Advertisement
Muhammadiyah: Penambangan di Wadas Picu Krisis Sosioekologis.

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) serta Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) PP Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan sikap terkait kasus kekerasan di Desa Wadas yang terjadi pada Februari lalu. Dalam pernyataan sikap tersebut, PP Muhammadiyah menyoroti tindakan aparat serta rencana penambangan di lokasi tersebut.
"Pertambangan batu andesit di Desa Wadas Purworejo yang sesungguhnya tidak termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) terindikasi secara meyakinkan berdasarkan analisa pakar di bidang terkait memiliki problem hukum dan pelanggaran HAM sejak tingkat perencanaan hingga pembebasan tanah," tulis PP Muhammadiyah dalam pernyataan sikap tertanggal 25 April 2022.
Advertisement
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh Ketua MHH PP Muhammadiyah serta Wakil Ketua LHKP PP Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas, juga membubuhkan tandatangan dalam pernyataan sikap tersebut.
BACA JUGA: Takbir Keliling di Sleman Dilarang, Salat Id Berjemaah Diperbolehkan
Dalam pernyataan sikap tersebut, disebutkan bahwa lokasi penambangan tidak mengakomodasi kebutuhan serta aspirasi warga. Selain itu, proses administrasi yang menggabungkan izin pembangunan bendungan Bener serta penambangan di Wadas dianggap bermasalah.
"Desa Wadas merupakan salah satu titik PSN yang ambisius tanpa membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sehingga mengakibatkan krisis sosio-ekologis," tulis PP Muhammadiyah.
Krisis sosio-ekologis yang dimaksud adalah potensi bencana ekologis serta memburuknya keamanan lingkungan hidup warga. Belum lagi konflik susulan yang terjadi seperti tindakan represif aparat kepolisian yang juga merugikan warga.
"Karena itu, kami mendesak Kapolri untuk melakukan investigasi dan memberikan sanksi kepada oknum aparat Kepolisian yang diduga dengan sejumlah fakta lapangan terverifikasi terlibat melakukan kekerasan terhadap warga, aktivis, dan jurnalis," tulis PP Muhammadiyah dalam pernyataan sikapnya.
Melalui pernyataan sikap tersebut, PP Muhammadiyah juga mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kepolisian untuk merespon aspirasi warga di Desa Wadas. Selain itu, pemerintah pusat juga didesak untuk membuka akses informasi dan menjelaskan terkait SIUP PSN agar rencana pembangunan tersebut bisa dibuktikan secara konstitusional serta memenuhi asas keadilan, kelestarian hidup, dan ekologi.
Sebagai informasi, Komnas HAM pada Februari lalu membeberkan temuan soal dugaan kekerasan yang dilakukan aparat di Desa Wadas. Komnas HAM juga telah mendatangi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menyelesaikan insiden kekerasan yang sempat terjadi di Wadas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Siaran Pers
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement