Advertisement
Indef: Kalau Subsidi Energi Meleset, Itu Salah Pemerintah, Bukan Rakyat!

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai bahwa tidak tepatnya penyaluran subsidi energi, terutama BBM dan LPG, merupakan sepenuhnya kesalahan pemerintah karena tidak kunjung memberlakukan kebijakan subsidi tertutup.
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov menjelaskan bahwa kondisi subsidi salah sasaran sudah terlihat sejak program konversi minyak tanah ke liquid petroleum gas (LPG) pada 2007. Pemerintah memang menyediakan tabung 3 kilogram untuk masyarakat miskin, tetapi mekanismenya masih tetap terbuka.
Advertisement
"Siapapun bisa membeli tabung LPG 'melon' atau 3 kilogram karena tidak terdapat larangan atau mekanisme khusus dalam distribusinya, hanya berupa imbauan bahwa tabung jenis itu untuk masyarakat miskin. Hingga saat ini, siapapun tetap bebas membeli tabung ukuran 3 kilogram yang merupakan LPG bersubsidi," ujar Abra dalam diskusi publik Indef bertajuk Dampak Kenaikan Harga BBM dan Isu Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Rabu (21/9/2022).
Menurutnya, kebijakan konversi menuju LPG yang mendapatkan subsidi justru menjadi beban baru bagi negara, karena mekanisme subsidinya yang terbuka.
Oleh karena itu, ketika subsidi menjadi salah sasaran, Abra menilai bahwa hal tersebut merupakan sepenuhnya kesalahan pemerintah.
"Sebetulnya bukan masyarakatnya yang kita salahkan, tetapi pemerintah yang gagal melakukan reformasi kebijakan subsidi," imbuhnya.
Hal serupa pun terjadi dalam penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM), karena mekanisme subsidi pertalite dan solar terbuka, yakni siapapun bisa membeli kedua jenis bahan bakar tersebut.
Saat ini memang terdapat pengaturan jenis kendaraan yang bisa membeli pertalite dan solar, tetapi hal itu tidak lantas membuat orang mampu berhenti menggunakan BBM bersubsidi.
"Pemerintah tidak berani mengeluarkan kebijakan subsidi tertutup, [barang bersubsidi] hanya bisa dibeli oleh masyarakat miskin. Ini selalu menjadi wacana dari tahun ke tahun, terutama ketika terjadi kenaikan harga," katanya.
Indef menyatakan bahwa 68 persen konsumen LPG 3 kilogram merupakan masyarakat mampu. Pengguna pertalite pun sekitar 70 persen merupakan masyarakat mampu, bahkan dunia usaha di berbagai skala masih bisa menikmati solar.
Menurut Abra, hampir 80 persen kebutuhan LPG Indonesia masih berasal dari impor, begitu pun pemenuhan BBM, sehingga Indonesia menjadi net oil importer.
BACA JUGA: Antisipasi Penyalahgunaan Data BSU, Pekerja Dilarang Gampang Sebar Data Pribadi
Kondisinya menjadi sulit ketika kurs rupiah melemah seperti tahun ini dan memberi beban berat bagi devisa, karena pembelian bahan baku menggunakan mata uang asing, terutama dolar AS.
"Rakyat tidak salah, siapapun berhak beli LPG dan BBM bersubsidi, belum ada aturan yang melarang. Ini murni salah pemerintah," ujar Abra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Khidmat, Ribuan Umat Buddha Ikuti Ritual Waisak di Candi Sewu Klaten
- Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Waisak dan Puji Ritual Thudong
- Kejagung Siap Jika Johnny G Plate Ajukan PraPeradilan
- Kecelakaan Kereta di Odisha, India Terbanyak Memakan Jiwa
- Bambang Sukmonohadi, Ayah Mertua Puan Maharani Meninggal Dunia
Advertisement
Advertisement

Bukan Laut Mati, Ternyata Perairan Paling Asin di Bumi Ada di Kolam Ini
Advertisement
Berita Populer
- Anies Belum Berencana Umumkan Cawapres dalam Waktu dekat
- Kapal Wisata Tenggelam di Kepulauan Seribu, 55 Penumpang Selamat
- Garuda Indonesia Tunda Penerbangan Haji, Ini Kronologinya
- Pengelola Candi Borobudur Jamin Umat Budha Beribadah Khusyuk di Waisak
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Turun, Termurah Rp554.000
- Umat Buddha Berjalan dari Candi Mendut ke Borobudur Jelang Waisak
- Hartono Bersaudara Jadi Orang Terkaya di Indonesia
Advertisement
Advertisement