy: Kebut-kebutan Naik Moge dan Bawa Hewan Peliharaan
Andreas Budi mengatakandi era saat ini gaya hidup yang memposisikan aspek-aspek materialisme sebagai penanda seseorang memiliki gaya hidup lebih dari yang lain kian terlihat jelas. Dengan begitu penumpukan basis material menjadi bagian dari eksistensi seseorang untuk menunjukkan kepada dunia akan kelas sosial elite berbeda dengan kebanyakan orang. Tidak sedikit yang akhirnya masuk ke dalam perangkap besar liberalisasi ekonomi, konsumerisme, dan gaya hidup elite.
“Gaya hidup semacam itu membawa dampak berat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi tidak pernah punya kepekaan, ada begitu banyak orang yang sumber keuangan negara akan dihabiskan dengan perlombaan gaya hidup seperti itu. Apalagi itu pejabat publik, seharusnya lebih bersahaja,” lanjut dia.
Dosen Departemen Sosiologi FISIPOL UGM ini menyebutkan praktik gaya hidup yang kompetitif dan berlomba mengejar kelas elite yang diglorifikasi tanpa disadari telah mengkhianati kehidupan bersama sebagai sesama warga negara.
“Ini menjadi bentuk pengkhianatan solidaritas hidup bersama sebagai bangsa-negara,”tuturnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah perlu melakukan pembenahan melalui revolusi mental para pejabat publik, terutama yang terkait dengan keuangan. Selain itu juga didukung transparansi yang kuat terhadap pengelolaan keuangan negara .
“Ada kemerosotan moral pejabat publik kita sehingga perlu segera dilakukan tindakan revolusi mental,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Rekayasa Lalin Kotabaru Dinilai Efektif, Parkir Nataru Disiapkan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal DAMRI Jogja ke Bandara YIA Senin 15 Desember 2025
- Libur Nataru, Penumpang Pesawat Diproyeksi Tembus 5 Juta
- Jembatan Bailey Teupin Mane Aceh Kembali Bisa Dilalui
- 500 Mahasiswa Dapat Beasiswa Kuliah dari Bupati Magelang
- Jadwal KSPN Malioboro-Pantai Baron Senin 15 Desember 2025
- Danantara Akuisisi Aset Hotel di Makkah untuk Jemaah RI
- Pemkot Jogja Dorong RTH Publik Ramah dan Seru untuk Anak
Advertisement
Advertisement




