Advertisement

Promo November

REKTOR UGM OVA EMILIA: Institusi pendidikan Harus Tetap Kritis, Bukan Manut Terus

Lugas Subarkah
Rabu, 08 Juni 2022 - 19:07 WIB
Bhekti Suryani
REKTOR UGM OVA EMILIA: Institusi pendidikan Harus Tetap Kritis, Bukan Manut Terus Ova Emilia. - Istimewa/Dok. Pribadi

Advertisement

Melanjutkan tonggak kepemimpinan di salah satu universitas terbesar di Indonesia, Rektor UGM periode 2022-2027, Prof. Ova Emilia, menawarkan sejumlah program berbasis output yang hendak dicapai, yakni sebagai kampus pengawal kebangsaan, pimpinan transformasi, dan pengawal kepemimpinan strategis Indonesia di level global. Dia juga menekankan lembaga pendidikan untuk tetap kritis terhadap pemerintah. Wartawan Harian Jogja Lugas Subarkah berkesempatan mewawancarai Prof Ova Emilia beberapa saat setelah sang Rektor dilantik pada Jumat (27/5/2022). Berikut petikan wawancaranya:

Apa yang memotivasi Anda untuk menjadi Rektor UGM?

Advertisement

Sebetulnya ya bukan cita-cita ya, tapi karena dorongan dari teman-teman. Teman-teman di sini adalah sesama dekan. Ini kan dekan periode kedua ya bagi saya. Kalau motivasi pribadi, saya kira bekerja di mana pun sama saja, yang penting terbaik sesuai tugas yang diberikan.

Menjadi rektor perguruan tinggi terbesar di tanah air, UGM, menurut saya bukanlah sebuah pencapaian personal, namun sebuah amanah yang harus disertai dengan keikhlasan dan rasa tanggung jawab.

Amanah yang saya emban ini sangat besar, mengingat kita perlu menjamin keberlanjutan dari misi mulia UGM dan berbagai capaian yang telah diraih oleh para pemimpin sebelumnya, sekaligus mengembangkan berbagai inovasi untuk memastikan universitas tetap relevan dan bisa menjawab tantangan di era perubahan besar.

Apa saja persoalan yang dihadapi dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi saat ini?

Saya kira kita melihatnya kalau secara global memang ada perubahan besar. Semua universitas akan mengalami itu di mana ada perubahan besar, transformasi digital, perubahan perilaku orang. Kalau di level besar lagi ada perubahan iklim. Climate change itu yang mempengaruhi semua, keilmuan, bisnis proses, termasuk pendidikan.

Sehingga challenge-nya kita perlu berubah menyesuaikan itu. Seperti makhluk akan survive apabila dia mampu beradaptasi terhadap kondisi. Jadi itu dampaknya bermacam-macam. Selama pandemi ini bisnis proses dari pendidikan ini kan berubah total, dan saya yakin ke depan tidak mungkin sama dengan sebelum adanya pandemi. Itu suatu perubahan yang harus kita ikuti.

Dari pengalaman dan pembacaan sebagai praktisi pendidikan di UGM selama ini, apa potensi dan kekurangan yang dimiliki UGM?

UGM itu universitas tertua, pertama kali dibuat setelah Indonesia merdeka. Universitas yang paling lengkap program studinya, di Indonesia itu adalah UGM. Sehingga kalau kita lihat ini punya potensi yang luar biasa. Dia mengembangkan keilmuan secara komprehensif. Namun dengan demikian, otomatis organisasi atau lembaga ini menjadi sangat besar. Dari sains hingga humaniora yang sangat luas.

Artinya menjadi besar. Nah lembaga besar itu menjadi keunggulan, tapi di sisi lain menjadi kurang lincah. Produknya bagus, tapi sekarang yang harus disikapi bagaimana mendeliver produk bagus tapi dengan cepat dan sesuai dengan tuntutan zaman yang ada.

Secara garis besar, apa program yang Anda tawarkan untuk kemajuan UGM?

Sebetulnya saya memfokuskan output. Pertama, harapan bahwa UGM sebagai pengawal dari kebangsaan, kebinekaan, keragaman. Sehingga UGM ingin mempertegas hadirnya itu untuk menjaga persatuan kebinekaan dan kebangsaan. Program-program yang ditawarkan tentunya program pendidikan yang kalau kita menyebutnya bermartabat. Pendidikan yang menjunjung tinggi keberagaman, anti-diskriminasi, memperhatikan semua stakeholders, termasuk difabel, daerah tertinggal sampai metropolitan dan yang nyaman terhindar dari diskriminasi dan kekerasan.

Kedua, lembaga harus berubah, seperti apa? Nah kita ingin bahwa kita adalah pemimpin transformasi. Bukan hanya di level nasional, melainkan juga level global. Program pengabdian masyarakatnya UGM menginspirasi dunia. Program tersebut dapat terwujud dengan kita membuat suatu tata kelola yang lebih cepat dan sederhana. Simple. Penggunaan dari yang kita garap, smart digital campus itu suatu prasyarat yang harus kita lalui untuk bisa membuat bisnis proses di lembaga ini menjadi lebih cepat. Oleh karena itu UGM juga perlu menunjukkan terobosan kaitannya dengan misal menghasilkan penelitian atau riset yang hilirisasi ke inovasi yang dipakai oleh negara dan juga menyelesaikan persoalan yang dihadapi bangsa.

