Advertisement
Jangan Hanya Galon, BPOM Juga Harus Uji Kemasan Kaleng

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta segera melakukan uji laboratorium terhadap paparan Bisfenol A (BPA) yang ada dalam makanan kemasan kaleng.
"Pengujian tidak hanya terhadap kemasan galon guna ulang yang berbahan Polikarbonat tetapi juga kemasan kaleng," ujar Pakar kimia dari Departemen Kimia Universitas Indonesia Agustino Zulys dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (26/11/2022).
Advertisement
Hal itu karena sudah ada penelitian yang dipublikasikan oleh Environmental Research yang menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan kaleng berhubungan dengan tingginya konsentrasi BPA dalam urine.
“BPOM perlu meneliti sejauh mana migrasi dari pelapis kaleng antikarat atau BPA yang terdapat dalam kemasan kaleng itu terjadi ke makanannya. Dalam hal ini, BPOM bisa melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi,” kata dia.
Baca juga: Asam Urat Bisa Menyerang Anak Muda? Begini Cara Mengobatinya
Dia menuturkan bahan makanan kemasan kaleng yang bersifat asam bisa memungkinkan BPA yang ada dalam lapisan kaleng terlarut.
"Oleh karena itu, makanan kaleng tidak boleh untuk makanan-makanan yang sifatnya asam,” kata dia.
Pakar teknologi pangan dari IPB Azis Boing Sitanggang mengatakan ada kecenderungan BPA dalam kemasan makanan kaleng itu bermigrasi ke bahan makanannya.
“Tapi, seberapa besar pelepasan BPA-nya kita tidak tahu. Karena di Indonesia belum ada studi untuk meng-compare langsung dan itu perlu dikaji lagi lebih jauh,” kata Azis.
Proses migrasi BPA dari kemasan kaleng itu bisa disebabkan beberapa faktor, di antaranya proses laminasi BPA-nya, PH atau tingkat keasaman produk dalam kemasan kaleng itu, dan pindah panas dari produk pangannya.
Dia mencontohkan sarden, jamur, dan nanas yang dikalengkan itu beda-beda pindah panasnya saat disterilisasi, sehingga perlakuan kombinasi suhu dan waktu pemanasannya juga berbeda-beda .
"Ketika itu beda-beda, berarti peluang migrasi BPA-nya juga berbeda-beda. Tapi, semakin asam bahan makanannya atau PH semakin rendah, kemungkinan besar bisa merusak laminasi epoksinya,” kata Azis.
Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal Abidin mengatakan kemasan kaleng yang sudah rusak alias penyok tidak boleh dikonsumsi masyarakat. Hal itu disebabkan pecahnya lapisan epoksi yang melapisi logam pada kaleng kemasannya, sehingga mengakibatkan terjadinya migrasi BPA ke dalam produknya.
"Jika itu terjadi, kemungkinan makanan atau minuman yang ada dalam kemasan itu bisa beracun,” kata Ahmad.
Sebelumnya, penelitian kemasan kaleng di Universitas Stanford dan Johns Hopkins University yang dipublikasikan Environmental Research menunjukkan adanya paparan BPA pada makanan kaleng. Semakin banyak mengonsumsi makanan kaleng maka akan semakin berpeluang untuk seseorang terkontaminasi BPA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Dosen FH Unissula Diskorsing Karena Diduga Jadi Pelaku Kekerasan
- Perpres No.79 Tahun 2025, Tidak Hanya Soal Kenaikan Gaji
- Viral Kepsek Roni Dicopot, Wali Kota Prabumulih Terancam Sanksi
- Pejabat BPJPH Diduga Lakukan KDRT, Begini Respons Komnas Perempuan
- Korban Hilang Banjir Bali Terus Dipantau Tim SAR
Advertisement

Jadwal KRL Jogja-Solo, dari Stasiun Tugu Hingga Palur Hari Ini
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Pemerintah Jamin Pembangunan Perumahan Sosial Tanpa Penggusuran
- 65 Ribu Warga Gaza Meninggal Akibat Serangan Israel
- Prakiraan BMKG, Mayoritas Wilayah Indonesia Diguyur Hujan
- Ratusan Siswa di Garut Diduga Keracunan Makanan MBG
- Deretan Selebritas Dunia Galang Dana untuk Palestina
- Serangan Israel, Warga Palestina yang Tewas Tembus 65.000 Jiwa
- Ribuan Orang Unjuk Rasa di London Tolak Kunjungan Donald Trump
Advertisement
Advertisement