Advertisement
Rencana Pelarangan Mobil Mewah Beli Pertalite Dinilai Tak Akan Berhasil
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018). - JIBI/Dwi Prasetya
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Rencana pemerintah membatasi pengguna kendaraan mewah untuk menikmati bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai tidak akan berjalan mulus.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan konsep itu sebelumnya telah lebih dulu dilakukan pada saat pemerintah berusaha menekan penyimpangan dalam penyaluran jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) Premium di masyarakat.
Advertisement
Menurut dia, konsep yang dibentuk pada saat itu adalah dengan penjatahan kuota, menggunakan teknologi RFID, mencatat plat nomor kendaraan, serta umur kendaraan.
"Kompleksitasnya antara biaya yang dikeluarkan dengan target penghematan ternyata di dalam realisasinya tidak sesuai dengan yang diekpektasikan sehingga perlu dikaji lebih dalam," kata Komaidi kepada JIBI, Rabu (1/6/2022).
Dia menilai kebijakan tersebut justru bakal menimbulkan konflik turunan di lapangan. Pasalnya, para petugas stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang bertugas tidak berkuasa untuk menindak dan mencegah para pengguna kendaraan yang tidak termasuk dalam golongan penerima manfaat subsidi.
Di sisi lain, apabila pemerintah ingin menurunkan petugas untuk menindak pelanggaran di lapangan, maka diperlukan biaya tambahan yang justru akan menambah beban pemerintah.
"Kami cermati permasalahanyna itu-itu saja tapi berulang. Kalau kita amati misalnya permasalahannya ada 2 yaitu volume dan harga jadi ketika harga minyak murah pemerintah relatif santai di dalam mengimplementasikan kebijakan, tapi saat harga meningkat cenderung bingung yang ini kemudian seolah-olah tidak belajar dari pengalaman," ujarnya.
Komaidi mengungkapkan, untuk lebih efektifnya penyaluran subsidi maka perlu dilakukan perubahan sistem dari yang berbasis barang menjadi subsidi langsung ke penerima manfaat.
Disparitas harga di lapangan, lanjut dia, menjadi faktor utama adanya pelanggaran-pelanggaran penyaluran BBM bersubsidi. Secara prinsip ekonomi, konsumen akan secara otomatis mencari harga yang paling rendah sehingga penyaluran salah sasaran pun tidak dapat terhindarkan.
"Saya sangat setuju tapi dengan pola yang lebih tepat subsidi langsung, memang konsep subsidi diberikan ke masyarakat yang berhak. Sementara di konsep BBM itu terbalik, yang menikmati lebih besar pengguna mobil karena tangkinya lebih besar mobil," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BBMKG Denpasar Sebut Fenomena Bulan Purnama Picu Rob di Bali
- Setelah 20 Tahun, GEM Dibuka dan Pamerkan 100 Ribu Artefak Kuno
- Krisis Air Tehran, Stok Air Minum Diprediksi Habis dalam 2 Pekan
- Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Tiga Negara Ini
- Kereta Khusus Petani Pedagang Rute Merak-Rangkasbitung Siap Beroperasi
Advertisement
Mortir Peninggalan Perang Dunia II Ditemukan di Cokrodiningratan Jogja
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Konser Oasis di Melbourne Diwarnai Suar, Liam Gallagher Ancam Pelaku
- Mees Hilgers Kembali Cedera
- Xiaomi 17 Ultra Bakal Dirilis Dua Versi
- Persis Solo Ditekuk Persebaya, Ini Kata Peter De Roo
- Harga BBM: Bensin Turun dan Solar Naik
- Paidi Terpilih Aklamasi Pimpin Golkar Bantul 2025-2030
- Gelar Militer Pangeran Andrew Dicabut Raja Charles
Advertisement
Advertisement