Dalam konteks kekinian, apa bentuk konkret transformasi yang Anda maksud ini?

Kita tahu dalam tahun ini di-declare kaitannya dengan G20, pemerintah mempunyai kebijakan transformasi kesehatan salah satunya meningkatkan produk lokal. Baik farmasi, obat-obat dan alat kesehatan misalnya. Jadi artinya kita ingin universitas menjadi produsen untuk hal hal tersebut. Membantu pemerintah merealisasikan hal tersebut. Yang lainnya, kalau misal mau transformatif seperti itu, artinya dengan tata kelola yang lebih simpel, kita mengharapkan SDM menjadi lebih bisa terpupuk kemampuannya tidak terhambat beban administratif. Sehingga lebih banyak lagi hal hal bagus, hal-hal inovatif yang dihasilkan staf akademika.

Dalam transformasi itu kita juga berpikir bahwa UGM ke depan bukan hanya produsen SDM yang unggul atau riset yang unggul. Melainkan juga universitas yang bergandengan tangan dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan aktual di masyarakat. Kita menyebutnya social accountable university. Ini merupakan suatu karakter yang ingin kita tanamkan di dalam civitas akademika, termasuk dosen tendik mahasiswa sehingga ketika mereka berkiprah di masyarakat mereka tetap membawa karakter untuk berkontribusi dalam penyelesaian masalah kesehatan, lingkungan, kemiskinan, macam-macam.

Terkait dengan pernyataan Anda bahwa UGM menjadi pemimpin transformasi level global, bagaimana contoh pengaplikasiannya?

Contohnya misal kita tentunya diberi peluang pada saat Indonesia menjadi pimpinan G20, untuk berkontribusi banyak dalam penyelesaian masalah global. Saya kira teman-teman sudah mulai, hanya kita yakinkan bahwa kita perlu perkuat. Peran pemerintah perlu kita dukung dengan sikap kritis yang konstruktif.

Dalam pidato pelantikan Anda menyebut cita-cita mewujudkan UGM sebagai lembaga pendidikan yang inklusif, aman dari kekerasan seksual dan ramah untuk difabel. Bisa dijelaskan langkah menuju ini?

Sebenarnya secara sporadis, artinya belum tersistematis, UGM sudah lakukan banyak hal. Walau belum sistematis, UGM termasuk pionir dalam hal ini di Indonesia. Makanya unit layanan untuk kekerasan seksual sudah ada di UGM, namun perlu diperkuat lagi. Yang akan kita lakukan untuk isu kekerasan seksual, kita akan menyesuaikan peraturan rektor yang sudah ada dengan permendikbud yang terbit belakangan. Kemudian kita akan pastikan unit layanan atau kita sebut crisis center ini merupakan layanan terpadu, digabungkan dengan pelayanan promosi dan prevensi untuk meningkatkan literasi untuk mahasiswa, tenaga kependidikan, dan dosen.

Menurut Anda, apa hambatan dalam penguatan crisis center itu selama ini?

Terus terang di lapangan problemnya bukan hanya kepada mahasiswa. Kepala manusia dalemnya kadang kita enggak tahu. Punya persepsi yang berbeda beda. Contoh membimbing mahasiswa pada ruangan tertutup itu harus bagaimana padahal berlainan jenis. Itu kan perlu kita informasikan sehingga kita mempunyai membentuk norma yang disepakati bersama sehingga kita menjadi aman di dalamnya. Itu pekerjaan besar dan jangka panjang, perlu kerja sama semua pihak.

Mengenai program kampus inklusif dan ramah difabel?

Difabel itu termasuk dalam program inclusiveness. Jangan sampai ada anggapan UGM hanya untuk orang yang sehat. Karena kita juga menerima mahasiswa berkebutuhan khusus untuk prodi-prodi tertentu, jangan sampai sulit untuk mengakses. Dan kalau sudah ada di dalam tidak mendapatkan perhatian khusus yang sesuai. Jadi nanti ada kayak semacam unit layanan untuk membantu para difabel. Akan dikoordinasikan dengan ketua prodi. Infrastruktur yang ada juga harus dikaji dianalisis supaya ramah terhadap difabel. Contoh toilet, kalau difabel dengan kursi roda ada ukuran tertentu, desainnya tertentu, ini kita harus pastikan di semua gedung bisa diakses.

Bagaimana menyelenggarakan pendidikan berkualitas tapi tetap bisa diakses semua kalangan, mengingat selama ini orang ramai mengenal UGM sebagai kampus rakyat?

UGM mempunyai kebijakan kalau tidak salah 20% dari mahasiswa itu menerima dari mahasiswa tidak mampu. Entah melalui bidik misi atau daerah T3. Saya kira itu masih kita lanjutkan hanya mungkin ke depan itu perlu kita buat lebih terstruktur. Misal dalam penerimaan itu bisa saja untuk skema mahasiswa yang kurang mampu atau DT3 itu dengan bentuk afirmasi khusus. Jadi ujiannya ujian khusus.

Kalau dari masalah pembiayaan, selama ini sudah dilakukan. Hanya kalau saya melihatnya supaya lebih bagus lagi perlu bekerja sama dengan Pemda sehingga tahu tempat-tempat yang memang memerlukan SDM yang dimaksud. Sehingga UGM dapat menjawab langsung kebutuhan tersebut secara kontekstual. Misal di sana butuh dokter, perawat, berarti bisa orang-orang atau siswa-siswa dari daerah tersebut direkrut untuk kemudian disekolahkan di sini. Kalau tidak mampu dia menggunakan skema bidikmisi atau Kartu Indonesia Pintar.

Bisa kita melakukan itu, karena sudah jalan. Hanya kuota-nya kelihatannya perlu diatur supaya program ini betul-betul terasa manfaatnya di lapangan. Itu adalah cara untuk UGM berkontribusi memecahkan masalah kerakyatan di lapangan, khususnya SDM di lapangan.

Bagaimana Anda mengendalikan UGM untuk tetap independen dari pengaruh politik dan pemerintah, agar tetap berpihak pada publik, mengingat banyak lulusan UGM ada di birokrasi, dan juga menjadi politikus?

Kalau banyak lulusan UGM di pemerintahan itu bukan salahnya UGM. Artinya di mana pun itu bisa terjadi. Salah satu mandat dari UGM ada dua. Satu mandat keilmuan. Artinya UGM mempunyai mandat mengembangkan keilmuan. Yang kedua mandat nasional, membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pemerintah, negara, bangsa. Jadi artinya UGM tetap memegang mandat tersebut.

Sebagai lembaga akademik tentunya independensi harus dipraktikkan. Karena basisnya kita mandatnya ilmu. Jadi tidak mungkin kita menganjurkan atau merekomendasikan sesuatu dengan cara mengingkari keilmuan. Jadi kalau dari yang saya pandang, yang paling tepat bagi institusi pendidikan dia tetap kritis, bukan manut terus. Dasar sikap kritisnya adalah keilmuan dan kepentingan masyarakat.

Kebetulan saya dokter. Dokter itu selalu berpikir dua itu. Antara kepentingan pasien dan keilmuan. Obat itu untuk satu pasien ini baik, tapi untuk pasien yang lain dengan penyakit yang sama mungkin tidak baik. sehingga harus pandai-pandai kita sebagai institusi melihat ini. Mana yang paling bermanfaat, yang menjadi tolok ukur adalah kemanfaatan tertinggi bagi masyarakat.

Bagaimana target pendidikan untuk mahasiswa UGM ke depan, agar tidak hanya lulusan berkualitas tapi juga berkarakter dan berintegritas?

Itu termasuk menjadi PR. Kita harapkan ke depan pendidikan itu bukan hanya mencapai kompetensinya, tapi juga mendapat karakter yang kita harapkan. Program-program ini sejak mahasiswa masuk. Sejak orientasi mahasiswa kita sudah seperti itu. Tapi ke depan kita lebih banyak membuat mahasiswa saling bergaul, antarfakultas, antarprodi. Ini melalui MBKM. Keterlibatan mahasiswa dengan problem aktual masyarakat ini yang sangat penting dalam membentuk karakter.

Saat mahasiswa kami yang dilibatkan dalam suatu program bersama dari ada perawat, dokter, gizi, tiga profesi yang berbeda, saat diminta terjun ke lapangan bersama-sama, KKN juga sama seperti itu, mereka belajar bukan hanya memotret masalah, tapi juga bagaimana berempati terhadap problem masyarakat. Empati itu tidak bisa diajarkan di kelas, dirasakan di kelas. Bahkan anak yang tidak pernah kekurangan, masuk ke rumah dengan lantai tanah, di situ dia sampai nangis, dan saat keluar oh seperti itu toh orang yang tidak mempunyai, kekurangan.

Hal seperti itu akan memberikan karakter orang enggak seenaknya. Ketika dia sudah lulus dia akan teringat, sangat membekas. Mahasiswa perlu diceburkan dalam konteks seperti itu. Sehingga memang dalam program yang digelar dikti dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) itu maksudnya salah satunya seperti itu. Dia betul-betul totally involved di dalam kehidupan di masyarakat, tapi di sisi lain memberikan inspirasi bagi dirinya memunculkan ide-ide, dan inovasi baru untuk mengatasi problem. ([email protected])

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Jadwal DAMRI ke Candi Borobudur, Candi Prambanan, Pantai Baron Gunungkidul dan Parangtritis Bantul, Cek di Sini

Jogja
| Sabtu, 23 November 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement